Jejak Setapak Petani Karawang Beralih ke Organik: Omzet Meningkat, Badan Sehat

10 November 2022 21:13 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sartim (kiri) bersama Kartim alias Akom (tengah), dan Hendra Wijaya (kanan) di halaman Kelurahan Plawad, Karawang, Jawa Barat, Kamis (6/10/2022). Halaman ini menjadi lahan mereka belajar akuaponik dalam Program Jejak Setapak Pertamina EP Subang. Foto: Dok Pertamina EP Zona 7 Subang
zoom-in-whitePerbesar
Sartim (kiri) bersama Kartim alias Akom (tengah), dan Hendra Wijaya (kanan) di halaman Kelurahan Plawad, Karawang, Jawa Barat, Kamis (6/10/2022). Halaman ini menjadi lahan mereka belajar akuaponik dalam Program Jejak Setapak Pertamina EP Subang. Foto: Dok Pertamina EP Zona 7 Subang
ADVERTISEMENT
“Jangan selalu berpikir untung atau rugi. Tapi bagaimana kita bisa makan beras sehat yang ujungnya bisa mengurangi beban pemerintah mulai dari pupuk subsidi sampai BPJS Kesehatan.”
ADVERTISEMENT
Pesan itu dilontarkan Kartim alias Akom tanpa keraguan dari ujung telepon kepada kumparan, Selasa (8/11), saat menceritakan keseriusannya mengubah haluan dari petani padi konvensional ke padi organik.
Sejak tiga tahun terakhir, Akom (57) dan beberapa petani lainnya memang menggeluti pertanian pada organik di sawah mereka yang ada di Kelurahan Plawad, Karawang, Jawa Barat, setelah puluhan tahun menggunakan pupuk kimia. Sesuai namanya, padi yang mereka tanam menggunakan pupuk alami mulai dari kotoran hewan seperti kambing dan sapi hingga limbah dedaunan yang dicacah.
Menanam pagi organik sebenarnya bukan hal baru bagi petani di Karawang. Akom bercerita, sejak zaman penjajahan Belanda, para pendahulu mereka di sini sebenarnya mulai menanam padi dengan pupuk alami. Saat itu, pupuk kandang mudah ditemui karena sapi hingga kerbau menjadi hewan yang kerap ditunggangi para pasukan kerajaan untuk bepergian. Karawang pun dijadikan lumbung logistik selama masa perang melawan kompeni.
ADVERTISEMENT
“Tapi ketika zaman Orde Baru, Indonesia kan ingin meningkatkan produksinya. Ya, akhirnya pakai pestisida dan pupuk kimia. Makanya Indonesia berhasil swasembada beras zaman Pak Harto,” kata Akom.
Penggunaan pestisida dan pupuk kimia memang membuat produksi padi di Karawang meningkat. Kandungan pada pestisida mampu membunuh hama tanpa ampun, sementara pupuk kimia bikin tanaman lebih cepat tumbuh dan tak mudah terserang hama.
Mengutip data Arsip Nasional Republik Indonesia yang dimuat dalam situs Perpusnas RI, pemerintahan Soeharto memang mendapatkan penghargaan swasembada beras dari FAO pada 1986. Direktur Jenderal FAO Edoard Souma menganugerahkan medali From Ride to Self Sufficiency kepada Soeharto atas keberhasilan Indonesia swasembada pangan pada 1984, produksi beras Indonesia mencapai 28,5 ton. Penghargaan diberikan pada Senin, 22 Juli 1986.
ADVERTISEMENT
Karena itu, Akom mengaku senang saat PT Pertamina EP (PEP) Zona 7 Subang Field mengajak mereka untuk beralih ke pertanian padi organik. BUMN energi ini, kata dia, memberikan banyak pengetahuan mengenai risiko penggunaan pestisida dan pupuk kimia dalam jangka panjang, bagi lingkungan, juga kesehatan.
Program Jejak Setapak Pertamina EP Subang di Desa Plawad, Karawang, Jawa Barat yang memberdayakan petani untuk membuat pertanian organik, Kamis (6/10/2022). Foto: Pertamina EP Subang Field.
Tim Corporate Social Responsibility (CSR) PEP 7 Subang Field yang merupakan bagian dari Subholding Upstream Pertamina mulai membantu petani Karawang melalui program Jejak Setapak atau Jerih Kerja Karawang Semangat Petani Sehat Ketahanan Pangan Meningkat. Program ini dimulai sejak 2019 dengan membentuk kelompok petani yang mau beralih ke organik ke dalam mitra binaan yang kini sudah terintegrasi melalui Koperasi Paguyuban Saripati Tani karena tak hanya fokus pada padi organik, tapi ada budiaya akuaponik.
ADVERTISEMENT
“Muncullah CSR Pertamina soal pembelajaran organik. Wawasan kami jadi terbuka bahwa dengan (pertanian) konvensional selama ini menjadi beban pemerintah. Kenapa? Pertama, pupuk kimia kan disubsidi. Kedua, kita enggak mau konsumsi makanan yang tidak sehat, mengandung residu. Akhirnya sepakat beralih ke organik walaupun belum semua (petani) mau,” ujarnya.

