Konten dari Pengguna

Mengenal Bulan Suro dan Tradisinya di Kalangan Masyarakat Jawa

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
17 Juli 2023 13:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga menampilkan atraksi sembur api saat Tradisi Sedekah Kepala Kerbau Gunung Merapi di Lencoh, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (29/7) Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
zoom-in-whitePerbesar
Warga menampilkan atraksi sembur api saat Tradisi Sedekah Kepala Kerbau Gunung Merapi di Lencoh, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (29/7) Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
ADVERTISEMENT
Bulan suro adalah bulan yang menandakan awal tahun menurut kalender Jawa. Istilah ini diambil dari bahasa Arab, yakni bulan Muharram (asyuro) yang ditetapkan sebagai bulan pertama dalam kalender hijriyah.
ADVERTISEMENT
Ada banyak kegiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk menyambut bulan suro. Misalnya dengan bermeditasi atau merenung di tempat sakral, memandikan benda pusaka, dan mengelilingi wilayah keraton.
Ragam tradisi tersebut sudah dilakukan sejak dulu. Tujuannya yaitu agar seseorang dapat menemukan jati dirinya, mengenal siapa dirinya, dan dari mana asal mulanya.
Bulan suro dianggap begitu sakral oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Untuk mengetahui fakta uniknya, simak penjelasan tentang bulan suro selengkapnya dalam uraian berikut ini.

Mengenal Makna Bulan Suro dan Tradisinya

Kawanan Kerbau Bule keturunan Kerbau Pusaka Keraton Kyai Slamet membuka jalan bagi rombongan Kirab Peringatan Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, di Solo. Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Dijelaskan dalam buku Misteri Bulan Suro karya KH. Muhammad Solikhin (2010), bulan Suro berkaitan erat dengan tragedi yang terjadi pada sayyidina Hasan dan Husein. Pada 10 Muharrram, kedua cucu Rasulullah tersebut dibunuh oleh pasukan yang dipimpin oleh Ubaidullah bin Ziyad di Karbala.
ADVERTISEMENT
Selain itu, bulan Suro juga identik dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Umar bin Khatab dan para sahabat sepakat menetapkan 1 Muharam sebagai awal penanggalan Hijriyah.
Di Indonesia, khususnya tanah Jawa, bulan Suro selalu diperingati dengan sejumlah adat dan tradisi. Kalangan Kraton Mataram Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta menganggap bahwa Suro adalah bulan yang suci dan penuh rahmat.
Artinya pada bulan Suro, setiap orang harus melakukan introspeksi diri, menekung dan melakukan laku maladihening. Mereka disarankan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bahkan sejak dulu, setiap bulan Suro, kalangan kraton dan kasunanan selalu menjadikannya sebagai bulan untuk melawan segala godaan hawa nafsu. Mereka menjadikan momen spesial ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri.
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah tradisi laku tirakat yang dijalankan oleh pihak Kraton Ngayogyakarta Mataram dan Kasunanan Surakarta saat bulan Suro tiba. Salah satunya yaitu dengan menggelar selamatan khusus selama satu minggu berturut-turut dan tidak boleh berhenti.
Bupati Batang Wihaji (kedua kiri) mengamati ritual membersihkan ujung Tombak Abirawa saat mengikuti tradisi Jamasan Pusaka di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Apabila terpaksa berhenti, maka harus diulang lagi dari awal. Mengutip buku Sajen dan Ritual Orang Jawa karya Wahyana Giri (2010), selamatan tersebut dimulai pada hari Minggu dengan bentuk uborampe dan sajen sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
(MSD)