Konten Media Partner

7 Pantangan Syaraf Kejepit yang Perlu Dihindari

27 Oktober 2022 18:58 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saraf terjepit adalah kondisi ketika terdapat tekanan pada bagian saraf. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Saraf terjepit adalah kondisi ketika terdapat tekanan pada bagian saraf. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Pantangan syaraf kejepit perlu diketahui oleh seseorang yang mengalami gangguan saraf terjepit. Menghindari sejumlah pantangan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf.
ADVERTISEMENT
Saraf terjepit adalah kondisi ketika terdapat tekanan pada saraf. Kondisi ini sering terjadi ketika saraf mendapatkan tekanan di antara ligamen, tendon, ataupun tulang.
Ketika tertekan, saraf akan mengirimkan sinyal ke otak. Hal ini menyebabkan penderitanya merasakan sejumlah gejala, seperti rasa nyeri, mati rasa, kesemutan, lemah pada bagian otot, serta susah melakukan gerakan.
Untuk mengatasi gangguan ini, ada sejumlah cara yang dapat dilakukan. Selama melakukan perawatan terhadap gangguan ini, penderita juga sebaiknya menghindari sejumlah pantangan syaraf kejepit untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf yang lebih parah.
Lantas, apa saja pantangan saraf kejepit? Berikut jawabannya.

Pantangan Saraf Kejepit

Saraf kejepit bisa terjadi pada siapa pun. Saat saraf mendapatkan tekanan, penderita sebaiknya menghindari sejumlah pantangan syaraf kejepit.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari jurnal Lumbosacral Radiculopathy oleh Andrew W. Tarulli, MD dan Elizabeth M. Raynor, MD, untuk mengembalikan kondisi normal saraf, penderita sebaiknya hanya melakukan aktivitas ringan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kondisi saraf yang semakin teriritasi dan menyebabkan rasa nyeri yang parah.
Maka dari itu, seseorang dengan kondisi saraf terjepit perlu menghindari hal-hal berikut ini.

1. Olahraga Berat

Olahraga berat merupakan salah satu aktivitas yang perlu dihindari ketika saraf terjepit. Melakukan olahraga berat akan memperparah kondisi saraf hingga menimbulkan rasa nyeri yang lebih buruk.
Contoh olahraga berat yang dimaksud adalah rugby, sepak bola, hoki, dan sejenisnya yang memiliki risiko cedera yang tinggi. Meskipun olahraga termasuk aktivitas yang menyenangkan dan menghilangkan stres, seseorang perlu menghindarinya untuk mencegah terjadinya cedera atau gejala menjadi lebih buruk.
ADVERTISEMENT

2. Mengangkat Benda Berat

Pantangan saraf kejepit selanjutnya adalah mengangkat benda berat. Mengangkat benda berat akan memberi tekanan yang tidak disengaja pada semua otot dan persendian.
Gerakan mengangkat benda berat yang terjadi bisa menyebabkan stres dan ketegangan pada otot. Hal ini membuat saraf terjepit sukar untuk disembuhkan, bahkan bisa menjadi lebih buruk.
Di samping itu, saraf terjepit juga menyebabkan kelemahan otot. Memaksakan otot untuk bekerja bisa memperburuk gejala saraf terjepit.

3. Latihan Berkecepatan Tinggi

Salah satu pantangan syaraf kejepit adalah olahraga dengan kecepatan tinggi. Foto: Pexels.com
Selain mengangkat beban, seseorang dengan saraf terjepit perlu menghindari latihan berkecepatan tinggi, seperti berlari, bersepeda, dan lain-lain yang membutuhkan tubuh bergerak dengan cepat.
Melakukan latihan berkecepatan tinggi akan meningkatkan risiko cedera yang dapat memperparah kondisi saraf terjepit. Oleh karena itu, penderita sebaiknya menjauhi aktivitas ini dan mencoba latihan dengan kecepatan rendah, seperti berjalan atau peregangan ringan.
ADVERTISEMENT

4. Latihan Intensitas Tinggi

Seseorang dengan saraf terjepit juga perlu menghindari latihan dengan intensitas yang tinggi, seperti latihan beban, kickboxing, bela diri yang membutuhkan latihan intens.
Latihan intens tinggi membutuhkan kerja otot yang lebih ekstra. Dalam hal ini, penderita saraf terjepit sebaiknya mengurangi kerja otot karena dapat meningkatkan tekanan pada otot dan menyebabkan kelelahan otot yang ekstrem
Oleh karena itu, penderita perlu menjauhi latihan intensitas tinggi dan menggantinya dengan latihan yang membutuhkan intensitas rendah, seperti berjalan santan, dan lain-lain.

5. Gerakan Berulang

Dalam beberapa kasus, gerakan berulang dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari bisa menyebabkan saraf terjepit. Contohnya pada gangguan saraf, yaitu carpal tunnel syndrome bisa menyebabkan saraf terjepit karena gerakan yang berulang, seperti mengetik terlalu banyak, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Hindari gerakan berulang untuk mengurangi munculnya saraf terjepit lainnya. Menghindari gerakan berulang juga bisa mencegah terjadinya tekanan yang semakin parah pada saraf terjepit.

6. Gerakan Tiba-Tiba

Gerakan tiba-tiba termasuk gerakan yang perlu dihindari saat saraf terjepit. Setiap gerakan seperti hentakan yang tiba-tiba akan menyebabkan respons stres dalam tubuh yang menyebabkan saraf dan otot menegang dan membuat saraf terjepit jauh lebih buruk.
Oleh karena itu, gerakan tubuh yang terjadi secara tiba-tiba perlu dihindari oleh penderita saraf terjepit. Hal ini berlaku pada seluruh bagian tubuh, terutama pada area yang terasa nyeri.

7. Diam Tanpa Gerakan Seharian

Istirahat merupakan salah satu hal yang penting untuk mengurangi gejala saraf terjepit. Namun, diam seharian tanpa gerakan sama sekali justru bisa memperburuk kondisi.
Hal ini bisa memungkinkan munculnya reaksi negatif dari saraf. Saat saraf terjepit, cobalah perbanyak istirahat. Namun, usahakan setiap jam penderita melakukan gerakan ringan, seperti berjalan sebentar atau melakukan peregangan ringan untuk mencegah kekakuan pada otot.
ADVERTISEMENT

Cara Mengatasi Saraf Terjepit

Cara mengatasi saraf terjepit adalah dengan melakukan terapi fisik. Foto: Pexels.com
Saraf terjepit bisa diatasi dengan berbagai macam cara. Dikutip dari jurnal Spinal Manipulation or Mobilization for Radiculopathy: A Systematic Review oleh Brent Leininger, berikut beberapa cara mengatasi saraf terjepit:
ADVERTISEMENT
Saraf terjepit adalah gangguan yang menyakitkan dan membuat penderitanya. Seseorang dengan saraf terjepit perlu menghindari pantangan syaraf kejepit untuk membantu mempercepat penyembuhannya.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(SAI)