Curhat UMKM di Balik Kemeriahan Jualan di TikTok Shop

7 Juli 2023 20:03 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TikTok Shop. Foto: Ascannio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
TikTok Shop. Foto: Ascannio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
TikTok Shop, fitur belanja online yang ada di aplikasi TikTok bagai magnet kuat untuk penjual alias seller UMKM mencari cuan. Dengan banyaknya konten hiburan yang dibalut kemudahan berbelanja dalam satu platform, menjadikan TikTok banyak dilirik penjual, content creator, dan calon pembeli.
ADVERTISEMENT
Fitur TikTok Shop pertama kali meluncur di Indonesia April 2021. Ciri khasnya ada ‘keranjang kuning’. Sebelum ada fitur Shop sendiri, di fitur Keranjang Kuning ini dulu para seller bebas menyematkan link toko mereka di web atau e-commerce lain. Tapi setelah meluncurkan TikTok Shop, keranjang kuning untuk link eksternal dimatikan.
Para penjual bisa menyematkan produk di keranjang tersebut dalam setiap konten live streaming mereka. Jika penonton (views) tertarik, langsung klik barang yang ada di keranjang kuning hingga proses pembayaran. Sama seperti belanja di e-commerce.
Kemudahan fitur ini disambut baik pelaku UMKM. Misalnya Nurul, produsen sekaligus penjual fashion muslim di Jakarta ini mengaku terbantu dengan adanya TikTok Shop.
Kepada kumparan dia bercerita, sebelum berjualan online di TikTok Shop, juga di dua e-commerce lain.
ADVERTISEMENT
Buyer-nya di TikTok tuh kayak lebih impulsif aja buat beli barang dibanding platform lain,” kata Nurul kepada kumparan, Kamis (6/7).
Nurul mengamati, pembeli di TikTok jauh impulsif karena konten jualan yang dibikinnya viral alias masuk For Your Page (FYP), termasuk saat live streaming. Dia pernah melakukan sesi jualan siaran langsung yang ditonton 5.000 views akun, langsung ada pesanan 50 barang.
TikTok Shop. Foto: farzand01/Shuttersock
“Karena kalau pas konten kita masuk FYP, orang-orang cenderung langsung impulsif belanja, soalnya kalau kita suka barang di TikTok dan skip atau tunggu nanti, biasanya enggak muncul lagi konten produknya,” lanjut dia.
Tapi tak selamanya jualan di TikTok indah. Nurul mengaku jualannya saat live streaming pernah tiba-tiba drop jadi cuma di bawah 10 barang karena jumlah penontonnya turun ke 900-an views. Padahal sebelumnya rata-rata 5.000 views. Dia mengaku bingung apa yang menjadi faktor kontennya FYP atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Menurutku TikTok lebih sensitif. Karena kebijakan soal pelanggaran dan lainnya kurang jelas dan kurang bisa dipahami. Terutama soal kebijakan live streaming. Kenapa views live tiba-tiba naik, tiba-tiba drop? Ini enggak jelas banget,” tuturnya kepada kumparan.
Menurut Nurul, tidak ada kewajiban dari TikTok kepadanya untuk live setiap hari. Tapi disarankan untuk live streaming minimal 1 jam sehari supaya traffic tokonya naik.

