Mengenal Tradisi Pacu Jalur sebagai Simbol Gotong Royong Masyarakat Minangkabau

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2023 9:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pacu Jalur. Foto: Novianti Rahmi Putri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pacu Jalur. Foto: Novianti Rahmi Putri/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tradisi Pacu Jalur merupakan salah satu perlombaan tradisional yang populer di Indonesia. Secara umum, Pacu Jalur artinya perlombaan tradisional dayung perahu, sampan, atau kano khas Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini banyak ditemukan di wilayah tengah dan barat Sumatra, tepatnya di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, atau yang kerap disingkat sebagai Kuansing.
Beberapa waktu terakhir, Pacu Jalur populer di media sosial setelah gelaran Festival Budaya Pacu Jalur 2023 dengan penonton yang membludak. Festival ini sendiri termasuk pesta rakyat tahunan yang dinantikan oleh masyarakat.

Sejarah Tradisi Pacu Jalur

Ilustrasi mendayung perahu. Foto: Getty Images
Dalam sejarahnya, tradisi Pacu Jalur berawal sejak abad ke-17. Saat itu, perahu menjadi alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, salah satu daerah di sepanjang Sungai Kuantan. Sungai ini sendiri terbentang dari Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu, hingga Kecamatan Cerentidi hilir.
Dikutip dari situs resmi Kabupaten Kuantan Singingi, saat itu transportasi darat memang belum berkembang. Akibatnya, perahu benar-benar digunakan sebagai alat angkut utama bagi warga dari kedua desa.
ADVERTISEMENT
Perahu digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang dan tebu. Kapasitas perahu di masa itu dapat menampung sekitar 40-60 orang. Selain menjadi alat transportasi, perahu juga dijadikan simbol status sosial.
Seiring perkembangan zaman, muncul perahu yang dikreasikan dengan ukiran indah, seperti kepala ular, buaya, atau harimau. Muncul juga kreasi baru dengan menambahkan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah atau gulang-gulang, serta lambai-lambai atau tempat berdiri pengemudi.
Sekitar satu abad kemudian, warga melihat sisi lain yang membuat keberadaan perahu itu menjadi semakin menarik, yaitu dengan menggelar acara lomba adu kecepatan antar perahu.
Lomba ini pun dinamai Pacu Jalur yang populer hingga saat ini. Karena perahu digerakkan secara bersama-sama, maka tradisi ini menggambarkan sifat gotong royong.
ADVERTISEMENT

Perkembangan Tradisi Pacu Jalur

Balap perahu motor (Ilustrasi) Foto: Antara/Joko Sulistyo
Mulanya, Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam. Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat dan memperingati hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus.
Kini, Pacu Jalur juga diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di bulan Agustus. Kemeriahan Pacu Jalur pun menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, sekitar lebih dari 100 perahu akan mengikuti perlombaan. Acara ini pun menjadi agenda tetap Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung ke Riau, khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi.
ADVERTISEMENT
Kini warna warni kostum dan dentum suara meriam penanda mulai lomba, serta teriakan pemberi semangat menjadi daya tari budaya lokal asli Kuantan Singingi, Riau yang pantas dinanti dan dinikmati.
(TAR)