Ratusan Hektar Tambak Milik Warga di Kolaka Utara, Merugi Akibat Tambang

Konten Media Partner
28 Februari 2020 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nang, saat menunjukkan tambak miliknya yang tercemar limbah pertambangan, berada di Desa Latowu, Kecamatan Batu Putih, Kolaka Utara. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Nang, saat menunjukkan tambak miliknya yang tercemar limbah pertambangan, berada di Desa Latowu, Kecamatan Batu Putih, Kolaka Utara. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengusaha tambak di Desa Latowu, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, kian merugi akibat aktivitas tambang nikel. Nang (32), mengaku mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah karena tambaknya tercemar limbah tambang.
ADVERTISEMENT
Air yang mengalir ke tambak terlihat berwarna cokelat, bercampur dengan warna khas bahan kimia. Beberapa ikan di tambak milik Nang sakit. Kulit ikan terlihat terkelupas. Bahkan, kata Nang, banyak ikannya yang mati.
“Coba kita lihat ikan yang itu pak, sudah terkelupas kulitnya. Nda lama matimi itu pak,” kata Nang, sambil menunjukkan ikan mati di tambaknya kepada jurnalis kendarinesia/kumparan.
Mengenang masa-masa jayanya, Nang mengaku, sekali panen, dia bisa menghasilkan satu ton udang di tambaknya yang seluas satu hektare. Jika terjual, harganya mencapai Rp 35 hingga Rp 40 juta rupiah.
Namun setelah perusahaan tambang mulai aktif beroperasi sekitar tahun 2018, hasil produksi tambaknya terus merosot.
“Kalau sekarang itu paling banyak lima ratus Kg pak, itupun susah itu dapat sampai begitu,” keluh Nang.
ADVERTISEMENT
Dinas Perikanan Kabupaten Kolaka Utara mencatat, ada 207,5 hektare yang terdampak akibat aktivitas pertambangan di Desa Latowu, Kecmatan Batu Putih. Jumlah itu, belum termasuk budidaya ikan air tawar seluas 20 hektare.
Kepala Bidang Pengelolaaan Pembudidayaan Ikan Dinas Perikanan Kolaka Utara, Ali Wardana mengatakan, terjadi penurunan produksi ikan di daerahnya terkhusus di Kecamatan Batu Putih sejak pertambangan mulai beroperasi.
Sebelum tambang aktif beroperasi pada tahun 2018, pencatatan statistik Dinas Perikanan mencatat hasil produksi pengusaha tambak di Kolaka Utara pernah mencapai 2.371.77 ton. Sekarang, angkanya menurun drastis.
“Kami belum rekap data terbaru. Namun, pencatatan sementara sangat jauh sekali penurunannya,” ucap Ali Wardana yang ditemui di kantornya.
Sungai yang berada di Kecamatan Batu Putih, sudah tercemari limbah pertambangan nikel di Kolaka Utara. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Di tempat lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Utara, Iskandar Adni mengatakan, pencemaran lingkungan di Desa Latowu, Kecamatan Batu Putih tidak bisa dipungkiri karena aktivitas perusahaan tambang.
ADVERTISEMENT
Salah satu limbah yang mencemari sungai untuk mengairi tambak di Desa Latowu kata dia, adalah limbah B3. “Kalau limbah B3 ini banyak ya, tapi disana itu yang dominan oli,” kata Iskandar di kantornya, Kamis (27/2).
Dia melanjutkan, rata-rata, perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel di Kecamatan Batu Putih, tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3.
“Sebenarnya, izin kelola limbah B3 ini itu wajib dimiliki karena aturan pertambangan dan lingkungan itu sendiri mewajibkan. Sementara, sekarang itu diabaikan. Padahal semua harus berdasar ke sana,” ujarnya.
Sebenarnya, terkait dengan pencemaran lingkungan dan menurunnya hasil tambak warga, pihak perusahaan dalam hal ini PT. Kasmar Tiar Raya sudah memberikan kompensasi kepada penambak.
Salah satunya, narasumber kendarinesia/kumparan, Nang. Ia mengaku sudah diberi kompensasi oleh perusahaan tambang. Namun, jumlah kompensasi yang diberikan tidak sepadan dengan penghasilan tambaknya.
ADVERTISEMENT
Peusahaan memberi kompensasi sebesar Rp 400 ribu. Metode pembayarannya, setiap satu tongkang pengangkut ore keluar dari jeti perusahaan, penambak berhak atas kompensasi sebanyak Rp 400 ribu.
“Kalau kita bandingkan dengan hasil kita dulu-dulu, itu jauh bedanya. Tapi sekarang kita mau apa lagi. Sudah beginilah kondisinya. Untung juga ada biar sedikit,” jelas Nang.