Jumlah Barang Terjual Tiba-tiba Berkurang

Selain masih kesulitan memahami algoritma TikTok, Nurul juga akhir-akhir ini dibikin pusing dengan jumlah barang yang terjual. Dia mengaku statistik penjualan di TikTok tiba-tiba hilang sehingga ada ratusan barang yang sudah terjual, tidak terhitung di mesin TikTok Shop. Otomatis, dia tidak mendapatkan uang pembayaran dari barang tersebut.
Ilustrasi Online Shop. Foto: Getty Images
Setelah kejadian itu, Nurul baru tahu bahwa menghapus salah satu variasi produk karena barangnya sudah habis (sold out), artinya jumlah barang terjual juga akan hilang alias tidak masuk statistik akun TikTok Shop-nya.
ADVERTISEMENT
Aturan tersebut sangat beda dengan e-commerce lain. Meski produk yang sudah laku dan habis terjual itu dihapus dari etalase toko, sebanyak apa pun jumlahnya, tidak akan berpengaruh pada jumlah catatan penjualan.
“Misal 1.000 pieces udah terjual dan kita mau ilangin salah satu variasi yang sold out ini, tetap 1.000 pieces penjualan tampil di statistik e-commerce lain,” terangnya.
Meski sudah rugi, Nurul memilih tidak komplain ke TikTok. Alasannya, karena costumer service TikTok tidak solutif setiap dia mengajukan keluhan penjualan.
“Tiap komplain masalah cuma dikasih link edukasi aja. Enggak dibantu cek account apa-apa,” terangnya.

