Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Konten dari Pengguna
Fiqih Ibadah: Definisi, Prinsip, hingga Dalilnya
13 April 2022 18:39 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Islam adalah agama yang selalu memberikan kemudahan kepada umatnya, termasuk dalam hal beribadah. Meski demikian, diperlukan ilmu yang mumpuni agar seseorang dapat beribadah dengan benar sesuai ajaran Islam. Ilmu yang mempelajari terkait hal ini dinamakan fiqih ibadah.
ADVERTISEMENT
Agar semakin paham, simak artikel di bawah ini yang memaparkan secara rinci mengenai definisi, prinsip, ruang lingkup, hingga dalil terkait fiqih ibadah yang sebaiknya diketahui oleh umat muslim.
Definisi Fiqih Ibadah
Menurut etimologi, kata fiqih (اْلفقهِ) berasal dari bahasa Arab yang berarti pemahaman atau pengetahuan, baik itu secara mendalam maupun dangkal. Smentara itu, secara istilah, fiqih mengacu kepada ilmu yang membahas masalah-masalah hukum Islam yang praktis.
Ada pun menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara' yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Imam Syafii memberikan definisi yang komprehensif mengenai definisi fiqih, seperti dikutip dari buku Fiqih Ibadah oleh Yulita Futria Ningsih, “Fiqih adalah pengetahuan tentang hukum syarak yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari dalil yang terperinci.”
Sementara itu, definisi ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Penjelasan ini disadur dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag).
ADVERTISEMENT
Ibadah juga bisa dimaknai sebagai ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa. Bentuk ibadah di antaranya meliputi semua bentuk perbuatan manusia di dunia, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah SWT.
Maka dari itu, semua tindakan orang mukmin yang dilandasi dengan niat yang tulus untuk mencapai ridha Allah SWT dipandang sebagai ibadah. Beberapa contoh yang disebut sebagai ibadah adalah salat, haji, zakat, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan pengertian fiqih dan ibadah di atas, maka cakupan fiqih ibadah meliputi hukum syariat yang menyangkut seluruh aktivitas seorang hamba yang dilakukan karena mengharap keridhaan Allah SWT.
Aktivitas tersebut tidak terbatas hanya yang berkaitan dengan kegiatan yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah SWT, akan tetapi juga meliputi semua kegiatan yang dilakukan seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama manusia.
ADVERTISEMENT
Prinsip Fiqih Ibadah
Agar aktivitas fiqih ibadah dapat diterima di sisi Allah SWT, ada sejumlah prinsip yang harus dipenuhi. Merujuk buku Modul Fikih Ibadah oleh Rosidin, prinsip fiqih ibadah tersebut di antaranya:
1. Muraqabah
2. Ikhlas
3. Disiplin waktu
Hendaknya, seseorang yang ingin mengerjakan ibadah harus sesuai dengan waktunya. Bahkan, yang lebih baik adalah bergegas beribadah di awal waktu. Misalnya, sudah masuk waktu zuhur, maka tundalah dahulu pekerjaan yang sedang dilakukan untuk melakukan salat zuhur.
ADVERTISEMENT
Ruang Lingkup Fiqih Ibadah
Menurut Ibnu Taimiyah, ruang lingkup fiqih ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah SWT, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sementara menurut Zaenal Abidin dalam buku Fiqh Ibadah, ruang lingkup fiqih ibadah digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Ibadah Umum
Ini artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT. Unsur terpenting dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah niat yang ikhlas untuk memenuhi tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram.
2. Ibadah Khusus
Ini berarti ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan dalam syara' (ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). ibadah khusus ini bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntutan yang ada, tidak boleh mengubah, menambah, dan mengurangi, seperti tuntutan bersuci (wudhu), salat, puasa ramadhan , ketentuan nisab zakat.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar, ruang lingkup fiqih ibadah ini sebagaimana dikemukakan Wahbah Zuhayli adalah sebagai berikut:
Dalil tentang Fiqih Ibadah
Berikut adalah beberapa dalil tentang fiqih ibadah seperti yang diterangkan dalam buku Fiqh Ibadah karya Zaenal Abidin:
1. Dalil dalam Alquran
Allah SWT berfirman:
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110).
ADVERTISEMENT
Ibnu Katsir RA menjelaskan maksud ayat di atas dalam Tafsirnya, maksud dari kalimat “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh” adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).
Sementara pada kalimat “Janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya” maksudnya, yakni selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya.
2. Dalil dalam hadis
Hadis pertama dari 'Umar bin Al Khottob, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita).”
ADVERTISEMENT
Hadis kedua dari Ummul Mukminin, 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”
(NDA)