Konten dari Pengguna

Jutaan Orang Tidak Mengetahui, Gua Pernah Coba Stand Up Comedy

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
25 November 2019 8:08 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Stand Up Comedy Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Stand Up Comedy Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
"Lu percaya, enggak, gua bisa melucu secara lisan?"
"Enggak."
"Kenapa?"
ADVERTISEMENT
"Soalnya, lu mah garing, paman."
***
Well, itu adalah percakapan yang terjadi antara gua dengan Nurlaela, sekitar seminggu yang lalu. Sombong sekali memang kru Kolaborasi kumparan yang satu itu. Mentang-mentang kepalanya pernah dielus-elus menteri, sementara gua enggak pernah.
Anyway, terlepas dari pendapat Nurlaela, gua sebenarnya juga yakin enggak akan ada satu pun orang di kumparan yang percaya bahwa gua (pernah) bisa melawak. Melakukan stand up comedy. Meski jujur, gua enggak lucu-lucu amat, sih.
But at least, gua benar-benar (pernah) bisa melakukannya. Gua ingat banget saat pertama kali melakukan open mic.
Itu terjadi pada tahun 2012 di FMIPA Universitas Indonesia (UI). Dalam sebuah acara yang digagas oleh komunitas bernama Stand Up UI.
ADVERTISEMENT
Sebentar, lu kerasukan setan apa sampai kepikiran mau melawak?
Bukan kerasukan, Malih. Gua dulu memang penggemar berat stand up comedy. Dan kebetulan, pada masa itu, lagi ramai banget acara stand up comedy di Komp*s TV dan Metr* TV.
Jadi, bukan kerasukan. Lebih tepatnya gua terinspirasi dari para komika yang kerap tampil di dua acara tersebut. Nyaris tak pernah gua melewatkan setiap episodenya.
Sejumlah nama komika favorit gua pada masa-masa itu adalah Pandji Pragiwaksono, Raditya Dika, Ryan Adriandhy, Gilang Bhaskara, Ernest Prakasa, Insan Nur Akbar, Luqman Baehaqi, Jui Purwoto, hingga komika anti-mainstream Reggy Hasibuan.
Pandji Pragiwaksono. Foto: Munady Widjaja
Dibandingkan genre seni lainnya, entah kenapa stand up comedy-lah satu-satunya yang bisa memberikan semacam 'dorongan' dalam diri gua untuk mencobanya. So, acara yang digagas Stand Up UI itu adalah salah satu peluang buat gua --yang sebenarnya seorang introvert.
ADVERTISEMENT
Menarik. Coba-coba... Bagaimana situasinya pada waktu itu?
Nah, kebetulan, pas hari H open mic itu berbarengan dengan hari ujian mata kuliah Gizi Makro --iya, dulu gua mahasiswa jurusan Ilmu Gizi di FKM UI. Ujian perdana gua di Semester 3.
Namun tetap saja, gua lebih deg-degan karena mau 'melawak' pertama kalinya di hadapan banyak manusia ketimbang ujian tersebut. Maklum, sudah terbiasa merasakan ujian hidup yang berat ketimbang 'cuma' ujian mata kuliah. Ehem.
Habis selesai ujian, karena enggak ada mata kuliah lain, gua langsung cuss ke FMIPA. Enggak ada satu pun teman seangkatan yang tahu.
Mencoba hal baru itu rasanya sama kayak bertualang masuk ke dalam rimba hutan. Lu enggak akan pernah tahu apa yang bakal terjadi di sana. Dan gua memilih menjalaninya sendirian. Goks, enggak, tuh?
ADVERTISEMENT
Tapi ternyata, saat tiba di lokasi open mic, gua melihat ada satu mahasiswi FKM UI di sana. Gua tadinya enggak kenal sama ini makhluk.
"Siapa, ya, ini perempuan?" Ekspresi gua pada waktu itu. (Dok: AC Milan)
Gua tahu dia anak FKM karena dia pakai kaos ungu yang ada tulisan khas FKM-nya. Dan saat itu dia.... Lagi nyapu. Hehe. Gua enggak tahu, sih, ngapain dia ngambil alih job petugas office boy FMIPA UI.
Tapi tiba-tiba saja... Begitu matanya melihat ke arah gua, dia langsung berlari menuju gua. Dengan antusias, sambil setengah berteriak, "Katooooonnnn.... Wah lu open mic juga!"
"Haha... Iya, nih, kak," jawab gua sekenanya.
Tapi gua dalam hati, "Anjir, ini orang kok kenal sama gua? Bahkan gua aja enggak tahu siapa namanyaaaaa".
Ekspresi gua kayak Guardiola di foto ini, "Siapa, sih, ini perempuan???". Foto: Reuters/Carl Recine
Asal tahu saja, gua memang sebelumnya kerap melihat perempuan berjilbab dan berkaca mata ini di kampus, bergaul dengan senior dan beberapa teman seangkatan gua. Dari situ gua simpulkan bahwa dia adalah bagian dari senior gua.
ADVERTISEMENT
Tapiiiiii.... Asli, sebelumnya enggak pernah ngobrol sama sekali sama dia. Wajar, dong, kalau gua kaget? Masalahnya, sikap dia ke gua pada waktu itu udah kayak kenal sama gua tiga tahunlah.
Singkat cerita, tibalah giliran gua untuk maju open mic. Tegangnya bukan main. Semakin langkah gua mendekat ke arah panggung, dengkul semakin lemas. Asli.