Pembayaran Transaksi Lama

Masalah lain adalah pembayaran dari TikTok yang lama cair. Waktu terlama yang pernah dirasakan lebih dari enam hari setelah barang itu diterima pembeli. Pembayaran yang telat ini mengganggu arus kas usahanya, apalagi buat UMKM seperti dia yang perputaran uangnya belum banyak.
ADVERTISEMENT
Return uangnya lama banget. Kadang lelet 1-2 hari baru cair. Di TikTok ada tanggal return uang, nah kadang di hari yang harusnya cair jadi telat 1-2 harian. Pernah sampai enam hari,” kata dia.
Jumlah barang yang hilang dan pembayaran dari TikTok juga dirasakan Rini. Pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim di Cimahi, Bandung, ini mengaku pernah kehilangan jumlah barang terjual. Alasan TikTok ke dirinya sama seperti Nurul, karena mengubah harga produk. Sejauh ini komplainnya diterima dengan baik oleh TikTok Shop.
“Seharusnya sudah laku 30 barang, di TikTok Shop tertulisnya cuma laku 22 barang,” ujarnya.
Dia juga mengeluhkan barang yang tak diangkut ekspedisi mitra TikTok yaitu JNT. Kata dia, tak semua JNT mau menerima barang dari TikTok Shop, jadi saat pembelian ramai seperti saat Lebaran, tak ada yang mau mengambil. Jadi pengiriman barang lama.
ADVERTISEMENT
Lamanya pencairan dana di TikTok sebelumnya juga banyak meresahkan penjual dan viral di media sosial. Salah satu akun di TikTok, @tokorizkyfamily, dalam kontennya menyatakan pesanan yang masuk di atas 200 barang per hari. Namun menurutnya, pencairan dana di TikTok memakan waktu yang cukup lama.
“Ada yang ngalamin hal yang sama ga? Galau dana TikTok cairnya lama banget!!!!” ujarnya seperti dikutip kumparan dari akun TikTok @tokorizkyfamily. "Siapa sih yang ga seneng orderan banyak terus. Tapi kalo saldo cair lama jadi pusing bestiee,” tambahnya.
Selain itu, para pedagang juga mengeluhkan pencairan hasil transaksi baru bisa dilakukan 2-3 minggu setelah dana berada di saldo akun.
“Kenapa di TikTok Shop pencairan dananya lama,” keluh akun @grosirjilbabkendal di platform TikTok.
ADVERTISEMENT
Hal serupa dialami oleh akun @AneiraAleaZ. “Ternyata pencairan uang di TikTok Shop itu lama banget ya. Pesanan udah selesai juga uang tetep ditahan. Jadi gimana ini buat perputaran modalnya? Nyari modal ke mana lagi ini,” keluhnya.
Pedagang juga dibikin resah karena akun jualannya yang ditangguhkan alias shadowban oleh TikTok. Keluhan ini ramai di Twitter. Bahkan baru-baru ini, Walikota Solo Gibran Rakabuming, mencuit soal shadowban dengan emoticon menangis. Cuitan itu langsung ramai direspons pengguna TikTok yang juga mengalami hal serupa.
Jika sudah kena shadowban, traffic konten jualan si pedagang langsung turun drastis. Penonton dan yang menyukainya hanya sedikit.
Perlindungan Pemerintah ke Pelaku UMKM
Sistem yang dibuat TikTok Shop menjadi candu bagi para pedagang, tapi juga mengandung persoalan. Mulai dari algoritma hingga shadowban yang diterapkan. Algoritma TikTok menjadi ‘dewa’ karena sistem ini yang akan mengatur konten agar viral.
ADVERTISEMENT
Banyak faktor yang mempengaruhi konten tersebut banyak dilihat, mulai dari seringnya diunggah, banyak yang like, share, dan comment yang ujungnya mempengaruhi penonton untuk membeli produk tersebut. Skema penjualan seperti ini mirip dengan Amazon yang mempromosikan produk sendiri berdasarkan yang terpopuler.
Tapi keberadaan TikTok Shop dan algoritmanya dicurigai menjadi cara perusahaan itu mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China. Dengan mengetahui kebutuhan dan permintaan pasar yang tinggi, produsen bisa menyiapkan pasokan barangnya.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, ikut mencemaskan terganggunya pasar produk UMKM lokal di dalam negeri, oleh produk impor. Terutama setelah adanya kecurigaan soal Project S TikTok Shop, yang meng-collect data market intelligent dan perilaku konsumen di suatu negara.
ADVERTISEMENT
TikTok, kata Teten, saat ini sedang didefinisikan sebagai social-commerce. Bukan hanya sebagai media sosial, karena TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat mempromosikan penawaran barang dan/atau jasa sampai dengan melakukan transaksi.
Mengutip studi yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) pada 2021, dia menyebut hanya 25 persen hijab yang diproduksi oleh pengusaha lokal. Sementara mayoritas 75 persen sudah dikuasai oleh produk impor. Padahal, masyarakat Indonesia menghabiskan USD 6,9 miliar untuk membeli 1,02 miliar hijab setiap tahun.
Masih mengutip studi yang sama, Teten menuturkan, porsi produk lokal yang berada di salah satu pasar terbesar di Indonesia, Tanah Abang, juga terus menurun sejak awal tahun 2000 dari 80 persen menjadi 50 persen di 2021.
ADVERTISEMENT
"Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," kata Teten, Kamis (6/7).
Karenanya mantan Kepala Staf Kantor Presiden (KSP) itu mendorong revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). “Revisi ini diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh kecurigaan hadirnya Project S TikTok Shop,” ujarnya.
Kemenkop dan UKM, lanjut dia, telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, serta kementerian dan lembaga terkait. Bahkan menurutnya, juga sudah mengirimkan secara resmi draft perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag.
Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki di Smesco, Rabu (5/7/2023). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Sementara itu TikTok Indonesia kepada kumparan menyatakan Project S merupakan fitur di dalam TikTok Shop di Inggris, bukan TikTok Shop di Indonesia. Dikonfirmasi soal pengumpulan data dan algoritma, mereka belum bisa memberikan tanggapan lebih jauh.
ADVERTISEMENT
Terkait Revisi Permendag, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, mengatakan revisi Permendag tersebut sudah selesai dan sedang dalam proses pencatatan di lembaran negara oleh Kementerian Hukum dan HAM.
“Revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 sudah selesai dan minggu ini dikirim ke Kementerian Hukum dan HAM. Saat ini sedang dibantu oleh Biro Hukum Kemendag untuk mempercepat proses antrean harmonisasi di Kemenkumham,” kata Isya Karim kepada kumparan, Kamis (6/7).
Dia menjelaskan proses revisinya memang membutuhkan waktu karena ada pengaturan ulang (drafting), mengingat lebih dari separuh substansi dalam Permendag berubah. Selain itu juga ada penambahan kewajiban bagi pelaku usaha PMSE, yang perlu penyesuaian terhadap penerapan sanksi dan mekanisme pengawasan.
“Hal ini untuk mempermudah Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran,” pungkas Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag itu.
ADVERTISEMENT