Kisah Uma Jarat di Klungkung, Bali, Tempat Wafatnya Penyebar Islam Ratu Gujarat

Konten Media Partner
25 April 2022 14:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Batu karang yang menandai keberadaan Uma Jarat di Klungkung, Bali - KR7
zoom-in-whitePerbesar
Batu karang yang menandai keberadaan Uma Jarat di Klungkung, Bali - KR7
ADVERTISEMENT
KLUNGKUNG, kanalbali.com - Uma Jarat, di Desa Satra, Kabupaten Klungkung, Bali adalah satu bukti perjalanan Ratu Gujarat. Ia adalah tokoh yang menyebarkan Agama Islam pada era Raja Dalem Waturenggong di Kerajaan Gelgel, Klungkung, Bali pada abad ke-16 (berkuasa antara tahun 1520-1558).
ADVERTISEMENT
Lokasi itu diyakini sebagai tempat Ratu Gujarat meninggal dan warga setempat memberinya tempat yang disebut Uma Jarat. Kini tempat itu menjadi semak belukar di pinggir sungai dan sawah warga, di Desa Satra.
Selain hamparan persawahan, beberapa sudut Uma Jarat kini ditumbuhi pepohonan albasia serta semak belukar. Di lokasi itu ada sebuah batu karang besar yang erat dikaitkan dengan keberadaan Ratu Gujarat.
Batu karang besar yang dulunya berada di Uma Jarat, sudah dipindah di pinggir jalan di dekat Setra (Kuburan) Desa Satra. Diletakan di bantaran sungai Jinah, yang tidak jauh dengan Uma Jarat. Sebelumnya batu itu terkadang dikunjungi umat muslim untuk berziarah.
“ Itu bukan batu, tapi semacam parangan (baru karang). Posisinya dipindah karena permintaan pemilik lahan. Mengingat lokasi itu (Uma Jarat) merupakan milik pribadi,” ungkap Bendesa Adat Satra, Dewa Ketut Soma, dihubungi Senin (25/4).
Kondisi Uma Jarat yang kurang terawat - KR7
Bendesa yang juga seorang budayawan di Klungkung tersebut, lalu menceritakan ihwal cerita keberadaan Uma Jarat tersebut berdasarkan cerita turun temurun dan beberapa sumber literasi yang terdapat dalam babad.
ADVERTISEMENT
“Dahulu pada periode islamisasi di Nusantara diutus seorang tokoh yang disebut dengan berbagai versi nama, kalau disini disebut Ratu Gujarat. Utusan itu diminta menghadap Raja Gelgel Dalem Waturenggong,” ungkap Dewa Ketut Soma.
Utusan datang bersama beberapa pengikut, dan diutus khusus untuk membujuk Raja Dalem Waturenggong serta warga Kerajaan Gelgel untuk memeluk agama Islam. Hanya saja upaya itu tidak dapat mempengaruhi Raja Dalem Waturenggong. Sang raja tidak berkenan dan tetap memilih untuk memeluk kepercayaan yang diwariskan oleh leluhur.
“ Karena tidak berhasil mempengaruhi Raja Dalem Waturenggong, utusan itu diminta kembali ke tanah Jawa. Utusan itu dan beberapa pengikutnya lalu menuju ke arah barat daya. Tepatnya di campuhan (pertemuan) antara tukad jinah dan tukang cangkung. Wilayah itulah yang disebut dengan Uma Jarat saat ini," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Diceritakanlah utusan itu meninggal di lokasi tersebut, sementara beberapa pengikutnya diberikan tempat tinggal di wilayah Minggir, di sekitar Keraton Kerajaan Gelgel.
" Secara fisik kuburan Ratu Jarat itu memang tidak ada, hanya hamparan sawah. Namun berdasarkan cerita turun temurun, di Uma Jarat itulah lokasi utusan itu meninggal. Namanya sebenarnya Gujarat, namun orang Bali sulit melafalkan sehingga kerap disebut Jarat dan lokasinya disebut Uma Jarat," ungkapnya.
Walau jarang, namun dulu lokasi itu sempat menjadi lokasi warga muslim untuk berziarah. Namun saat ini semakin jarang, karena area persawahan itu merupakan milik pribadi dan sudah beralih fungsi.
Selain itu, kata dia, di kawasan Uma Jarat ini sebenarnya berdiri juga Pura Pauman. Pura yang diempon Desa Adat Satra ini, erat dikaitkan dengan jejak Ratu Gujarat. Sehingga dalam piodalan di pura tersebut tidak menghaturkan banten yang daging babi.
ADVERTISEMENT
" Pura Pauman itu merupakan Pura Pemujaan Dewi Sri, yang juga lokasi warga untuk meningkatkan spiritualnya. Jika hendak meningkatkan kualitas spiritual, cukup dengan mengkonsumsi daging suci yang dalam hal ini ayam atau bebek," terang Dewa Ketut Soma. (Kanalbali/KR7)