Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Jadi BREAKING NEWS di Media: Pemerintah Inggris Batalkan Kenaikan Listrik & Gas
8 September 2022 21:12 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Liz Truss memastikan, tidak ada kenaikan tagihan listrik dan gas rumah tangga dalam dua tahun ke depan. "New British PM freezes energy bills for two years," tulis AFP, Kamis (8/9), seraya mencantumkan tagar BREAKING NEWS.
Semula Pemerintah Inggris akan menaikkan tagihan listrik dan gas jadi sebesar 3.500 pound per tahun per rumah. Kenaikan itu tadinya akan diberlakukan mulai Oktober mendatang.
Harga energi yang meroket menyusul serangan Rusia ke Ukraina, jadi alasan menaikkan tarif listrik dan gas. Sebagian besar negara di Eropa, mendapat pasokan gas dari Rusia. Aksi embargo Barat terhadap Rusia, dibalas dengan penghentian pasokan gas oleh negara Beruang Merah itu.
Karenanya Pemerintah Inggris pun menerbitkan 'Energy Bills' yang akan menaikkan tagihan listrik dan gas rumah tangga dari 2.500 pound menjadi 3.500 pound per tahun.
ADVERTISEMENT
"Pembatalan energy bills untuk rumah tangga dan pelanggan bisnis dalam dua tahun ke depan, dimaksudkan untuk membantu masyarakat menghadapi krisis akibat melonjaknya biaya hidup," tulis AFP mengutip Liz Truss.
Untuk menutupi selisih harga tersebut, Pemerintah Inggris akan memberi subsidi dari APBN mereka.
"Karena jika (Energy Bilss) diberlakukan, ini akan membuat rakyat Inggris menghadapi musim dingin yang suram," lanjut politisi Partai Konservatif itu.
Jaminan tidak adanya kenaikan listrik dan gas memang diberikan juga ke lembaga-lembaga bisnis termasuk rumah sakit. Tapi hanya enam bulan, tidak dua tahun seperti ke masyarakat.
Langkah ini juga diharapkan dapat menekan inflasi Inggris yang mencapai 10,1 persen pada Juli lalu. Proyeksi angka inflasi semula diperkirakan akan mencapai 13 persen hingga akhir tahun.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang sama, Perdana Menteri Inggris Liz Truss juga menolak mengenakan pajak atas lonjakan laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan energi Inggris. Hal ini memicu kritik dari Partai Buruh yang merupakan oposisi pemerintah.
"Artinya uang pembayar pajak Inggris yang akan digunakan untuk mensubsidi selisih harga itu," kata Juru Bicara Partai Buruh, Ed Miliband.