Biar Merugi, Saham Uber Diramal Bakal Menguber Raksasa Wall Street

26 April 2019 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Wall Street Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wall Street Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Perusahaan transportasi online berbasis aplikasi, Uber, bakal menjual sahamnya di Wall Street (bursa New York). Meski mencatatkan kerugian selama beberapa tahun terakhir, kapitalisasi saham perusahaan yang sudah beroperasi 10 tahun itu, diramalkan bakal melampaui sejumlah raksasa bursa.
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya ke Security Exchange Committee (SEC) atau OJK-nya Amerika Serikat (AS), pada 2018 lalu Uber melaporkan pendapatan sebesar USD 11,3 miliar. Sementara angka kerugiannya pada tahun itu, sebesar USD 1,85 miliar atau sekitar Rp 16,3 triliun.
Kinerja keuangan Uber tahun lalu, pendapatannya naik 43 persen. Sementara angka kerugiannya turun dibandingkan 2017 yang sebesar USD 2,2 miliar atau sekitar Rp 31,2 triliun.
Di tengah catatan kerugian yang setara puluhan triliun rupiah itu, Uber pede menawarkan sahamnya di kisaran harga 44 hingga 50 dolar AS. Dengan harga itu, kapitalisasi pasar Uber diperkirakan akan mencapai USD 90 miliar atau lebih dari Rp 1.277 triliun.
Kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap), merupakan total nilai dari perkalian jumlah saham yang beredar dengan harganya pada suatu waktu tertentu.
ADVERTISEMENT
Sejumlah raksasa Wall Street, yang lebih dulu melantai daripada Uber, punya kapitalisasi di bawah Uber. Di antara saham-saham indeks S&P 500, kapitalisasi saham Uber itu melampaui emiten ternama seperti Caterpillar, General Electric, Morgan Stanley, bahkan DowDuPont.
Setelah tertunda dari jadwal semula tahun lalu, jika penawaran saham perdana Uber jadi dilakukan kali ini, disebut-sebut akan menjadi IPO terbesar. Tapi Uber sudah menyatakan, bahwa biaya operasional perusahaan akan meningkat secara signifikan dalam waktu dekat.
"Dan kemungkinan kami tidak bisa mencetak laba," tulis Uber dalam pernyataan ke SEC.
Tak heran jika ada analis pasar yang menilai, ambisi Uber sebagai hal yang menakutkan.
“Buat saya, kapitalisasi pasar Uber kalau benar sampai USD 100 miliar itu terlalu tinggi dan menakutkan,” kata Aswath Damodaran seperti dikutip dari CNBC.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar startup teknologi, memang sukses melantai di bursa, meski belum menghasilkan laba. Lyft yang go public pada April 2019 lalu, mencatatkan pendapatan USD 2,1 miliar namun kerugiannya mencapai USD 911 juta. Twitter juga rugi saat masuk ke bursa New York pada 2013.
Ilustrasi logo Uber Foto: Toby Melville/Reuters
Hal yang sama dialami Snap, Spotify, dan SurveyMonkey yang masuk bursa pada 2018. Semunya berdarah-darah.
Lantas apa yang membuat saham perusahaan-perusahaan itu diminati? Valuasi unicorn teknologi termasuk Uber ini didasarkan pada proyeksi laba masa depan. Karena kalau mengacu kinerjanya saat ini, hampir tidak ada yang untung.
"Saya pikir Lyft dan Uber sedang berjuang untuk mengubah pertumbuhan pendapatan menjadi keuntungan. Jadi, Anda membayar USD 100 miliar untuk perusahaan yang masih tidak memiliki model bisnis yang layak. Itu menakutkan," imbuh Aswath.
ADVERTISEMENT