Bos Sun Life Bicara soal Rendahnya Kesadaran Berasuransi di Indonesia

10 Januari 2020 17:18 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sun Life Financial. Foto: Argy Pradypta/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sun Life Financial. Foto: Argy Pradypta/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Direktur Sun Life Indonesia, Elin Waty berkempatan datang ke kantor redaksi kumparan. Ia tiba pada pukul 14.30 WIB, atau 30 menit sebelum agenda wawancara. Sambil berjalan terburu-buru, ia langsung menuju ruangan yang telah disiapkan. Saat semua telah siap, ia yang ditemani oleh jajaran Sun Life Indonesia langsung ditemui tim redaksi kumparan.
ADVERTISEMENT
Elin tampak berpenampilan rapi mengenakan gaun batik berwarna kuning cerah selutut dengan bunga-bunga bernuansa merah segar sebagai motifnya. Rambutnya terurai bergelombang dengan cat warna coklat mengkilap. Ia menyapa dengan ramah dan tegas.
Dengan sikap tenang, ia mendengarkan setiap pertanyaan yang diajukan. Wanita yang telah 25 tahun berkecimpung di dunia asuransi tersebut kemudian menjawab dengan detail dan sesekali memasukkan contoh dari jawaban yang disampaikan. Ia menjelaskan tentang profil bisnis Sun Life Indonesia, kesadaran berasuransi, hingga industri asuransi jiwa di Indonesia, termasuk soal pemanfaatan teknologi dan perkembangan asuransi syariah.
Menurutnya, asuransi bisa jadi alat penting yang berperan sebagai jaminan masa depan, tak melulu hanya soal kesehatan dan jiwa. Namun, ia membeberkan tak semua orang memiliki kesadaran atas manfaat asuransi tersebut. Sehingga penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih sangat rendah.
ADVERTISEMENT
Ia menceritakan, pengembangan asuransi saat ini masih terkendala kesadaran asuransi yang rendah di kalangan masyarakat. Indonesia bahkan katanya, menjadi yang terendah di kawasan ASEAN.
Menurutnya, rendahnya kesadaran asuransi pada tiap individu di Indonesia dipicu oleh tingkat inklusi dan edukasi yang masih minim. Meskipun, angka penetrasi asuransi masyarakat di Indonesia yang diurus secara kolektif oleh lembaga ada di kisaran 7 persen namun secara individu hanya 3 persen yang dengan kesadaran diri mengurus asuransi.
“(Kesadaran) individu (di Indonesia) cuma 3 persen. Malaysia misalnya 2 kali lipat dari kita. Kesadaran (asuransi) individu kita yang paling rendah di Asia Tenggara. (Karena) tingkat inklusi dan edukasi,” ujar Elin dalam program The CEO kumparan, di kantor kumparan, Jakarta Selatan, Selasa (7/1).
Presiden Direktur Sun Life Indonesia Elin Waty Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Padahal menurut perempuan Indonesia pertama yang jadi CEO di perusahaan multinasional asal Kanada tersebut, Indonesia dengan penduduk sebanyak 267 juta penduduk itu sebetulnya memiliki potensi yang besar. Saking besarnya, pasar asuransi Indonesia bahkan menjadi bidikan perusahaan asuransi global.
ADVERTISEMENT
“Makanya (sebetulnya) perusahaan asuransi (global) ingin masuk ke Indonesia,” sambung dia.
Indonesia yang kini mengalami pertumbuhan signifikan atas masyarakat kelas menengahnya, masih belum banyak yang memandang asuransi sebagai prioritas kebutuhan utama. Meskipun, asuransi kini sebetulnya telah makin beragam, bahkan sudah banyak yang memiliki fitur investasi.
Di Sun Life yang ia pimpin misalnya, ada banyak tawaran produk yang menjadi unggulan. Misalnya saja, asuransi jiwa, kesehatan, penyakit kritis hingga kecelakaan dan cacat tubuh. Selain itu, Sun Life juga memberikan berbagai produk layanan asuransi, investasi, hingga jaminan hari tua.
