Diduga KTP-nya Disalahgunakan, Warga Jatim Kaget Ditagih Pajak Rp 32 M

9 Agustus 2019 14:19 WIB
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi warga yang membayar pajak. Foto: Antara/Risky Andrianto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi warga yang membayar pajak. Foto: Antara/Risky Andrianto
ADVERTISEMENT
Seorang wajib pajak di Jawa Timur bernama Adi (bukan nama sebenarnya), mengaku kaget saat didatangi petugas pajak di kediamannya dan diminta melunasi tunggakan sebesar Rp 32 miliar.
ADVERTISEMENT
Seperti dilansir ABC, Jumat (9/8), pajak tersebut terkait dengan transaksi bisnis enam perusahaan yang menggunakan namanya. Sementara Adi mengaku tidak pernah mendirikan perusahaan atau bahkan meminjam uang hingga Rp 32 miliar.
"Transaksi tersebut melibatkan enam bisnis yang berbeda, mulai dari pertanian hingga tekstil, semuanya. Saya bingung, kenapa bisa pakai identitas saya?" ujar Adi kepada ABC.
Dengan adanya kasus tagihan pajak kepada Adi tersebut, ABC menulis adanya kelemahan pada penyimpanan data elektronik di Indonesia.
Sebagai contoh, Indonesia memiliki satu basis data yang menyimpan sejumlah informasi sensitif, seperti nama, alamat, Nomor Identitas Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), biometrik, jenis kelamin, dan agama.
Informasi ini tak hanya dibagikan ke berbagai lembaga pemerintah, tapi juga swasta. Hal ini juga dinilai tidak adil lantaran pemerintah hanya mempublikasikan perusahaan mana yang bekerja sama untuk mendapatkan informasi tersebut, sementara jenis data apa saja yang dibagikan tidak pernah dipublikasikan.
Gedung Dirjen Pajak Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Adapun dalam surat tagihan pajak yang salinannya juga dilihat oleh ABC, Adi ditagih pajak juga termasuk NPWP. Namun ABC tidak dapat secara independen memverifikasi klaimnya tentang identitas yang dicuri.
ADVERTISEMENT
Keenam perusahaan yang tagihan pajaknya di kirim ke Adi diduga sudah bangkrut. Dengan bantuan dari kantor pajak, Adi mengatakan salah satu pelakunya telah ditemukan.
"Pelakunya mengatakan dia diberi sejumlah informasi pribadi yang berbeda (dari internet), dan dia memilih NIK saya," katanya.
"Orang itu mengaku telah menggunakan nomor arsip pajaknya sehubungan dengan satu perusahaan, tetapi tidak pada lima perusahaan yang lain. Jadi pasti masih ada (pelakunya) yang lain," kata Adi seperti dilansir ABC.