Jokowi Minta JHT Direvisi, Ini Tips Buat Pekerja Atur Keuangan Sebelum Kena PHK

22 Februari 2022 15:44 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Kelola keuangan dengan baik dapat selamatkan kita dari situasi darurat. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Kelola keuangan dengan baik dapat selamatkan kita dari situasi darurat. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah menuai banyak protes, kebijakan pemerintah soal Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cari di usia pekerja 56 tahun akhirnya bakal direvisi. Presiden Jokowi sudah meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk mengubahnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pemerintah menetapkan kebijakan pencairan dana JHT tidak bisa dicairkan 100 persen sebelum pekerja berusia 56 tahun dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang berlaku mulai 4 Mei 2022.
Kebijakan tersebut membuat pekerja harus memutar otak menyiapkan solusi keuangan lain ketika mengalami Pemutusan Hubungan kerja (PHK) atau mengundurkan diri (resign). Sebelumnya, dana JHT bisa memberikan dana besar bagi pekerja merintis bisnis atau setidaknya memenuhi kebutuhan sehari-hari sampai mendapat pekerjaan baru.
Perencana Keuangan, Mike Rini Sutikno, mengatakan pekerja memang tidak bisa selamanya mengandalkan keikutsertaan BPJS Ketenagakerjaan. Terutama saat pandemi COVID-19, pekerja harus memiliki kemampuan mitigasi keuangan sendiri melalui dana darurat.
Patut dicatat, situasi PHK merupakan kondisi sementara. Secara fisik, pekerja masih bisa bekerja sehingga keuangan akan normal kembali ketika pekerja bisa mendapatkan pekerjaan atau menciptakan penghasilan baru.
ADVERTISEMENT
"Karena sementara kita perlu asumsi, berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai penghasilan bisa normal kembali dan bisa mendapat pekerjaan setelah PHK. Biaya hidup yang kita harus bayar selama terhenti itu strateginya kita atasi dengan membentuk dana darurat," jelas Mike kepada kumparan, Selasa (22/2).
Secara umum, Mike menyarankan pekerja memiliki dana darurat sebesar 6 kali dari gaji atau jumlah pengeluaran. Namun, saat pandemi dengan tingkat ketidakpastian ekonomi lebih tinggi, dia menyarankan pekerja bisa memiliki dana darurat hingga dua kali lipat dari biasanya.
"Dana darurat sifatnya harus bisa dicairkan sewaktu-waktu, harus disimpan pada produk keuangan yang aman, dan nilainya bisa bertumbuh seperti tabungan, deposito, reksadana pasar uang yang nilai keuntungan kecil saja," terangnya.
ADVERTISEMENT
Namun, Mike menyarankan pekerja tidak menyisihkan semua kelebihan dananya untuk investasi dana darurat karena sifatnya untuk sementara waktu, itu tidak akan optimal. Maka, bisa diinvestasikan dengan keuntungan lebih tinggi untuk tujuan keuangan lain.
Mike Rini Sutikno. Foto: kumparan
"Jika ingin lebih aman secara finansial kita usahakan bisa memiliki beberapa sumber penghasilan aktif atau pasif. Aktif bisa dari gaji atau pekerjaan sampingan jadi freelance atau konsultan, bisa juga merintis bisnis sendiri, kedua penghasilan pasif bisa dengan investasi," tuturnya.
Senada, Perencana Keuangan Andy Nugroho menjelaskan, dana darurat merupakan solusi ideal bagi pekerja menghadapi situasi tidak terduga seperti PHK atau musibah lainnya. Dia menjelaskan, pekerja bisa menyisihkan penghasilan per bulan minimal 10 persen.
"Berarti butuh 30 bulan untuk sampai 3 kali gaji, mau tidak mau harus melakukan itu, kalau memang ingin memiliki dana yang bisa digunakan seadainya tiba-tiba berhenti bekerja tetapi belum bisa mengandalkan JHT," ujar Andy.
ADVERTISEMENT
Andy melanjutkan, terkait instrumen keuangan untuk menyimpan dana darurat ini seharusnya disesuaikan dengan umur dan kemampuan menanggung risiko. Jika masih muda, Andy menganjurkan pekerja memilih reksadana pasar saham atau dana campuran.
"Karena untuk jangka panjang paling tidak misal sebelum 56 tahun sudah tidak kerja, dana campuran atau pasar saham ini bisa menghasilkan return yang lebih maskimal, tapi kalau sudah 40 ke atas paling bagus di reksadana pasar uang atau fixed income," jelasnya.
Selain itu, dia juga menyarankan pekerja bisa berinvestasi di instrumen logam mulia. Walaupun imbal hasil tidak terlalu tinggi, secara jangka panjang bisa lebuh efektif sebagai perlindungan mata uang.
"Pastikan instrumennya gampang dicairkan, jangan berbentuk rumah, properti, atau tanah. Bisa dipecah juga, misal 30 persen reksadana, 30 persen logam mulia, 40 persen dana cash di tabungan," tandas Andy.
ADVERTISEMENT