Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bagaimanakah Penilaian Climate Action Tracker (CAT) terhadap Indonesia?
11 Desember 2024 15:24 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Khayla Zahraenisa Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa itu Climate Action Trecker (CAT)?
Perubahan iklim merupakan suatu tantangan global yang tidak dapat diabaikan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kontribusi emisi yang signifikan, tentunya menjadi sorotan dalam evaluasi aksi iklim internasional. Climate Action Tracker (CAT) adalah lembaga yang memonitor aksi iklim negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Lembaga ini memberikan penilaian penting yang dapat menjadi cerminan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi perubahan iklim. Memantau komitmen negara-negara dalam mencapai target Paris Agreement yaitu membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5°C. Climate Action Tracker (CAT) memberikan kategori penilaian seperti Critically insufficient (Sangat jauh dari target), Highly insufficient (Tidak Cukup memenuhi target), Insufficient (Masih kurang memadai pencapaian target), 2°C compatible, dan 1,5°C compatible.
ADVERTISEMENT
Apakah penilaian CAT terhadap Indonesia?
Berdasarkan laporan terbaru CAT yang dilansir dari situs resmi ClimateActionTracker pada bulan November 2023, penilaian terhadap target Nationally Determined Contributions (NDC) di Indonesia masuk dalam kategori Critically Insufficient, meskipun dengan pembaruan target pada bulan September 2022 yang meliputi: meningkatkan target tanpa syarat dari 29% menjadi 32% di bawah Business-as-usual (BAU) dan target dengan syarat dari 41% menjadi 43% di bawah Business-as-usual (BAU), termasuk emisi dari LULUCF. Hal ini justru menunjukkan bahwa langkah-langkah yang diambil untuk mencapai target Paris Agreement masih sangat jauh. Kebijakan yang ada pada saat ini tidak cukup membantu menjaga kenaikan suhu global di bawah 2°C bahkan 1,5°C. Indonesia masih perlu menghasilkan energi terbarukan sekitar 50% - 80% pada tahun 2030 untuk mencapai suhu global 1,5°C. Salah satu alasan paling utama yang menjadi kendala adalah ketergantungan terhadap penggunaan batu bara sebagai sumber energi utama dan masih mendominasi.
ADVERTISEMENT
Mengapa kita perlu memperhatikan penilaian CAT?
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kontribusi emisi yang sangat besar, terutama dari sektor perubahan tata guna lahan dan kehutanan LULUCF serta ketergantungan terhadap penggunaan batu bara. Kebijakan iklim di Indonesia memengaruhi komitmen global terhadap mitigasi perubahan iklim. Terlebih lagi, mengingat bahwa dampak perubahan iklim sangat nyata. Meningkatnya suhu di muka bumi, banjir yang sering terjadi khususnya bagi penduduk yang tinggal di wilayah pesisir, dan kerusakan ekosistem lainnya kian menjadi ancaman. Transisi energi yang lambat juga berdampak buruk pada ekonomi dan kesehatan masyarakat, seperti risiko kematian yang diakibatkan oleh polusi udara.
Penilaian CAT bukan hanya sekadar kritik atau akhir dari segala bentuk upaya pencegahan perubahan iklim. Akan tetapi sebagai peluang besar untuk intropeksi agar mampu mengatasi tantangan dan memperbaiki kebijakan iklim di Indonesia. Jika berhasil, maka bukan hanya reputasi internasional yang meningkat, tetapi juga terjaminnya keberlangsungan kehidupan generasi mendatang.
ADVERTISEMENT
Melalui penilaian CAT dapat kita jadikan cerminan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah sekaligus dorongan untuk melakukan diskusi publik tentang langkah yang harus diambil dalam menghadapi isu lingkungan ini.
Apa yang harus dilakukan?
Indonesia memiliki potensi besar untuk memperbaiki penilaian CAT dengan meningkatkan ambisi serta transparasi dalam target dan kebijakan iklim, mengurangi penggunaan energi yang bergantung pada batu bara dan dengan sumber daya alam yang melimpah mendukung kemaksimalan potensi energi terbarukan.
Selanjutnya, komitmen politik dan investasi yang konsisten sangat diperlukan. Begitu pula dengan implementasi yang efektif dan dukungan internasional untuk mendukung transisi energi. Pengelolaan terhadap dana Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diterima oleh Indonesia pun perlu diarahkan untuk mendukung pembaruan secara konkret. Selain itu, pemerintah tentunya harus memperbaiki skenario dari Business-as-usual (BAU) yang saat ini tidak realistis dan jauh dari kondisi kebijakan terkini.
ADVERTISEMENT
Transisi energi bukanlah hal yang mustahil, terlebih lagi untuk negara Indonesia yang memiliki sumber daya melimpah. Kita tentunya memiliki peluang seperti negara Vietnam yang telah berhasil dalam meningkatkan energi surya. Namun, komitmen politik yang kuat dan kebijakan yang konsisten sangat diperlukan untuk merealisasikan potensi ini. Tanpa adanya langkah nyata, Indonesia berisiko besar akan tertinggal menuju energi hijau.