Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sekolah Inklusi: Pengertian, Metode Pembelajaran, dan Manfaatnya
7 Juni 2024 17:19 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal ini merupakan proses penyesuaian dalam layanan pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus dan anak normal. Dengan begitu, mereka dapat belajar bersama dan mencapai tujuan pendidikan masing-masing.
Meski demikian, pendidikan yang diberikan dalam sekolah inklusi bukanlah penintegrasian terhadap anak-anak dan para remaja yang menyandang kecacatan di sekolah reguler.
Pengertian Sekolah Inklusi
Kata inklusi berasal dari Bahasa Inggris yaitu "inclusion", yang berarti mengajak masuk atau mengikutsertakan. Lawan katanya adalah eksklusif, yang berasal dari kata "exclusion", bermakna mengeluarkan atau memisahkan.
Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Terbuka dalam konsep lingkungan inklusif, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya.
Pengertian tentang pendidikan inklusi dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain Sapon-Shevin (Direktorat PLB, 2004: 9) yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.
Dengan demikian maka perlu ditekankan instrukturisasi sekolah, sehingga dapat mendukung pelayanan terhadap setiap individu di sekolah serta dukungan dari berbagai pihak.
Sementara itu Staub dan Peck (Direktorat LB, 2004: 0) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas regular.
ADVERTISEMENT
Hal ini menunjukkan bahwa sekolah regular dapat menerima semua tanpa membedakan latar belakang kondisi anak.
Tujuan pendidikan inklusi juga dapat dipandang sebagai bentuk kepedulian dalam merespons spektrum kebutuhan belajar peserta didik yang lebih luas, dengan maksud agar baik guru maupun siswa merasa nyaman dalam kebergaman.
Keduanya melihat keragaman sebagai tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, sehingga keberagaman bukan sebagai masalah.
Pendekatan pembelajaran serta lingkungan belajar yang dibangun harus memperhatikan kebutuhan masing-masing anak dan memberikan peluang sukses dalam pembelajaran.
Metode Pembelajaran
Manajemen pembelajaran merupakan salah satu bagian dari manajemen pendidikan.
Manajemen pembelajaran merupakan usaha dan tindak kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional di sekolah dan usaha maupun tindakan guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas yang dilaksanakan sedemikian rupa untuk memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan program sekolah dan pembelajaran (Sagala, 2010).
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, kepala sekolah memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan setiap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Namun, dalam praktiknya, kepala sekolah sebagai pimpinan organisasi memberikan tugas sepenuhnya kepada guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Rusdiyanto (2015) bahwa dalam praktek sekolah inklusi kepala sekolah telah membuat kebijakan dan memberikan kebebasan kepada guru dalam mengatur kondisi ruang kelasnya dengan senyaman mungkin dengan tujuan agar semua anak di kelas dapat mengakses pembelajaran dengan kemampuan masing-masing.
Namun, sosialisasi dan bimbingan mengenai sekolah inklusi belum dilakukan, sehingga dalam perencanaan pembelajaran guru belum memodifikasi pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi.
Hal ini dibuktikan dengan model pembelajaran yang sudah ada belum sepenuhnya mendukung ABK dalam proses pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Hal ini terlihat dari silabus dan RPP yang digunakan dimana belum ada media maupun metode pembelajaran khusus sebagai salah satu bentuk keselarasan bagi ABK.
Metode yang digunakan seperti metode ceramah, dan diskusi. Hal ini tentu menyulitkan bagi ABK untuk mengikuti proses pembelajaran dengan metode kovensional seperti itu.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Suparno (2001) bahwa dalam pembelajaran inklusi terdapat suatu perubahan yang mendasar yaitu terdapatnya pergeseran pola pembelajaran, di mana awalnya menggunakan pendekatan klasik untuk semua siswa menjadi pembelajaran kebutuhan individual dimana disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan setting kelas yang sama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran belum sepenuhnya menguntungkan bagi ABK.
Selanjutnya, dalam proses pengorganisasian, kepala sekolah telah memberikan bagian masing-masing guru terutama yang berperan langsung dalam pendidikan inklusi, seperti guru kelas, guru pendamping khusus (GPK).
ADVERTISEMENT
Namun, guru khusus masih terbilang minim dibanding dengan jumlah ABK yang ada di pelatihan-pelatihan dan juga seminar yang mereka ikuti. Berdasarkan hal tersebut, guru pembimbing khusus anak ABK di sekolah inklusi masih kurang.
Permasalahan lain yang ditemukan adalah kurangnya koordinator inklusi seperti terapis, psikologis maupun dokter.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tiga sekolah menengah pertama di Kota Pekanbaru belum dilakukannya kerjasama dengan pihak lain yang mendukung pelaksanaan pendidikan inklusi sehingga konseling, parenting dan therapy tidak tersedia di sekolah.
Hal ini juga diungkapkan oleh Salim, (2021) dimana mereka mengidentifikasi manajemen pembelajaran pada sekolah inklusi tingkat SD di kota Samarinda. Mereka menyatakan bahwa manajemen pembelajaran di SD inklusi belum terlaksana secara maksimal.
ADVERTISEMENT
Hal ini dibuktikan dengan kurangnya sosialisasi mengenai manajemen pembelajaran sekolah inklusi, kurangnya guru pendamping, dan kurangnya kerjasama sekolah dengan pihak lain dalam mewujudkan tujuan dari pendidikan inklusi.
Dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah belum mencermati pengorganisasian pendidikan inklusi karena tidak ada program, kerjasama yang dibuat dan juga evaluasi dari kelas inklusi yang ada di sekolah.
Disamping itu, belum adanya panduan yang jelas tentang sistem penilaian. Sistem penilaian belum menggunakan pendekatan yang fleksibel dan beragam sehingga proses evaluasi ABK masih terbilang sulit untuk dilakukan.
Hal ini juga disebabkan oleh persepsi dimana sistem penilaian hasil belajar ABK sama dengan anak normal lainnya, sehingga berkembang anggapan bahwa mereka tidak menunjukkan kemajuan belajar yang berarti.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga sejalan dengan apa yang ditemukan oleh (Sunaryo, 2011) dimana terdapat beberapa isu dan permasalahan yang perlu dicermati dan diantisipasi sekolah agar tidak menghambat, atau bahkan menggalkan pendidikan inklusi karena impelentasi yang masih bias seperti kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan support system.
Sedangkan (Tarnoto, 2016) menjelaskan bahwa secara administrasi sekolah penyelenggara pendidikan inklusi belum optimal sebagai akibat terkendalanya aturan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini diakibatkan dari belum adanya standar penilaian pembelajaran sekolah penyelenggara pendidikan inklusi.
Manfaat
Setelah memahami pengertian dan metode pembelajaran sekolah inklusi, dikutip dari buku Manajemen Sekolah Inklusi, Dr. Aldjon Nixon Dapa, M.Pd., dkk, (2021:175), berikut adalah manfaatnya:
1. Manfaat untuk Anak
ADVERTISEMENT
2. Manfaat untuk Guru
ADVERTISEMENT
3. Manfaat untuk Orang Tua
4. Manfaat untuk Masyarakat
ADVERTISEMENT
Sekolah inklusi mungkin bisa menjadi pilihan yang baik bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus agar bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan berkembang dengan baik, terlepas dari keterbatasan yang mereka miliki. (glg)