Dibebani Utang dari Proyek Kereta Cepat, KAI Minta Dukungan Fiskal Pemerintah

22 April 2024 20:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kereta Cepat Whoosh di Stasiun Halim. Foto: KCIC
zoom-in-whitePerbesar
Kereta Cepat Whoosh di Stasiun Halim. Foto: KCIC
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mendapat beban utang sebesar Rp 6,9 triliun dari China Bank Development (CDB) untuk pembayaran pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat (KA Cepat) Jakarta-Bandung atau Whoosh.
ADVERTISEMENT
Indonesia dengan China sepakat seluruh cost overrun Whoosh sebesar USD 1,2 miliar atau Rp 18,2 triliun dibayar dengan utang dari CDB dan setoran ekuitas konsorsium China.
"Kereta Api Cepat itu kita lead konsorsium sebetulnya. Tidak hanya KAI yang setor modal. Tapi asetnya masuk ke buku Kereta Api. Artinya kalau asetnya masuk buku kereta api, utangnya masuk Kereta Api," kata EVP of Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto saat media gathering di Jakarta, Senin (22/4).
KAI adalah pemegang saham utama (51,37 persen) PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), perusahaan bentukan konsorsium BUMN. PSBI dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok, melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd membentuk perusahaan patungan yang dinamakan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai operator Whoosh.
ADVERTISEMENT
Pembangunan proyek Kereta Cepat Whoosh diperoleh dari dana pinjaman China Development Bank (75 persen). Sedangkan 25 persen merupakan setoran modal pemegang saham, yaitu gabungan dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. (40 persen).
"Kita meminta dukungan karena (proyek) infrastuktur dibebankan ke operator berat sekali. Masa bangun jalan track dibebankan ke kita yang cuma cari tiket, istilahnya kan begitu," kata Agus.
EVP of Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji (kiri) dan Vice President Public Relations KAI, Joni Martinus (kanan) saat media gathering PT KAI di Jakarta, Senin (22/4/2024). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Agus menjelaskan pihaknya menyiapkan strategi untuk mengelola keuangan KAI supaya operasional perusahaan tetap jalan sembari menanggung beban utang tersebut.
"Artinya ini yang harus ada dukungan pemerintah, dukungan dalam hal yang kita minta misalkan pembebasan IMO (Infrastructure Maintenance and Operation), kemudian pajak dan lain sebagainya. Ada beberapa instrumen yang kita minta dukungan, " jelas Agus.
ADVERTISEMENT
Agus mengatakan pihaknya jelas membutuhkan dana untuk operasional. Menurutnya jumlah pendapatan dari tiket Whoosh cukup signifikan mempengaruhi alur kas perusahaan. Sejak mulai beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023, Kereta Cepat Whoosh kini sudah melayani 1.028.216 penumpang hingga 25 Desember 2023 dalam kurun waktu 2 bulan beroperasi.
"Karena sudah beroperasi pasti butuh dana operasional. Kalau memang penumpang belum tercapai, kita berhitung kan, istilahnya kasnya bisa tekor, defisit. Bayar operasional tapi laba tiketnya belum. Kita mikir itu, biar operasional tetap terjaga. Salah satunya itu, di samping dari pinjaman tadi," kata Agus.
Agus menjelaskan, saat ini memang sudah ada regulasi yang membuat Infrastructure Maintenance and Operation (IMO) dibebankan ke Kementerian Perhubungan. Namun Agus meminta ada dukungan lain untuk pembebasan biaya penggunaan rel atau Track Access Charge (TAC).
ADVERTISEMENT
"Kedua, kalau aset pemerintah, kita dikenakan track access charge. Kita minta ini diskip lah. Termasuk yang kereta api jarak jauh, karena nanti dihitung nanti masuk yang sama," kata Agus.
Saat ini pihaknya sudah mengajukan kepada Kementerian Perhubungan namun belum diputuskan. "Sudah mengajukan. Keputusannya masih belum. Kita berharap itu didukung. Kalau enggak agak susah kita," kata dia.