Omzet Meningkat, Badan Sehat

Di dalam koperasi tersebut, Akom merupakan ketuanya dan dibantu Hendra Wijaya sebagai sekretaris. Akom merupakan perwakilan dari petani senior, sementara Hendra representasi petani muda.
Empat tahun berjalan, program Jejak Setapak, diakui Hendra memberikan banyak manfaat bagi para petani Karawang. Pada 2020, saat program ini berjalan setahun, luas lahan sawah yang digarap petani padi organik sekitar 5,25 hektare. Per 2022, bertambah menjadi 6,75 hektare.
Sekretaris Koperasi Paguyuban Saripati Tani Hendra Wijaya (berdiri) memberikan sambutan kepada rombongan media nasional di Kelurahan Plawang, Karawang, Jawa Barat, Jumat (7/10/2022). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Jumlah petani yang berubah haluan ke petani organik pun bertambah. Dua tahun lalu hanya 34 orang, tapi tahun ini meningkat menjadi 56 orang. Sementara petani muda yang tergabung juga naik dari 6 orang menjadi 9 orang. Ibu-ibu di sana juga ikut ambil andil dalam program ini.
ADVERTISEMENT
“Pemuda lebih fokus ke akuaponik dan ibu-ibu yang mengelola usaha kuliner memanfaatkan produk beras dari pertanian organik yang dikembangkan Jejak Setapak,” kata Hendra saat kumparan dan sejumlah media nasional berkunjung ke Kelurahan Plawad, Karawang, Jumat (7/10).
Secara hitung-hitungan, Hendra menjelaskan produksi padi organik tetap menguntungkan petani. Sebagai perbandingan, setiap 1 hektare pertanian padi konvensional butuh biaya produksi Rp 10,82 juta, sementara padi dengan pupuk organik biayanya lebih rendah sekitar Rp 9,51 juta.
Dari sisi pendapatan, per 1 hektare lahan padi konvensional mendapatkan pendapatan Rp 28,87 juta, sedangkan petani organik Rp 35,5 juta. Total omzet per tahun dengan panen padi setiap 3 bulan sekali, bisa mendapatkan Rp 239,6 juta dan Rp 5,90 juta per bulan bagi pemuda.
ADVERTISEMENT
Untuk produktivitasnya, pada 2020, lahan yang digunakan seluas 6,8 ton per hektare. Namun dua tahun berjalan, naik jadi 6,9 ton per hektare.
Senior Manager PEP Subang Field Ndirga Andri Sisworo mengatakan Jejak Setapak menjadi salah satu kontribusi perusahaan dalam menjaga kondisi pertanian masyarakat agar tetap lestari. Hal ini sejalan dengan komitmen perusahaan menjalankan bisnis migas berkelanjutan yang berlandaskan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG), dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan di sekitar wilayah daerah operasi perusahaan.
Senior Manager PEP Subang Field Ndirga Andri Sisworo (kiri) dan Supervisor Stasiun Pengumpulan Bambu Besar Muhammad Luthfan Zharif Aqil di Karawang, Jawa Barat, Jumat (7/10/2022). Foto: Dok. Pertamina EP Subang Field
“Dengan Jejak Setapak kami berupaya memperbaiki struktur kesehatan tanah sawah melalui pertanian organik. Kami mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) 15 terkait ekosistem darat dan SDGs 2 dalam mewujudkan kondisi tanpa kelaparan dalam penetapan kawasan pertanian berkelanjutan di tengah berkurangnya lahan sawah setiap tahu," kata Ndirga saat ditemui kumparan dan rombongan media di Sumur BBS-012 Pertamina, Bambu Besar, Karawang, Jawa Barat, Jumat (7/10).
ADVERTISEMENT
Peran ibu-ibu dalam program ini juga, kata Ndirga, sesuai dengan timeline yang Pertamina EP Subang Field yang tahun ini memang memantapkan program wirausaha. Tahun depan, Jejak Setapak akan menjadi sentra studi di Karawang. Petani yang terlibat juga akan lebih mandiri mengelola pertanian organik dan akuaponik.
Tak hanya Jejak Setapak, Pertamina EP Zona 7 Subang Field juga membina warga di Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang yang mengolah limbah daun nanas menjadi serat hingga kain lewat program Pengolahan Serat Daun Nanas Subang (Pesona Subang). Produk mereka bahkan bisa ekspor ke Singapura.

