BPS Buka Suara soal Bank Dunia Sebut 60,3 Persen Penduduk RI Miskin

30 April 2025 18:53 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masyarakat Jakarta yang tinggal di bantaran kali. Foto: REUTERS/Beawiharta
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat Jakarta yang tinggal di bantaran kali. Foto: REUTERS/Beawiharta
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) buka suara soal rilis data World Bank atau Bank Dunia mengenai angka kemiskinan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook Bank Dunia edisi April 2025, jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin pada 2024 mencapai 171,9 juta atau mencapai 60,3 persen.
Bank Dunia menetapkan ambang batas kemiskinan upper middle income country atau negara berpendapatan menengah ke atas adalah dengan pengeluaran sebesar USD 6,85 per kapita per hari, atau sekitar Rp 113.835 dengan kurs dolar hari ini Rp 16.618.
"Kita perlu bijak dalam memaknai angka yang disampaikan oleh Bank Dunia mengenai kemiskinan Yang 60,3 persen itu," ujar Kepala BPS Amalia Adininggar di Istana Negara, merespons data tersebut, Rabu (30/4).
Amalia menjelaskan, standar yang digunakan oleh Bank Dunia untuk memperoleh data 60,3 persen itu adalah dengan standar upper middle class sebesar USD 6,85 USD per kapita merupakan Purchasing Power Parity (PPP) tahun 2017.
ADVERTISEMENT
"Artinya kita tidak bisa langsung mengkonversi dengan nilai tukar saat ini, karena itu adalah nilai tukar PPP dengan besiar 2017, Makanya angka konversinya akan berbeda," sambungnya.
Kedua, kata Amalia, Bank Dunia juga menyampaikan global poverty line yang ditetapkan oleh Bank Dunia itu tidak serta merta langsung harus diterapkan oleh masing-masing negara.
Menurutnya, masing-masing negara itu harus bisa memiliki national poverty line atau garis kemiskinan di negara masing-masing yang diukur sesuai dengan keunikan maupun karakteristik dari negara tersebut.
Selain itu, BPS juga menyampaikan soal penghitungan garis kemiskinan Indonesia juga tidak sama untuk tiap provinsi. Sehingga untuk menghitung angka kemiskinan, basisnya bukan national poverty line, tetapi angka kemiskinan di masing-masing provinsi.
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian, kita bisa menunjukkan bahwa standar hidup di provinsi DKI tidak akan sama dengan standar hidup di provinsi misalnya Papua Selatan," ujarnya.