Ah, itu mah bukan karena tegang kali... Dengkul lemas mah gara-gara kebanyakan co...
Cot! Gua belum kelar cerita! Jangan dipotong!
Ehem. Lanjut. Gua ingat banget, pas di atas panggung itu gua sama sekali enggak bisa berhenti bergerak. Jalan ke sono, kemari. Udah kayak cacing kepanasan.
Resah. Gelisah. Melawak di sana. Di panggung gedung FMIPA. Sungguh aneh. Tapi nyata.
ADVERTISEMENT
Lucu, enggak, lu?
Ya, kalau menurut gua, sih, lumayanlah. Ada yang ketawa, ada juga yang tepuk tangan.
Gua, sih, tadinya enggak mau cerita-cerita ke teman-teman gua soal pengalaman itu. Ya, biarlah jadi pengalaman pertama dan terakhir maksudnya.
Eh, ternyata. Si kakak tingkat gua tadi ternyata memotret aksi gua ketika di atas panggung. Diunggah ke Twitter pula. Aduh, ketahuan, deh. Enggak cuma teman seangkatan yang tahu, beberapa senior lain pun tahu.
Tapi akhirnya gua juga jadi tahu, oh, ternyata nama mahasiswi senior gua itu adalah Amita. Yang beberapa purnama kemudian terkuak bahwa gua lebih tua beberapa hari dari dia. Semenjak saat itu, gua berhenti manggil dia "Kak".
Hidup lu berubah, enggak, di kampus setelah orang-orang tahu ternyata lu bisa stand up comedy?
ADVERTISEMENT
Ya, lumayan, sih, Pak-Bu. Karena gua bisa dibilang sebagai mahasiswa FKM UI pertama yang melakukan open mic, maka orang-orang jadi kerap mengait-ngaitkan gua dengan stand up comedy.
Gua beberapa kali mengisi lomba stand up comedy di kampus. Pernah juga beberapa kali diundang buat jadi bintang tamu (ceile) di acara-acara kampus --enggak sering-sering amat, sih.
'Kan di UI ada lomba stand up (UI ART WAR) setiap tahunnya. Lu pernah maju mewakili FKM?
Nah, itu dia masalahnya, hahaha... Gua ini cuma (ehem) ibaratnya seorang pelopor (asik). Cuma orang yang pertama kali melakukan stand up comedy atau open mic itu tadi.
Tapi kalau ikut lomba di kampus pasti kalah terus, ada yang lebih lucu. Sementara yang bisa mewakili FKM adalah orang yang menang. Logis, dong?
ADVERTISEMENT
Namun seenggaknya, nih, gua sudah berkontribusi 'merangsang' mahasiswa-mahasiswa lain buat berani melakukan stand up comedy. Canggih, enggak, tuh?
Merangsang? Kok Anda kayak pohon, ya?
Itu meranggas!
Ayam, dong?
Unggas!
Oke, maaf... Terus apa lagi bakti lu buat fakultas?
Terhitung sejak 2013, gua selalu menjadi mentor bagi para kontingen FKM UI. Siapa pun yang maju, ada gua di belakangnya. Memang, tidak menjadi comedy buddy tunggal, tapi enggak ada yang sekonsisten gua. Hahaha...
Pencapaian membanggakan gua sebagai mentor adalah pada tahun 2014. Kontingen FKM berhasil menyabet juara pertama lomba stand up comedy di UI. Gua senang banget bisa jadi salah satu mentor buat teman gua itu.
Apalagi, teman gua yang maju itu adalah satu-satunya kontingen perempuan. Dan hingga tahun ini, kayaknya belum ada lagi kontingen perempuan yang jadi juara pertama.
ADVERTISEMENT
Setahun setelahnya, kontingen FKM UI menyabet juara ketiga untuk ajang yang sama. Penurunan prestasi? Enggak apa-apa, setidaknya masih tiga besar. Dan gua turut senang akan hal itu.
Tapi, ya, gua sekarang agak sedih, sih. Sebab, sejak 2016 hingga tahun 2019, gua belum bisa lagi membantu kontingen FKM UI masuk tiga besar, apalagi jadi juara. Mohon maaf, ya, adik-adik tingkatku.
Kok lu bisa se.... Ibaratnya selegenda itu, sih?
Berlebihan, sih, kalau mau dibilang melegenda mah. Ini 'kan cuma dari mulut ke mulut saja. Setiap kali mau ada lomba stand up comedy di UI, anak BEM FKM pasti merekomendasikan nama gua.
Eh iya, by the way, gua pernah masuk TV, lho, wkwkwk... Sumpah. Dibayar dengan uang dan sebuah ponsel. Waktu di FX Sudirman. Gila, gua bisa sedekat itu dengan orang-orang macam Uus, Kemal Pahlevi, Bintang Bete, Awwe, hingga Adjis Doa Ibu.
ADVERTISEMENT
Sayang, gua terlalu malu buat ngajak foto bareng dan minta tanda tangan. Tapi seenggaknya gua sempat makan satu meja sama merekalah, hahaha...
Ini terjadi sekitar tahun 2014 akhir. Gua sebenarnya agak malu cerita yang bagian ini. Soalnya, gua nge-'bom' saat di acara itu. Enggak lucu sama sekali. Malu gua.
Tapi, ya, sudahlah. Untuk mengakhiri tulisan ini, gua kasih saja video buktinya. Biar lu semua pada percaya. CEKIDOT!