Marak Kasus Kebocoran Data, Gojek Bentuk Tim Data Protection, Apa Tugasnya?

7 September 2021 19:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aplikasi GOJEK Foto: Aditya Panji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi GOJEK Foto: Aditya Panji/kumparan
ADVERTISEMENT
Maraknya kasus kebocoran data kependudukan belakangan ini, membuat Gojek membentuk tim khusus untuk melindungi data pribadi konsumen. Langkah untuk mencegah kebocoran data ini dilakukan, mengingat meningkatnya jumlah pengguna dan nilai transaksi di ekosistem Gojek.
ADVERTISEMENT
Vice President Public Policy and Government Relations Gojek, Ardhanti Nurwidya menjelaskan tim khusus yang dibentuknya yakni Data Protection Officers. Tugas tim ini menurutnya menelaah berbagai peraturan yang ada di Indonesia, termasuk merespons-nya dengan menyiapkan kebijakan internal.
Gojek juga memiliki tim information security terkait kebocoran data. Tim tersebut secara berkala akan memantau dan mencermati apakah ada risiko kebocoran data Gojek di dark web yang dijual oleh pihak ketiga. Bahkan Gojek juga bekerja sama dengan white hacker untuk menguji tingkat kerentanan dari sistem keamanan Gojek.
"Semua kebijakan internal perlindungan data pribadi berlaku pada semua ekosistem. Sehingga kami memiliki standar yang sama untuk seluruh usaha di dalam ekosistem bisnis ini," ujar Ardhanti, Selasa (7/9).
Ilustasi hacker. Foto: Shutterstock
Apalagi kini Gojek juga telah merger dengan Tokopedia, hingga menjadi ekosistem digital dengan data pengguna yang besar. Grup GoTo sendiri memiliki ekosistem e-commerce, layanan on-demand dan finansial. Saat ini GoTo memiliki sekitar 2 juta mitra driver dan 11 juta mitra usaha.
ADVERTISEMENT
Maraknya kasus kebocoran data kependudukan di Indonesia, sebelumnya menjadi sorotan Bank Dunia. Terbaru, NIK Presiden Jokowi beredar sehingga data pribadinya di sertifikat vaksin bisa diakses publik. Sebelumnya, 279 juta data kependudukan ditawarkan untuk dijual di situs online.
Senior Digital ID Specialist Bank Dunia, Jonathan Marskell, mengatakan sistem kependudukan Indonesia sebenarnya sudah kuat. Yakni dengan adanya Kartu Tanda Pengenal (KTP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sudah mulai bisa diolah secara digital.
"Indonesia sudah punya sistem identitas yang kuat dengan KTP dan NIK. Data itu juga sudah bisa dimanfaatkan untuk mulai dilindungi," kata Marskell dalam konferensi pers virtual peluncuran 'World Bank Indonesia Digital Report' di Jakarta, Kamis (29/7).