Capres Prabowo Janji Indonesia Tak Akan Impor BBM Lagi, Apa Mungkin?

25 November 2023 11:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
Capres Prabowo Subianto memberikan sambutan pada dialog publik PP Muhammadiyah yang hadiri oleh Prabowo Subianto di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jumat (24/11/2023). Foto: Youtube/tvMu Channel
zoom-in-whitePerbesar
Capres Prabowo Subianto memberikan sambutan pada dialog publik PP Muhammadiyah yang hadiri oleh Prabowo Subianto di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jumat (24/11/2023). Foto: Youtube/tvMu Channel
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto mengungkapkan janji atau komitmennya bahwa Indonesia tak akan meng-impor BBM (Bahan Bakar Minyak) lagi. Hal itu disampaikan Capres dari Koalisi Indonesia Maju tersebut dalam Dialog Publik di Universitas Muhammadiyah Surabaya.
ADVERTISEMENT
Dalam salah satu bagian paparannya, Ketua Umum Partai Gerindra itu mengungkapkan sikapnya yang tidak menentang perdagangan bebas. Tapi hal itu juga harus dilakukan dalam hubungan yang setara dan playing of field yang seimbang.
Untuk bisa punya daya tawar di pasar global yang kuat, Prabowo menyatakan komitmennya jika terpilih jadi Presiden akan mewujudkan swasembada tiga kebutuhan utama. Termasuk swasembada energi.
"Saudara-saudara hasil cepat di antaranya kita harus swasembada pangan, swasembada air, swasembada energi," kata Prabowo dalam acara yang berlangsung Jumat (24/11).
Terkait swasembada energi, Prabowo pun menegaskan janjinya untuk tidak lagi mengimpor BBM.
Indonesia Negara Pengimpor Minyak
Antrean sepeda motor di SPBU Semarang mengular panjang usai kenaikan harga BBM, Sabtu (3/9/2022). Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Selama ini Indonesia memang merupakan negara pengimpor minyak, karena produksi dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Konsumsi minyak Indonesia berkisar antara 1,4 juta hingga 1,6 juta barel per hari. Sementara produksinya hanya berkisar antara 600.000 hingga 700.000 barel per hari.
ADVERTISEMENT
Pada 2022 misalnya, kebutuhan minyak Indonesia mencapai 1,585 juta barel per hari. Sementara produksi pada tahun yang sama hanya 612.300 barel per hari. Artinya, masih ada 972.700 barel minyak yang masih harus diimpor setiap harinya untuk menutupi kebutuhan dalam negeri.
Untuk menekan impor BBM, Indonesia mengembangkan biodiesel sejak 2006 dengan bahan baku utama sawit. Berawal dengan campuran 2,5 persen (B2,5) Fatty acid methyl ester (FAME) pada bahan bakar solar. Sejak Mei 2023, Kementerian ESDM mulai menguji coba B40. Pemerintah berambisi bisa mewujudkan Biodiesel B100.
Selain minyak sawit, sejumlah minyak nabati lain yang bisa dijadikan campuran untuk mensubtitusi minyak fosil adalah singkong, jagung, juga tebu. Tiga jenis komoditas pertanian itu bisa menghasilkan bioethanol, yang dijanjikan Prabowo akan menghentikan sama sekali impor BBM Indonesia.
ADVERTISEMENT

Beda Narasi Prabowo dengan Erick Thohir

Prabowo dan Erick Thohir saksikan Piala Dunia U-17 Foto: kumparan
Janji Capres Prabowo Subianto mengembangkan BBM Hijau untuk menggantikan BBM fosil termasuk dari impor, masih perlu diuji lebih lanjut. Karena sejumlah studi dan proyeksi menunjukkan kebutuhan minyak dunia termasuk di Indonesia, masih tinggi dan belum bisa sepenuhnya digantikan minyak nabati.
Hal itu juga diungkapkan Menteri BUMN, Erick Thohir. Di tengah tren kenaikan harga minyak dunia, pemerintah memang terus mendorong pengembangan transisi energi, termasuk penggunaan biofuel dan pengembangan kendaraan listrik.
Meski demikian, Erick mengatakan transisi energi itu tak serta-merta bisa menurunkan impor BBM.
“Negara yang impor crude oil itu bukan berarti dengan adanya kebijakan pemerintah atau kesepakatan bersama bahwa mobil listrik itu akan dimaksimalkan di indonesia, sehingga kalau targetnya 50 persen terjadi," ujar Erick saat ditemui di Hotel Fairmont Senayan, Selasa (4/7/2023).
ADVERTISEMENT

Biofuel Belum Bisa 100% Menggantikan BBM

Pelepasan uji jalan B40 di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/7/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Sementara itu, sebuah studi bertajuk 'The Effect of Biofuels on Crude Oil Markets' yang dimuat di Jurnal Ekonomi dan Manajemen Agrobioteknologi AgBioForum, tak sejalan dengan paparan Prabowo.
Studi tersebut dilakukan oleh Gal Hochman, professor dari Department of Agricultural, Food, and Resource Economics di Rutgers University, New Jersey; Deepak Rajagopal, professor dari the UCLA (University California, Los Angeles) Institute of the Environment and Sustainability; Dan David Zilberman, professor di the Agricultural and Resource Economics Department UCLA.
Mereka mengukur dampak biofuel terhadap pasar minyak global. Studi dilakukan dengan model 'Kartel Negara', di mana ada negara-negara yang menjadi produsen utama minyak dunia. Mereka ini menjadi penentu harga minyak global. Sementara negara pengimpor (pembeli) hampir tidak punya kendali terhadap penentuan harga komoditas itu.
ADVERTISEMENT
Dari studi tersebut, pengenalan biofuel telah menurunkan harga bahan bakar internasional antara 1,07 persen hingga 1,10 persen. Pada saat yang sama, juga mengurangi konsumsi bahan bakar fosil (bensin dan solar) yang dikonsumsi oleh negara-negara pengimpor minyak antara 0,3 persen hingga 0,7 persen.
"Namun, jumlah konsumsi bahan bakar global (bensin, solar, dan biofuel) justru meningkat antara 1,5 persen-1,6 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun penggunaan biofuel mengubah komposisi bahan bakar yang dikonsumsi, hal ini juga meningkatkan konsumsi bahan bakar global," demikian dinyatakan dalam penelitian tersebut.
Kajian Dewan Energi Nasional (DEN) juga menunjukkan pengembangan energi terbarukan (EBT) termasuk minyak nabati sebagai pengganti BBM, tidak serta-merta menurunkan kebutuhan minyak nasional. Pada 2021 kontribusi minyak dalam bauran energi mencapai 32 persen atau setara 210 juta ton setara minyak (MTOE). Sisanya dipasok batu bara (37 persen), gas (19 persen), dan EBT (12 persen).
ADVERTISEMENT
Pada 2025, kontribusi minyak dalam bauran energi memang diproyeksi menurun jadi 25 persen. Tapi secara absolut angkanya meningkat jadi 400 MTOE. Sementara kontribusi EBT naik tipis jadi 23 persen. Sedangkan batu bara (30 persen) dan gas (22 persen).
Pada 2050 proyeksi DEN menunjukkan kontribusi minyak dalam bauran energi sebesar 20 persen, secara absolut naik lebih dari dua kali lipat dalam 25 tahun jadi 1.000 MTOE. Sedangkan kontribusi batu bara (25 persen), gas (24 persen) dan EBT (31 persen).