Sun Life Financial Indonesia berdiri sejak tahun 1995, menyusul kesuksesan Sun Life Financial di Amerika Utara, Hong Kong, dan Filipina. Di Indonesia, Sun Life masih didominasi oleh kalangan usia 40 tahun sementara sebagian lainnya milenial tua sekitar 30-an tahun.
ADVERTISEMENT
“Kalau generasi Z ada, tapi kan mereka kebanyakan yang diuruskan oleh orang tua biasanya,” katanya.
Teknologi Belum Mampu Bujuk Orang Beli Asuransi
Ilustrasi Asuransi Foto: Pixabay
Teknologi informasi dan komunikasi yang kini berkembang pesat, belum mampu untuk membujuk orang membeli premi asuransi. Elin mengakui itu.
Sebab di industri asuransi, perempuan yang pernah terjun di bagian sales asuransi itu, tidak bisa sepenuhnya dialihkan ke teknologi. Utamanya bagi pasar Indonesia yang bahkan market share-nya ada di kisaran angka 3,5 hingga 3,7 persen.
Menurutnya, teknologi selama ini sebagai pelengkap untuk mempermudah pelayanan terhadap pelanggan. Seperti, adanya My Sun Life Indonesia sebagai aplikasi nasabah yang memberikan informasi mengenai produk dan layanan serta pengajuan klaim asuransi secara langsung. Aplikasi ini, relatif lebih memudahkan pelanggan di era digital terlebih bagi kalangan milenial.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya optimalisasi tren digital, Sun Life kini juga coba menggandeng LinkAja. Dompet digital milik BUMN itu, kemudian menjadi kanal pemasaran perusahaan asuransi. Namun, hingga kini kontribusi penjualan premi via digital masih kecil.
Ia tak menyangkal upaya untuk menyentuh pelanggan asuransi masih bergantung pada interaksi secara langsung dalam pemasaran dan pelayanan. Hal itu dibuktikan dengan uji coba pemasaran di berbagai tempat, ternyata yang lebih banyak laku terjual ialah asuransi yang dipasarkan secara face to face langsung kepada pelanggan.
“Produk investasi di digital tantangannya masih besar. Masih perlu kombinasi teknologi dan peran agen (asuransi),” ujar Elin.
Produk Asuransi Syariah untuk Semua Kalangan
Kebutuhan masyarakat terhadap produk halal atau berbasis syariah terus meningkat. Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
Elin mengaku menjadi penggerak adanya pengembangan produk asuransi syariah yang notabene identik dengan identitas umat Islam. Padahal, dirinya tidak berasal dari latar belakang agama Islam.
ADVERTISEMENT
Namun begitu, baginya, syariah adalah untuk semua: baik umat Islam ataupun non-Islam. Itulah konsep yang ia terapkan dalam pengembangan produk asuransi syariah di Sun Life Financial Indonesia. Meski tak menafikan sentimen soal agama tetap ada, namun ia menilai konsumen yang bersifat rasional tetap lebih dominan.
“Pernah ada survey produk syariah di Indonesia. Hasil survey-nya, 10 persen orang akan membeli asuransi hanya karena ia produk syariah. Dan 10 persen lainnya justru tidak mau membeli asuransi, karena ia syariah. Nah, 80 persennya floating market. Jadi, agama enggak ada (menjadi pengaruh) perubahan,” jelas Elin.
Lanjut Elin, potensi asuransi syariah memang tetap harus digarap ke depan. Hal itu dibuktikan tidak hanya asuransi syariah yang dikerjakan oleh Sun Life, namun kini perseroannya juga telah merintis wakaf investment.
ADVERTISEMENT
“Kita (sudah) datang dengan ide, datang ke DSN MUI (Dewan Sertifikasi Nasional Majelis Ulama Indonesia), disetujui,” kata dia.