Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Daftar Proyek Migas Kebanggaan Jokowi yang Bakal Ditinggalkan Perusahaan Asing
6 Maret 2022 14:12 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Sejumlah perusahaan minyak dan gas (migas ) asing berencana hengkang dari Indonesia . Padahal pemerintah sudah merevisi aturan skema bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) dengan memperbolehkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas memilih skema cost recovery atau gross split agar lebih menarik.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan kumparan, proyek yang mereka tinggalkan bahkan ada yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN) kebanggaan Presiden Jokowi . Berikut rangkumannya, Minggu (6/3).
ConocoPhilips Jual Seluruh Asetnya ke Medco Energi
Kabar terbaru perusahaan migas yang hengkang dari proyek migas di Indonesia adalah ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd. (CIHL). Mereka menjual asetnya ke PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Seluruh saham yang dijual diterbitkan dari Phillips International Investments Inc., entitas anak perusahaan ConocoPhillips Company (COP).
ConocoPhillips Company merupakan sebuah perusahaan multinasional Amerika. CIHL memiliki saham ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL) secara keseluruhan, sebagai operator dari blok gas Corridor (Corridor PSC). Kepemilikan Corridor PSC terdiri dari 54 persen working interest dan 35 persen interest di Transasia Pipeline Company Pvt. Ltd. (Transasia).
ADVERTISEMENT
"Melalui Transasia, MedcoEnergi memiliki kepemilikan saham minoritas pada jaringan pipa gas yang menyuplai pelanggan di Sumatera Tengah, Batam, dan Singapura," tulis keterangan resmi MedcoEnergi yang diterima kumparan, Kamis (3/3).
Corridor PSC memiliki dua lapangan produksi minyak dan tujuh lapangan produksi gas berlokasi di onshore Sumatera Selatan, berdekatan dengan lokasi pengoperasian Medco Energi.
Chveron Pacific Indonesia Ingin Jual PI di Proyek IDD
Perusahaan lain yang bakal hengkang adalah Chevron Pacific Indonesia dari proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) fase dua yakni di Lapangan Gendalo-Gehem, Kutai, Kalimantan Timur. Keinginan ini sudah disampaikan perusahaan sejak 2020.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan Chevron Indonesia sudah membicarakan pelepasan hak partisipasinya (Participating Interest/PI) di proyek PSN ini dengan perusahaan migas asal Italia , Eni, tahun lalu. Namun, hingga kini belum juga ada kepastian.
ADVERTISEMENT
"Masih ada negosiasi antara Chevron dengan Eni. Eni menunjukkan minatnya yang serius karena 800 mmscfd yang ada di produksi di sana. Di kuartal I 2021 harap nego mereka bisa selesai," kata dia pada Januari 2021.
Di dalam proyek migas laut dalam ini, Chevron tercatat sebagai operator dan pemegang saham mayoritas sebesar 63 persen. Perusahaan asal Amerika Serikat ini berkonsorsium bersama mitra perusahaan patungan lainnya, yakni Eni, Tip Top, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), dan para mitra Muara Bakau.
Shell Upstream Overseas Ltd Ingin Lepas Blok Masela
Selain Chevron, perusahaan asing lainnya yang ingin pergi dari proyek migas Indonesia adalah Shell Upstream Overseas Ltd. Mereka mau melepaskan diri dari proyek Blok Masela yang juga masuk dalam PSN.
ADVERTISEMENT
Arifin mengatakan, untuk Shell yang akan melepas hak kelolanya di proyek Blok Masela, masih ditempuh mencari alternatif penggantinya. Meski begitu, Shell tapi komitmen memenuhi program kerja yang sudah sesuai Plan of Development (PoD).
"SKK Migas terus dukung kebutuhan-kebutuhan apa yang memang untuk persiapan proyek ini. Pemerintah tetap komit target operasi berpegang pada plan di 2027," kata Arifin tahun lalu.
