Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Diduga Aniaya Murid, Kepala Sekolah di Kendari Dipolisikan
12 Maret 2019 15:21 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB

ADVERTISEMENT
Kepala SDN 19 Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Zainuddin, dilaporkan ke Polsek Mandonga pada 23 Februari 2019 karena diduga telah melakukan penganiayaan terhadap WAR (13), MFA (12), dan 4 siswa lainnya. Laporan Zainuddin tertuang dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/57/II/2019/SPKT.C/SEK MDG RES KENDARI.
ADVERTISEMENT
Menurut keterangan orang tua WAR, Upik Maisita, peristiwa dugaan penganiayaan itu diawali saat WAR dan MFA terlibat perkelahian bersama 4 temannya pada Jumat, 22 Februari 2019,saat jam sekolah berakhir.
WAR yang kala itu berniat pulang sekolah tiba-tiba dikabari jika temannya dikeroyok. Mendengar hal itu WAR mengurungkan niatnya untuk pulang dan membantu rekannya. WAR sempat menendang bagian kaki salah satu siswa dan langsung pulang.
Usai perkelahian itu, besoknya pada Sabtu, 23 Februari 2019, orang tua salah seorang siswa yang terlibat perkelahian mendatangi sekolah karena tak terima anaknya menjadi korban pemukulan.
Saat itu para guru langsung menangani masalah tersebut. Keenam siswa yang terlibat perkelahian itu dipanggil ke ruang guru. Diduga saat itulah penganiayaan terjadi.
ADVERTISEMENT
"Menurut keterangan anak saya, saat itu kepala sekolah masuk ke ruang guru dan memukul meja. Setelah itu tanpa banyak bicara (kepala sekolah) langsung mendatangi enam orang siswa, termasuk anak saya yang sudah berjejer dan langsung ditempeleng satu-satu," terang Upik, Senin (11/3).
Akibat dugaan penganiayaan itu, beberapa siswa mengalami luka-luka pada bagian muka, pelipis, dan kepala.
"Termasuk anak saya memar di bagian mata sebelah kanan karena saat ditempeleng membentur tembok, satu anak lagi sampai bocor kepalanya, mandi darah, dan satu siswa lagi juga benjol kepalanya," ungkapnya.
"Jadi total itu ada empat korban luka-luka, dua anak tidak sampai membekas karena cuma ditempeleng bolak-balik. Begitu kata anak-anak kepada saya dan penyidik," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Menurut dirinya, anak-anak yang diduga dianiaya kepala sekolah mengalami trauma. Tak terima anaknya dianiaya, keluarga memilih jalur hukum untuk menyeleseikan masalah itu. "Saya itu pak tidak masalah anak saya dididik. Tapi kalau sudah sampe benjol begini, ini bukan dididik, tapi dianiaya," katanya.
Upik menuturkan, sang kepala sekolah, Zainuddin, sempat mendatanginya dan menjelaskan bahwa apa yang ia lakukan bukan tindakan penganiayaan.
"Jadi dia (Zainuddin) datang ke rumah, tidak mengakui apa yang dia lakukan ke anak-anak," katanya.
Namun, setelah mengetahui kasus ini dibawa ke ranah hukum, banyak pihak dari sekolah mencoba mendamaikan masalah ini dan meminta agar masalahnya diselesaikan secara kekeluargaan.
"Saya tetap tidak mau. Ini menyangkut masa depan anak saya. Kalau ke depan terjadi sesuatu kepada anak saya, siapa yang akan bertanggung jawab," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Kapolsek Mandonga, AKP Jupen Simanjuntak, saat dikonfirmasi kendarinesia, membenarkan laporan tersebut. Saat dikofirmasi mengenai penanganan kasusnya, Jupen mengatakan masih akan berkoordinasi dengan penyidik.
"Untuk laporannya ada di Polsek Mandonga. Untuk penanganan kasusnya sejauh mana, nanti saya tanyakan sama penyidiknya dulu ya," singkatnya.
Kasus dugaan penganiayaan itu juga dibenarkan oleh guru SDN 19 Mandonga, Yanti, salah seorang guru di sekolah yang terletak di jalan Pattimura nomor 50A, Kota Kendari itu mengatakan bahwa kasusnya sudah ditangani pihak kepolisian.
Sementara itu, Kepala SDN 19 Mandonga, Zainuddin, mengaku jika dirinya telah menampar 6 orang siswa. "Saya sebagai manusia biasa, saya memohon maaf atas kejadian yang di luar dugaan kita semua," kata Zainuddin saat ditemui kendarinesia.
Ia menjelaskan, penamparan itu terjadi setelah peristiwa pengeroyokan sekelompok siswa kelas 6 yang mengeroyok siswa kelas 5.
ADVERTISEMENT
"Esok harinya, orang tua siswa kelas 5 yang dikeroyok ini datang melapor ke sekolah bahwa anaknya dikeroyok kakak kelasnya. Orang tua itu datang hendak membalas sakit hatinya, guru-guru yang menerima orang tua siswa mengamankan anak yang dicari, ada 6 orang. Orang tua siswa yang dikeroyok itu juga mau melapor ke polisi," kata dia.
Zainuddin menjelaskan dirinya selaku pimpinan tak menginginkan adanya laporan ke polisi terkait ulah anak didiknya. Ia pun memanggil orang tua siswa yang melakukan pengeroyokan tapi hanya beberapa orang tua siswa saja yang datang.
Menurut Zainuddin, alasan dirinya memanggil keenam orang anak yang melakukan pengeroyokan itu dengan maksud memberi pembinaan. "Spontan saya tampar pipi kirinya semua. Saya akui saya menampar, saya cukup kooperatif untuk mempertanggungjawabkan perbuatan saya kepada anak didik saya, daripada orang tua murid yang dikeroyok ini yang bertindak," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski mengaku telah menampar para siswanya, Zainuddin membantah bahwa dirinya melakukan penganiayaan. Dirinya juga merasa telah melakukan klarifikasi ke pihak polisi.
"Adapun laporan penganiayaan, di mana saya disebut menganiaya. Jadi sebenarnya saya akui tindakan main hakim sendiri dengan menampar, itu saya akui, tapi kalau disebut itu penganiayaan saya tidak akui. Saya mengklarifikasi ke kepolisian, kita sudah melakukan mediasi dan sudah datang ke rumahnya (pelapor) sebanyak 3 kali. Dia bilang secara agama dimaafkan tapi hukum berlanjut," jelas Zainuddin.
Zainuddin juga menjelaskan soal penamparan yang ia lakukan, namun luka memar dan robek di bagian kepala diduga karena siswa terbentur tembok.
"Pada saat saya tampar itu belum gilirannya, dia kan orang ketiga, dia sudah buang mukanya kebelakang, maka pipi kanannya biru terbentur tembok. Pada saat siswa keempat juga demikian, kalau dibilang bocor, maaf tidak seperti itu. Kepalanya memang tergores paku kabel," tutupnya.
---
ADVERTISEMENT