Konten dari Pengguna

Doa Ganti Puasa Ramadhan Lengkap dengan Artinya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
23 Juli 2024 12:44 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Doa Ganti Puasa Ramadhan. Foto: Unsplash/Mufid Majnun
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Doa Ganti Puasa Ramadhan. Foto: Unsplash/Mufid Majnun
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam ajaran Islam, seseorang yang meninggalkan puasa di bulan Ramadan wajib meng-qada atau mengganti puasa tersebut. Karena itu, seseorang yang hendak mengqada puasa Ramadan, maka harus mengetahui doa ganti puasa Ramadhan dengan tepat dan benar.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, mengganti puasa yang ditinggalkan tidak jauh berbeda dengan cara melakukan puasa di bulan Ramadan. Rukun maupun syarat mengganti puasa yang ditinggalkan juga sama dengan dengan puasa wajib Ramadan.

Tentang Puasa Ramadan

Ilustrasi Doa Ganti Puasa Ramadhan. Foto: Unsplash/The Dancing Rain
Kata puasa dalam bahasa Arab berarti shiyam atau shaum. Keduanya merupakan bentuk masdar yang mempunyai makna menahan. Secara istilah fiqh, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu. Banyak sekali macam puasa yang sering dijalankan oleh umat muslim.
Puasa dijadikan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. agar seorang hamba bisa mendapatkan rida dan hidayah-Nya. Dalam Islam, puasa terbagi menjadi dua, yaitu puasa wajib dan sunah.
Puasa diyakini sebagai bukti bahwa seseorang cinta kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Tidak heran jika banyak umat muslim menjalankan puasa, bukan hanya puasa wajib, tetapi juga puasa sunnah.
ADVERTISEMENT
Orang yang cinta kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, pasti akan melakukan apa yang diperintah dan apa yang dilarang. Begitu juga dengan puasa. Puasa merupakan manifestasi cinta seorang hamba kepada Tuhannya.
Salah satu ibadah yang wajib dijalankan oleh umat Islam adalah puasa Ramadan. Puasa Ramadan hukumnya wajib bagi semua muslim yang memenuhi syarat untuk melakukannya. Sebab, puasa Ramadan termasuk salah satu ibadah pokok yang harus dijalankan oleh setiap muslim.
Nama Ramadan tidak serta-merta langsung ada, melainkan terdapat sejarah yang melingkupinya. Disebut bulan Ramadan karena bangsa Arab memberikan nama-nama bulan sesuai dengan masa-masa berlangsungnya keadaan pada bulan itu.
Fakta menunjukkan bahwa bulan Ramadan bertepatan dengan hari-hari terik di musim panas. Ramadan mempunyai akar kata ramdh yang berarti membakar. Pada bulan ini, panas matahari yang luar biasa menyinari pasir-pasir gurun. Inilah sebabnya bulan tersebut dikatakan sebagai bulan Ramadan.
ADVERTISEMENT

Orang yang Diperbolehkan Tidak Puasa

Ilustrasi Doa Ganti Puasa Ramadhan. Foto: Unsplash/Masjid Pogung Dalangan
Manusia pada saat kewajiban puasa Ramadan tiba bermacam-macam keadaan dan situasinya. Ada yang sedang datang bulan, sakit, bepergian, bekerja, menganggur dan lain sebaginya.
Itulah sebabnya kewajiban puasa ini selalu melihat situasi dan kondisi para pelaku hukum. Tidak dipukul rata. Karena sejatinya, ia adalah hukum, dimana ia tidak bisa dipisahkan dari kontek dan fakta yang ada. Misalnya pelaku hukum seorang perempuan yang masih muda.
Dikutip dari buku Fikih Puasa Serial Kajian Ramadan, Mohammad Hafid, Lc., M.H., (2022:138), orang-orang yang memiliki uzur serta penghalang melakukan puasa dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini:

