Dirut Medco: Ada Blok Masela & Tangguh, Industri LNG Sangat Prospektif

15 Mei 2024 19:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro di acara IPA Convex ke-48, Rabu (15/5/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro di acara IPA Convex ke-48, Rabu (15/5/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro mengatakan gas alam cair (liquified natural gas/LNG) sangat prospektif dikembangkan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hilmi mengatakan, penemuan cadangan gas yang masif di Indonesia seperti Abadi Masela dan Blok Tangguh di Indonesia Timur memerlukan LNG sebagai media distribusinya.
“Masih sangat prospektif jelas, karena Masela itu baru. Tangguh masih sedang dikembangkan,” ujarnya saat ditemui di sela-sela acara IPA Convex ke-48, Rabu (15/5).
Kemudian, lanjut Hilmi, penemuan harta karun gas di Selat Makassar oleh ENI, baik itu Geng North hingga proyek Indonesia Deepwater Development (IDD), juga bisa menopang pasokan Kilang LNG di Bontang.
“ENI di Selat Makassar itu ada discovery baru, jadi akan me-reactivate Botang, jadi masih sangat prospektif,” lanjutnya.
Hilmi menuturkan, produksi gas di Indonesia masih diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Bahkan saat ini, ada potensi peningkatan permintaan dari industri pengolahan mineral alias smelter.
Medco E&P Grissik Limited (Medco E&P). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
“Apalagi sekarang kan di Sulawesi itu begitu tinggi demand-nya untuk smelter nikel jadi mungkin saya pikir akan banyak diarahkan ke situ,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Adapun produksi gas bumi nasional diperkirakan berkurang dalam beberapa tahun terakhir karena penurunan alami (natural decline) sumur yang berproduksi. Kondisi ini membuat penyaluran gas bumi yang selama ini dilakukan melalui jaringan pipa distribusi ke industri bisa terganggu.
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi lifting gas bumi nasional per 30 Desember 2023 mencapai 6.864 Million Standard Cubic Feet per Day (mmscfd) atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari. Namun jumlah ini diproyeksi akan turun dalam beberapa tahun ke depan dari sumur eksisting jika tidak ada investasi besar-besaran ke sumur yang baru.
Di sisi lain, konsumsi gas bumi untuk industri terus naik. Merujuk data Neraca Gas Bumi Periode 2023-2032 Kementerian ESDM, terlihat pengguna gas bumi dari sektor industri saat ini mencapai 30,83 persen, paling besar dibandingkan sektor lain seperti ketenagalistrikan 11,82 persen, dan pupuk sekitar 11 persen.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk ekspor gas bumi dalam bentuk LNG sebesar 22,18 persen dan gas pipa yakni sebesar 8,40 persen, dengan total konsumsi pada akhir 2023 mencapai 5.868 billion british thermal unit per day (BBTUD).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong menilai peran LNG bagi industri migas di Indonesia sangat penting karena sifatnya yang fleksibel untuk menyalurkan gas bumi dari tempat yang terpencil menuju pusat industri.
Kendati begitu, Marjolijn mengakui pelaku usaha memerlukan insentif dari pemerintah, sebab proses bisnis LNG lebih rumit dibandingkan jaringan pipa gas karena berada di daerah yang sulit dijangkau seperti di Indonesia Timur.
Kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur, yang dikunjungi Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Selasa (6/12/2022). Foto: Dok. Pertamina
“Kita tahu LNG membuat gas mudah bergerak ke tempat-tempat yang memerlukan walaupun memang prosesnya itu tidak mudah. Itulah kenapa butuh insentif,” katanya saat konferensi pers IPA Convex ke-48, Selasa (14/5).
ADVERTISEMENT
Untuk bentuk insentif yang diminta, Marlojin tidak membeberkan. Tapi menurutnya para pelaku usaha migas ingin ada keringanan yang diberikan pemerintah agar investor bisa tertarik membangun bisnis LNG di dalam negeri.
"Karena kita mau menarik investor, kita bersaing dengan negara lain. Memang ini sesuatu yang terus menerus apalagi kita punya potensi di daerah yang sulit. Itulah kenapa butuh insentif," tutur Marjolijn.