Lagi! Kekerasan terhadap Jurnalis, Lantas Apa Saja Kode Etik seorang Jurnalis?

BEM FIS UM
Akun Resmi portal kabar berita BEM FIS UM Dikelola oleh Departemen Riset dan Teknologi
Konten dari Pengguna
3 April 2021 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BEM FIS UM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada hari Sabtu, 27 Maret 2021, terjadi tindak penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa oknum yang mengaku sebagai anggota Polri dan TNI terhadap Nurhadi, seorang wartawan dari majalah Tempo. Nurhadi diduga mengalami penganiayaan saat sedang menjalankan kerja liputannya untuk mengonfirmasi mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus suap pajak.
Aksi solidaritas di Batam tolak kekerasan terhadap jurnalis (foto: Zalfirega/kumparan.com)
Berawal dari pengawal Angin Prayitno Aji yang menuduh Nurhadi masuk tanpa izin dari pihak mana pun pada acara resepsi pernikahan anak Angin Priyatno Aji di Gedung Graha Samudera Bumimoro (GSB), kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan laut (Kodiklatal) Surabaya, Jawa Timur, Namun, Nurhadi menyatakan, bahwa Ia telah memberitahukan statusnya sebagai reporter dan tujuannya menghadiri di tempat tersebut. Siapa sangka, para pengawal Angin Prayitno Aji justru kekeh merampas telepon genggam milik Nurhadi dan memaksa untuk memeriksanya. Selain itu,, Nurhadi mengalami tindak penganiayaan, berupa tamparan,pitingan dan pukulan di beberapa sisi tubuhnya. Selain itu, selama dua jam, ia ditahan selama dua jam disebuah hotel di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Tindak penganiayaan terhadap Nurhadi mendapatkan kecaman dari Wahyu Dhyatmik, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo. Menurut Majalah Tempo, kasus kekerasan semacam ini merupakan tindak pidana dengan setidaknya melanggar dua aturan, yakni Pasal 170 KUHP tentang Penggunaan Kekerasan Bersama-sama terhadap Orang atau Benda dan Pasal 18 ayat 1 UU Pers tentang Halangan aau Menghalangi Kegiatan Jurnalistik.
Menanggapi hal tersebut, Dewan Pers menyuarakan bahwa,
Kendati demikian, Dewan Pers tetap mengingatkan kepada unsur pers untuk tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers, yaitu:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
ADVERTISEMENT
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers;
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi;
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara;
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. Menghormati hak privasi;
c. Tidak menyuap;
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
ADVERTISEMENT
f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. Tenggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu;
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional;
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.;
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
ADVERTISEMENT

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi;
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk;
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan;
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi;
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
ADVERTISEMENT
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak;
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum;
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya;
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber;
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya;
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas;
ADVERTISEMENT
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati;
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar;
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
ADVERTISEMENT

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya;
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain;
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
REPORTER: DIREKTORAT JENDRAL PERS MAHASISWA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA BEM FIS UM 2021
ADVERTISEMENT