1. Orang Haid dan Nifas

Orang yang sedang mengalami haid atau nifas menurut sebagian besar ulama tidak diwajibkan, bahkan diharamkan berpuasa. Karena dia tidak cukup syarat disebabkan adanya uzur yaitu haid dan nifas.
ADVERTISEMENT
Namun sekalipun tidak diwajibkan berpuasa pada saat itu, dia berhadapan dengan perintah lain. Yakni kewajiban mengqada di lain waktu setelah bulan Ramadan.
Dasarnya ialah hadis yang disampaikan oleh Imam Muslim dari Sayyidah A'isyah, beliau berkata:
"Kami diperintah untuk menggadha puasa, tapi tidak untuk menggadha' salat."
Sementara untuk orang yang sedang istihadah tetap diwajibkan melakukan melakukan puasa. Karena istihadah tidak menjadi bagian dari uzur penghalang puasa.

2. Orang yang Sudah Tua Renta dan Orang Sakit

Kewajiban puasa juga tidak berlaku bagi orang tua renta yang sudah tidak mampu untuk berpuasa dan orang sakit parah yang sudah tidak diharapkan kesembuahannya.
Jika mereka tetap memaksakan diri berpuasa puasanya tetap sah dan tidak punya tanggungan apapun. Namun jika sebaliknya, mereka tidak berpuasa maka mereka hanya cukup membayar fidyah, berupa memberikan makan orang miskin seberat 0,75 kg dengan jumlah puasa yang ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Cara membayar fidyah bisa dilakukan setiap hari disat mereka tidak berpuasa dan juga bisa dilakukan setelah Ramadan. Intinya mereka harus memberi makanan, baik diberikan mentahnya atau sudah siap saji.
Ketentuan tersebut merupakan pendapat sebagian besar ulama. Mereka berdalil dengan menggunakan hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Ibnu Abbas:
"Barang siapa yang mencapai umur tua renta hingga tidak mampu berpuasa maka diwajibkan baginya membayar fidyah sebanyak satu mud gandum sejumlah hari yang ditinggalkan."
Sementara untuk orang sakit parah tapi masih diprediksikan akan sembuh ia juga boleh tidak berpuasa jika akan berpengaruh buruk terhdapa kondisinya. Namun, dia wajib mengganti puasanya setelah sembuh. Bukan membayar fidyah.