Petani Butuh Teknologi dan Keadilan Harga Gabah

Dia menjelaskan pertanian organik Sari Pati Tani memiliki keunggulan, baik secara ekonomi maupun lingkungan. Meski begitu, ia mengatakan selain inovasi, mereka juga beberapa hal krusial.
ADVERTISEMENT
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, harga pembelian pemerintah (HPP) gabah memang tidak mengalami kenaikan, berada di posisi Rp 4.200 per kg dalam rentang waktu Januari-September 2022. Sementara harga gabah kering panen (GKP) dan harga gabah kering giling (GKG) sempat turun di Februari hingga Juli.
"Waktu 2013, harga gabah itu Rp 5.000-an per kg, tapi kenapa pada 2017 sampai sekarang, harganya malah turun, sempat Rp 4.000-an per kg? Meski pun sekarang naik lagi tapi, ya, di kisaran Rp 5.000-an juga. Sementara biaya produksi mulai dari saprotan (sarana produksi pertanian) sampai upah buruh tani mahal, ya, karena ada inflasi," ujarnya.
Warga sedang melihat akuaponik yang dibuat oleh warga di Kelurahan Plawang, Karawang, Jawa Barat, Jumat (7/10/2022). Aquaponik ini bagian dari Program Jejak Setapak Pertamina EP Subang. Dok Pertamina EP Subang Field.
Masalah lain yang juga harus diperhatikan pemerintah, kata Akom, adalah ketersediaan air yang cukup dan teknologi tepat guna karena diakuinya, pertanian Indonesia banyak ketinggalan dibandingkan sektor lain seperti otomotif yang jauh modern. Tak kalah penting adalah keseimbangan alam di persawahan terjaga agar pupuk organik mudah dicari.
ADVERTISEMENT
Soal pupuk organik ini juga jadi perhatian Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas. Dia mengatakan, selama pupuk kandang dan dedaunan ada, pertanian organik bisa berjalan lancar. Tapi dia menegaskan pertanian pupuk kimia masih tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan beras nasional.
"Dengan pertanian organik dan produktivitas bisa bagus, yang paling penting bahan organiknya tersedia. Tapi kalau itu (produksi padi) dimassalkan (organik) enggak mungkin. Jadi untuk spot-spot kecil saja masih memungkinkan," ujarnya kepada kumparan, Selasa (1/11).

ADVERTISEMENT