LNG Alternatif Pasokan Pipa Gas, Kontraktor Hulu Minta Pemerintah Beri Insentif

15 Mei 2024 20:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
Produksi gas bumi nasional diperkirakan berkurang dalam beberapa tahun terakhir karena penurunan alami (natural decline) sumur yang berproduksi. Kondisi ini membuat penyaluran gas bumi yang selama ini dilakukan melalui jaringan pipa distribusi ke industri bisa terganggu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi lifting gas bumi nasional per 30 Desember 2023 mencapai 6.864 Million Standard Cubic Feet per Day (mmscfd) atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari. Namun jumlah ini diproyeksi akan turun dalam beberapa tahun ke depan dari sumur eksisting jika tidak ada investasi besar-besaran ke sumur yang baru.
Di sisi lain, konsumsi gas bumi untuk industri terus naik. Merujuk data Neraca Gas Bumi Periode 2023-2032 Kementerian ESDM, terlihat pengguna gas bumi dari sektor industri saat ini mencapai 30,83 persen, paling besar dibandingkan sektor lain seperti ketenagalistrikan 11,82 persen, dan pupuk sekitar 11 persen.
Sementara untuk ekspor gas bumi dalam bentuk LNG sebesar 22,18 persen dan gas pipa yakni sebesar 8,40 persen, dengan total konsumsi pada akhir 2023 mencapai 5.868 billion british thermal unit per day (BBTUD).
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong, mengatakan kondisi ini membuat peran gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) menjadi alternatif baru untuk memenuhi kebutuhan industri. Menurut dia, LNG jauh lebih fleksibel saat disalurkan. Tapi perlu insentif dari pemerintah karena proses bisnisnya lebih rumit dibandingkan jaringan pipa gas karena berada di daerah yang sulit dijangkau seperti di Indonesia Timur.
Executive Director IPA Marjolijn Wajong (kanan). Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
“Kita tahu LNG membuat gas mudah bergerak ke tempat-tempat yang memerlukan walaupun memang prosesnya itu tidak mudah. Itulah kenapa butuh insentif,” katanya saat menjawab pertanyaan kumparan di sela-sela acara IPA Convex 2024 di ICE BSD, Jakarta, Selasa (14/5).
Untuk bentuk insentif yang diminta, Marjolijn tidak membeberkan. Tapi menurutnya para pelaku usaha migas ingin ada keringanan yang diberikan pemerintah agar investor bisa tertarik membangun bisnis LNG di dalam negeri agar keekonomiannya bisa masuk, termasuk investasi di sisi infrastruktur.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro, sepakat potensi LNG sangat besar untuk memenuhi kebutuhan gas untuk industri domestik beberapa tahun ke depan. Namun dia mengakui sejauh ini belum ada insentif yang diberikan agar kepada pelaku usaha. “Memang belum ada insentif yang diberikan oleh pemerintah terkait pemanfaatan LNG,” katanya saat dihubungi kumparan.
Adapun sumber LNG akan digenjot dari dari LNG Arun, LNG Badak di Bontang LNG Donggi Senoro, dan LNG Kilang Tangguh di Papua. Ditambah LNG dari Masela yang ditargetkan bisa berproduksi pada 2029.
“Untuk rencana penyaluran LNG domestik tahun 2024 adalah 77 kargo yang berasal dari Kilang LNG Tangguh dan Kilang LNG Bontang. Kebutuhan domestik tersebut sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan,” katanya.
Pertemuan IPA Convex ke-48 di ICE BSD, Senin (14/5/2024). Foto: IPA