Di proyek ini, Shell ingin melepas 35 persen hak partisipasinya. Namun, hingga Desember 2021, tak kunjung laku. Shell bermitra dengan migas asal Jepang, Inpex Corporation, yang merupakan pemegang hak partisipasi terbesar.
Proyek Blok Masela Menggantung 18 Tahun
Rencana kepergian Shell dari proyek Blok Masela dua tahun lalu cukup mengagetkan. Sebab nasib proyek ini sempat menggantung 18 tahun .
Pada Juli 2019 menjadi langkah baru proyek Blok Masela karena pemerintah yang saat itu diwakili oleh Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM akhirnya menandatangani revisi PoD Lapangan Abadi di Blok Masela yang diajukan Inpex.
ADVERTISEMENT
Lapangan Abadi memiliki cadangan gas terbukti sebesar 10,7 triliun kaki kubik (TCF). Targetnya, lapangan ini mulai memproduksi gas (on stream) antara tahun 2025-2030.
Penyebab Perusahaan Migas Asing Hengkang dari RI
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal, menjelaskan saat ini iklim investasi di sektor hulu migas Indonesia kalah menarik dari negara produsen migas lain. Dia berpendapat, kemudahan berinvestasi masih menjadi kendala.
"Di sisi lain, fiskal kita tidak begitu menarik dibanding yang lain, karena investor itu lihat banyak faktor. Pertama potensinya dulu, terus lihat bagaimana keekonomiannya, fiskalnya menarik enggak bagi perusahaan. Lalu bagaimana kemudahan investasinya," ujarnya saat dihubungi kumparan, Sabtu (5/3).
Hal tersebut yang membuat perusahaan migas internasional raksasa dengan portofolio bisnis yang sudah tersebar di banyak negara seperti Chevron, Shell, Total, dan ConocoPhillips berbondong-bondong menarik investasinya dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kita kan masih banyak kesulitan-kesulitan, misal di lapangan dari sisi sosial dan infrastruktur yang belum ada, terus dari sisi pemerintah daerah, mungkin banyak sekali peraturan yang harus diikuti, dan hal-hal yang bersifat non teknis sebenarnya," lanjut Moshe.
Selain itu, menurut Moshe, perusahaan-perusahaan tersebut juga melihat lapangan migas di Indonesia sudah mulai tua atau masuk fase natural decline. Dia mengatakan, produksi migas di Indonesia pun sudah semakin menurun sehingga tidak lagi menarik bagi investor asing.
Apalagi, lanjut dia, eksplorasi migas di Indonesia sudah mulai masuk ke daerah timur dengan infrastruktur yang tidak selengkap di Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi juga sudah banyak memasuki wilayah lepas pantai (offshore) yang biayanya sangat tinggi membebani para KKKS.
ADVERTISEMENT
"Dengan biaya tinggi, risiko juga lebih besar. Sementara dari sisi fiskal sejak tahun 2001 ada UU Migas baru banyak sekali insentif yang ditarik kembali oleh pemerintah. Pada akhirnya banyak KKKS yang ribut dan kembali sedikit demi sedikit," jelasnya.
SKK Migas Beri Penjelasan
Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Rinto Pudyantoro, menjelaskan alasan banyaknya perusahaan migas internasional mencabut investasinya dari Indonesia. Menurut Rinto, tidak hanya karena iklim investasi.
"Pertimbangan portofolio perusahaan juga berperan besar. Strategi portofolio menjadi pertimbangan apakah dana investasi ditaruh di Indonesia atau di negara lain. Mana yang lebih memberikan keuntungan bagi perusahaan," kata Rinto.
Tidak hanya itu, dia juga berpendapat upaya penerapan transisi energi untuk mengurangi emisi karbon juga memberikan andil. "Juga ada pertimbangan perusahaan terhadap keputusan untuk pemenuhan net zero emission, yang kemungkinan terjadi pengalihan investasi," tutupnya.
ADVERTISEMENT