Kerugian Investasi Bodong Capai Rp 92 Triliun, OJK Akan Gencarkan Edukasi

22 Oktober 2020 13:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kanreg 3 Jawa Tengah dan DIY di Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kanreg 3 Jawa Tengah dan DIY di Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/Kumparan
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencatat, kerugian akibat investasi bodong menyentuh angka Rp 92 triliun. Data tersebut merupakan akumulasi selama 10 tahun terakhir, yakni sejak 2009 hingga 2019.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A OJK, Luthfy Zain Fuady, menyatakan untuk menghindarkan masyarakat dari kerugian yang terus membengkak akibat investasi bodong, pihaknya akan menggencarkan edukasi.
"Ini jumlah yang tidak sedikit. Apalagi kita bandingkan dengan pertumbuhan market cap kita, per tahunnya untuk mencapai angka Rp100 triliun agak berat juga. Artinya jumlah ini jumlah yang tidak kecil," kata Luthfy Zain Fuady dalam rangkaian kegiatan Capital Market Summit & Expo 2020 di Jakarta, Kamis (22/10).
Dia menambahkan, masih terus berjatuhan korban akibat investasi bodong di Tanah Air menjadi tantangan bagi pemerintah termasuk OJK. Sebagai regulator di bidang investasi, OJK akan hadir dan memberikan perlindungan yang optimal bagi masyarakat dari ancaman investasi ilegal tersebut. Menurutnya, berbagai upaya perlu dilakukan, baik dari aspek regulasi, penguatan kewenangan, dan upaya-upaya koordinasi lintas kementerian/ lembaga dan tentu saja kegiatan edukasi dan literasi yang terus menerus harus dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Karena faktanya, kerugian yang diderita masyarakat tidak hanya timbul dari investasi bodong, dalam arti investasi ilegal, tidak berizin, dan lain-lain, tetapi bahkan juga dapat terjadi pada bentuk investasi yang secara entity mereka adalah legal. Namun karena buruknya kualitas governance dan juga ada moral hazard dari pengelolanya, maka timbul kerugian dari para investor," ujar Luthfy.
Adanya ruang-ruang kosong dalam regulasi investasi dan kewenangan antar lembaga, ujar Luthfy, juga sering dimanfaatkan oleh para pelaku investasi bodong dalam menciptakan produk-produk investasi yang didesain tidak tersentuh hukum positif investasi Indonesia.
Kantor First Travel terkunci dan nampak sepi Foto: Kelik Wahyu/kumparan
"Segera kita menyadari bahwa yang kita hadapi bukan hanya sosok-sosok yang jahat, tapi sekaligus sosok yang paham regulasi dan paham bagaimana memanfaatkan celah regulasi tersebut," kata pejabat OJK itu.
ADVERTISEMENT
Sementara korban terus berjatuhan, lanjut Luthfy, produk investasi aneh terus saja bermunculan dan sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, selain memerangi investasi bodong, perlu upaya bersama agar tidak hanya modusnya yang berhenti dan pelakunya yang ditangkap dan dipenjarakan, tapi juga bagaimana kerugian para korban dapat dilakukan pemulihan.
"Pendekatan restorative justice, rasanya perlu kita kaji lebih dalam dan kita terapkan dalam penanganan investasi bodong ini. Karena akan menjadi kurang bermakna, jika pelaku kejahatannya dihukum, produknya berhenti, hukuman penjara seberat-beratnya, tapi tidak terjadi pemulihan kerugian para korban. Rasanya kurang sempurna upaya penegakan hukum kita itu," ujar Luthfy.
Ia mencontohkan kasus First Travel di mana modus investasi bodong akhirnya berhenti dan pelakunya dipenjara, tetapi tidak terjadi pemulihan kerugian dari para jemaah ataupun nasabahnya.
ADVERTISEMENT
"Ini ke depan hal-hal seperti ini tentu lah mengusik nurani kita, bagaimana ke depan kita bisa memperbaiki hal tersebut. Sehingga penegakan hukum terhadap kasus investasi bodong, tidak hanya berdampak ke pelaku pelanggaran, tapi harus juga berdampak positif pada korban pelanggaran tersebut," katanya.