Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Erdogan Sebut Serangan AS ke Ekonomi Turki Seperti Larangan Azan
21 Agustus 2018 19:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersumpah bahwa negaranya tidak akan tunduk di tengah krisis diplomatik yang sedang berlangsung dengan Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
Tanpa secara eksplisit menyebut AS, pemimpin Turki itu mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara serangan terhadap ekonomi negara dan larangan terhadap azan dan pengibaran bendera nasional.
"Tujuannya sama. Tujuannya adalah untuk membawa Turki dan menahannya di bawah tumit (AS). Kami adalah bangsa yang lebih suka ditembak di leher daripada harus dirantai di leher," katanya dalam pesan video menyambut libur Idul Adha.
Hubungan Turki dan AS telah memburuk, dipicu berbagai persoalan. Seperti perbedaan kebijakan atas konflik di Suriah, rencana Turki membeli sistem rudal anti-pesawat dari Rusia, dan penahanan pendeta Evangelis AS Andrew Brunson yang menuduh Turki mendukung kelompok teroris.
AS telah menolak tuduhan terhadap Brunson. Presiden Trump juga menuntut pembebasannya, sambil mengancam Turki meski merupakan sekutunya di NATO. Turki bersedia membicarakan perselisihan dengan AS itu di meja perundingan, namun Negara Paman Sam sudah telanjur menjatuhkan sanksi pada dua menteri Turki.
ADVERTISEMENT
Menyusul perseteruan itu, mata uang Turki yakni lira nilainya terus terpuruk. Erdogan pun menudiang AS sebagai penebar teror ekonomi negaranya. Terlebih kejatuhan lira semakin dalam, setelah Presiden Donald Trump mengenakan tarif impor atas produk baja dan aluminium Turki.
Turki pun membalas dengan tarif impor produk AS senilai 1 miliar dolar.
Pemimpin Turki itu melalui sebuah kolom The New York Times, juga memperingatkan AS telah membahayakan hubungan dengan Ankara. Itu menjadi dalih bagi Turki untuk mencari sekutu baru, termasuk Moskow.