Indonesia Diprediksi Impor LNG Mulai 2040

13 Juni 2024 19:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fasilitas Floating Storage & Regasification Unit (FSRU) di Lampung milik PT PGN Tbk. Foto: Dok PGN
zoom-in-whitePerbesar
Fasilitas Floating Storage & Regasification Unit (FSRU) di Lampung milik PT PGN Tbk. Foto: Dok PGN
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesian Gas Society (IGS) memprediksi industri gas bumi di Indonesia bisa semakin bergantung pada gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di masa depan.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan LNG disebabkan pertumbuhan demand gas bumi sebagai energi transisi menuju energi bersih belum diimbangi dengan penambahan pasokan gas, Indonesia berpotensi menjadi negara pengimpor atau net importir LNG di masa yang akan datang.
“Ada juga potensi untuk LNG impor. Ini juga kalau di Indonesia sudah tertulis semua supply-nya. Demand-nya terpenuhi oleh supply, kemudian ada kebutuhan atau demand yang kemudian naik,” ujar Senior Advisor Indonesian Gas Society Salis L Aprilian dalam media forum Shifting Gas Industry Indonesia di Plataran Menteng, Jakarta, Kamis (13/6).
Salis mencontohkan di Malaysia, ekspor dan impor LNG bisa dilakukan secara bersamaan. Sedangkan Indonesia bisa menjadi net importir gas pada tahun 2040 karena permintaan domestik sangat tinggi, sedangkan produksi domestik LNG untuk ekspor.
ADVERTISEMENT
“Proyek-proyek sekarang dikerjakan pada tahun 2040 sudah tinggi cost-nya. Mau enggak mau LNG impor yang harganya sangat tinggi dibandingkan yang ada di kita,” tutur Salis.

Tiga Tantangan Bisnis Gas Bumi

Senior Advisor Indonesia Gas Society Salis S Aprilian dalam Media Forum Shifting Gas Industry in Indonesia di Plataran Menteng, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Dalam Indonesian Gas Market White Paper yang merupakan hasil kajian IGS bersama Rystad, terdapat tiga tantangan utama dalam pengembangan bisnis gas bumi saat ini.
Tantangan pertama, pasokan gas eksisting yang menurun akibat penurunan produksi (natural decline). Kedua, keterbatasan infrastruktur menghambat monetisasi lapangan-lapangan gas yang jauh dari sumber demand.
Tantangan ketiga, ketidakjelasan peraturan dan panjangnya proses birokrasi dalam bisnis gas menyebabkan ketidakpastian waktu project dan memperburuk keekonomian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani rapat dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif mengenai Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) di Kementerian ESDM, Jumat (22/3/2024). Foto: Instagram/@srimulyani
Untuk mengatasi tantangan tersebut, rekomendasi yang diusulkan IGS salah satunya pemberian insentif untuk pengembangan infrastruktur dan pengembangan hulu migas dalam bentuk keringanan pajak, pendanaan dengan bunga rendah, public private partnership, dan mempersingkat birokrasi dan persetujuan dalam perizinan gas bumi.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi kedua, melakukan evaluasi menyeluruh atas kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Ketiga, melibatkan seluruh stakeholders dalam penyusunan kebijakan dan aturan, sehingga dapat diaplikasikan dan mendukung perkembangan industri gas.