Konten dari Pengguna

Menuju Ketahanan Pangan: Integrasi IoT untuk Mencapai SDGs dalam Pertanian

Kiki Yulianto
Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Andalas.
12 Juni 2024 9:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kiki Yulianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SDGs (Sustainable Development Goals) adalah sebuah program pembangunan berkelanjutan yang terdapat 17 tujuan dengan 169 target terukur. Program ini merupakan agenda pembangunan dunia untuk kesejahteraan manusia dan bumi. Salah satu tujuannya yaitu zero hunger (Tanpa Kelaparan) untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan. Sektor pertanian merupakan penopang ketahanan pangan sangat vital untuk mencapai tujuan tersebut. Indonesia masih belum bisa menciptakan kestabilan ketahanan pangan Nasional. Menurut Global Food Security Index (GFSI), index ketahanan pangan Indonesia pada tahun 2022 berada pada level 60,2. Meskipun lebih tinggi dibanding 2 periode sebelumnya, ketahanan pangan Indonesia masih di bawah rata-rata global yaitu 62,2.
17 tujuan SDGs, Foto: The United Nations Sustainable Development Goals
Dalam sektor pertanian, sosok yang paling utama yaitu petani. Mayoritas para petani Indonesia, masih menggunakan sistem monitoring dan pengelolaan lahan pertanian konvensional dengan mengandalkan tenaga manusia. Dampak pertanian konvensional ini menyebabkan penggunaan logistik pertanian yang tidak terukur, pengambilan keputusan yang lambat, dan sulit memprediksi kondisi pertanian dimasa yang akan datang. Sehingga mengakibatkan pertanian kurang produktif dan efisien. Bahkan untuk transaksi penting hasil panen para petani masih dilakukan secara tradisional, sehingga sering kali petani dirugikan. Sehingga pertanian kurang maksimal dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kestabilan harga pangan di pasaran juga sangat penting untuk ketahanan pangan nasional. Berdasarkan data BPS (2020), Margin Pendapatan Pengangkutan (MPP) komoditas pangan pokok masih tinggi. Tingginya MPP disebabkan karena panjangnya rantai distribusi dan tingginya tingkat kerusakan komoditas yang menyebabkan distributor membebankan biaya yang besar. Panjangnya rantai distribusi ini dikarenakan pedagang belum terkoneksi langsung terhadap produsen, inilah yang menyebabkan disparitas harga pangan di pasaran menjadi tinggi.
Pendistribusian yang tidak lancar karena masalah transportasi dan konektivitas antar wilayah turut mempengaruhi disparitas harga, dimana pada saat musim panen, di wilayah sentra produksi harganya jatuh, meskipun di wilayah non-sentra harganya masih tinggi. Selain itu, akses terhadap informasi harga dan pasokan di setiap wilayah belum terbuka secara meluas. Akses informasi yang terbatas menyebabkan spekulasi dan disparitas harga antara konsumen dan produsen, serta antar wilayah.
Ilustrasi penerapan teknologi pertanian, foto: Canva
Di era digitalisasi dan terus meningkatnya pengguna internet di Indonesia, ini merupakan peluang untuk menerapkan Internet of Things (IoT). Internet of Things merupakan solusi sistematis untuk meningkatkan produktivitas serta keberlanjutan pertanian dari hulu ke hilir. Dengan menganalisa data dari input sensor IoT pada lahan pertanian, sehingga dapat melakukan monitoring dan controlling kondisi lahan pertanian secara real time melalui internet yang dapat diakses dari mana saja. Kemudian data pertanian akan masuk ke database sebagai bahan analisis untuk evaluasi pengelolaan pertanian.
ADVERTISEMENT
Kemudian untuk mengurangi disparitas harga hasil pertanian antar produsen dan konsumen serta antar wilayah, yang disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi. Oleh karena itu, perlu menghubungkan antara produsen dan konsumen (pedagang) serta menghubungkan antar wilayah, hal ini dapat dilakukan dengan internet. Dengan menciptakan sebuah platform marketplace agar konsumen bisa langsung belanja pada distributor, sehingga mampu mengatasi disparitas harga yang cukup tinggi. Dengan menggunakan IoT akan membuat akses terhadap informasi seputar pertanian semakin luas sehingga membuat para pelaku di sektor pertanian dapat membuat kebijakan yang strategis untuk pertumbuhan dari segi bisnis, produktivitas hasil pertanian, dan keterjangkauan akses.
Menurut laporan Mercy Corps dan Rabobank, terdapat 55 teknologi digital pertanian di Indonesia. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa 60% teknologi digital pertanian menyasar pada informasi digital seperti informasi pasar atau harga. Sebanyak 40% lainnya fokus ke akses pasar dan hampir sepertiganya menyasar area rantai pasok dan pengelolaan data, sementara sisanya ke jasa keuangan pada pertanian dan mekanisasi pertanian.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan "Zero Hunger" (Tanpa Kelaparan), Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam sektor pertanian. Ketahanan pangan yang masih belum stabil, disparitas harga pangan, dan sistem pertanian konvensional yang mendominasi adalah beberapa masalah yang perlu diatasi. Artikel ini mengusulkan bahwa solusi yang mungkin adalah mengadopsi teknologi Internet of Things (IoT) untuk memantau dan mengoptimalkan pertanian, serta memanfaatkan internet untuk menghubungkan produsen dan konsumen serta antar wilayah. Terdapat potensi besar dalam penerapan teknologi digital pertanian, yang dapat membantu meningkatkan produktivitas, ketahanan pangan, dan kualitas hidup bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian, perubahan yang strategis dalam sektor pertanian melalui teknologi dan konektivitas dapat membawa negara ini lebih dekat menuju pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang diinginkan.
ADVERTISEMENT