Kementerian ESDM Petakan Pertambangan Ilegal: Ada 2.700 Lokasi, Sumsel Terbanyak

12 Juli 2022 9:58 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penambang emas di Gunung Botak, Maluku. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penambang emas di Gunung Botak, Maluku. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) memetakan lokasi pertambangan ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI). Berdasarkan data 2021, ada sebanyak 2.700 lokasi pertambangan ilegal dan Sumatera Selatan (Sumsel) merupakan provinsi dengan PETI terbanyak.
ADVERTISEMENT
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, menyatakan maraknya pertambangan ilegal perlu mendapat perhatian, terutama terkait dampak negatifnya.
"Terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi PETI batu bara sekitar 96 lokasi dan PETI mineral sekitar 2.645 lokasi berdasarkan data tahun 2021 (triwulan-3). Salah satu lokasi PETI yang terbanyak yaitu di Provinsi Sumatera Selatan," kata Agung Pribadi dalam pernyataan resmi, Selasa (12/7).
Menurutnya, PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.
Tim Gakkum KLHK setop penambangan ilegal di Kalimantan Barat. Foto: Dok. KLHK
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi, mengatakan pemerintah tak membiarkan beroperasinya pertambangan ilegal. Di antaranya melalui kerja sama berbagai pihak seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian.
ADVERTISEMENT
"Upaya yang dilakukan antara lain dengan inventarisasi lokasi PETI, penataan wilayah pertambangan dan dukungan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan oleh Inspektur Tambang, usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai usulan Pemerintah Daerah, hingga upaya penegakan hukum," jelasnya.
Dia mengungkapkan berbagai dampak buruk pertambangan ilegal, baik di aspek lingkungan, sosial, maupun keuangan negara. "PETI adalah kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horizontal di dalam masyarakat," imbuhnya.
Karena mereka tidak berizin, lanjutnya, tentu juga mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Pertambangan ilegal tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya.
ADVERTISEMENT