Beda Sri Mulyani dan Faisal Basri soal Gas dan Rem Darurat di Masa Pandemi

7 Januari 2021 14:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom senior, Faisal Basri, di Gedung Bursa Efek Indonesia Foto: Ela Nurlaela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom senior, Faisal Basri, di Gedung Bursa Efek Indonesia Foto: Ela Nurlaela/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom senior Faisal Basri meminta semua kalangan untuk tidak lagi menggunakan istilah gas dan rem darurat, dalam kebijakan penanganan pandemi COVID-19. Sikap itu diungkapkan Faisal Basri, karena penanganan pandemi COVID-19 terkait masalah nyawa manusia.
ADVERTISEMENT
"Mohon dengan sangat, jangan lagi pakai istilah gas dan rem. Nyawa manusia jangan dijadikan trial and error alias coba-coba," tulis Faisal Basri di akun twitternya, Rabu (6/1).
Menurutnya, penyebaran virus corona bisa diprediksi dengan akurasi tinggi kalau datanya kredibel. Sehingga semua langkah kebijakan seharusnya terukur dan tidak ugal-ugalan seperti menginjak gas dan rem. Karenanya, kata Faisal Basri, kebijakan penanganan pandemi harus diambil berdasarkan ilmu pengetahuan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbincang dengan para siswa saat mengajar di SD Negeri 1 Kenari, Jakarta Pusat, Senin (4/11/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Jika berbasis ilmu pengetahuan dan data yang akurat/kredibel, segala langkah niscaya terukur. Gas dan rem itu cerminan ugal-ugalan dan miskin perencanaan," ujarnya.
Pada hari yang sama saat Faisal Basri mencuitkan permohonan tak menggunakan istilah gas dan rem darurat, Menteri Keuangan Sri Mulyani masih menyatakan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut, menyikapi pembatasan kegiatan yang dilakukan Pemerintah di sejumlah kota besar di Jawa dan Bali. Sri Mulyani mengakui kebijakan tersebut harus diambil Pemerintah agar perekonomian tak semakin buruk.
"Untuk itu, kebijakan gas dan rem yang diterapkan pemerintah akan sangat bergantung pada perkembangan kasus corona yang saat ini terus meningkat," kata Sri Mulyani.
Tangkapan layar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto saat saat menutup perdagangan bursa 2020 di Jakarta, Rabu. Foto: Citra Atmoko/ANTARANEWS
"Pasti (pembatasan) ada dampaknya kepada perekonomian. Namun kalau itu enggak dilakukan akan getting worse, maka perekonomian juga akan buruk," lanjut Sri Mulyani.
Terkait kebijakan pembatasan kegiatan yang akan diberlakukan 11-25 Januari 2021, Pemerintah akhirnya menggunakan istilah baru yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini diumumkan Menko Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto, pada Rabu (6/1) kemarin.
ADVERTISEMENT
Saat pengumuman, Airlangga hanya menyebut pembatasan, bukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang sudah berlaku sebelumnya. Lalu, pada acara diskusi di BNPB Kamis (7/1) pagi ini, diketahui istilah itu adalah PPKM.