3. Orang yang Sedang dalam Perjalanan

Perlu diperhatikan perjalan yang dimaksud harus dimulai dari sebelum fajar. Karena pada saat itulah kewajiban puasa dimulai pada hari itu. Berbeda dengan perjalanan yang berlangsung setelah terbitnya fajar.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, jarak tempuh perjalanan yang harus dilalui minmalnya tidak kurang dari 90 kilo meter, sebagaimana jarak yang diajadikan pedoman dalam kebolehan pelaksanaan salat qashar.
Orang yang sedang dalam perjalan sesuai dengan kriteria diatas menurut mazhab syafi'i boleh berpuasa dan boleh tidak berpuasa. Hanya saja, dia lebih baik berpuasa jika puasanya tidak memengaruhi keberadaannya.
Sebaliknya, dia lebih baik tidak berpuasa jika puasanya berpengaruh terhadap keberadannya. Ketentuan di atas digambarkan dalam kehidupan rasulullah saw saat melakukan perjalan umrah bersama istri tercintanya, Aisyah. Dimana pada saat itu, Rasulullah tidak berpuasa sedang Aisyah berpuasa. Rasulullah mengatakan kepada Sayyidah Aisyah dengan sanjungan 'bagus".
Namun perlu dipahami bahwa nanti setelah bulan Ramadan dia berkewajiban untuk mengqada puasanya jika memilih untuk tidak berpuasa, sebagaimana firman Allah Swt berikut:
ADVERTISEMENT
"Barang siapa diantara kalian yang sedang sakit atau sedang dalam perjalanan kemudian dia tidak berpuasa maka diwajibkan baginya mengganti puasanya di lain waktu."
Sebetulnya poin ketiga ini bukanlah masalah uzur atau penghalang puasa. Namun lebih pada pembicaraan dispensasi yang diberikan kepada pelaku hukum akibat adanya perjalanan.
Selanjutnya, terkait masalah, mana lebih baik berpuasa atau tidak pada saat perjalanan, ulama tidak satu pendapat. Ada yang mengatakan lebih baik puasa dan ada yang mengatakan lebih baik tidak puasa.
Perbedaan itu terjadi karena memang hadis-hadis yang ada membenarkan keduanya. Disatu sisi membenarkan lebih baik berpuasa, dan di sisi lain mebenarkan lebih baik tidak berpuasa. Ini disikapi sebagai bentuk dari kemudahan agar bisa memilih sesuai dengan keberadaan.
ADVERTISEMENT
Perlu juga dijelaskan, terkait dengan orang yang bekerja di tempat-tempat keras seperti pekerja jalan raya, tambang dan lain sebagainya. Mereka tetap harus berkewajiban melakukan puasa. Karena dispensai yang diberikan hanya tertuju pada sakit dan perjalanan. Bukan pekerjaan.
Namun, jika dalam pekerjaanya tiba-tiba mengalami drop maka dengan begitu dia diperbolehkan tidak berpuasa asalkan tetap wajib mengganti.
Kemudian perlu juga diindahkan bahwa pekerjaan berat selama bukan menjadi tumpuan hidup khususnya pada saat Ramadan harus ditinggalkan atau minimalnya cuti selama Ramadan. Agar tidak memengaruhi terhadap keberlangsungan ibadah puasa.

Doa Ganti Puasa Ramadan

Ilustrasi Doa Ganti Puasa Ramadhan. Foto: Unsplash/Ali Burhan
Menurut Mazhab Syafi i, seseorang yang mengqada puasa Ramadan maka wajib melakukan doa ganti puasa Ramadhan di malam hari. Hal itu juga dijelaskan oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna-nya bahwa:
ADVERTISEMENT
“Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadan, puasa qada, atau puasa nazar. Syarat ini berdasar pada hadis Rasulullah saw, "Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya." Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadis,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Iqna, , juz II).
Berikut lafal niat qada puasa Ramadan:
Nawaitu shauma ghadin an qada I fardhi syahri Ramadana lillahi ta ala
Artinya: "Aku berniat untuk mengqada puasa bulan Ramadan esok hari karena Allah Swt."

Tata Cara Mengganti Puasa yang Ditinggalkan

Ilustrasi Doa Ganti Puasa Ramadhan. Foto: Unsplash/GR Stocks
Seorang yang ingin mengganti puasa harus mengetahui jumlah puasa yang ditinggalkan. Apabila orang tersebut meninggalkan puasa selama tujuh hari, maka ia wajib menggantinya selama tujuh hari juga.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dianjurkan mengganti puasa dengan cara berurutan. Jika seorang meninggalkan puasa selama tujuh hari, maka orang tersebut dianjurkan mengganti puasa secara berurutan selama tujuh hari. Namun apabila tidak dapat dilakukan secara berturut-turut, maka boleh mengganti sesuai dengan kondisi waktu.
Selanjutnya, seorang yang akan mengganti puasa diharuskan membaca niat puasa qada di malam hari sebelum mengqada puasa.
Terakhir, seorang yang sedang dalam mengganti puasa qada, maka dianjurkan untuk melakukan amalan-amalan seperti membaca Al-Quran, memperbanyak bacaan zikir dan bersedekah.
Demikian tata cara dan doa ganti puasa Ramadhan yang perlu dibaca sebelum melaksanakan puasa tersebut. Semoga Allah Swt memudahkan jalan ibadah dan mempertemukan dengan bulan Ramadan mendatang.(glg)
ADVERTISEMENT