Membandingkan Data Kemiskinan era SBY dan Jokowi, Siapa Lebih Unggul?

2 Juli 2024 17:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SBY menyambangi Jokowi di Istana Merdeka di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/3/2017). Foto: Yudhistira Amran/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
SBY menyambangi Jokowi di Istana Merdeka di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/3/2017). Foto: Yudhistira Amran/kumparan
ADVERTISEMENT
Masa jabatan Jokowi sebagai Presiden Indonesia berakhir Oktober 2024. Namun target angka kemiskinan di periode kedua kepemimpinannya belum tercapai.
ADVERTISEMENT
Dalam UU APBN 2024, Jokowi menargetkan angka kemiskinan 2024 berada di rentang 6,5 persen hingga 7,5 persen. Kemudian, rasio gini dalam kisaran 0,374 hingga 0,377, serta Indeks Pembangunan Manusia dalam rentang 73,99 hingga 74,02.
Plt. Sekretaris Utama BPS Imam Machdi mengatakan selama dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi, angka kemiskinan Indonesia hanya turun sebesar 2,2 persen.
Jokowi dilantik sebagai Presiden Indonesia pada Oktober 2014. Di awal pemerintahan tahun 2015, tingkat kemiskinan RI berada di level 11,25 persen atau ada 28,59 juta orang yang masuk dalam kategori miskin.
Seorang pemuda berjalan di atas puing-puing perahu kayu dengan latar gedung di Jakarta Utara, Indonesia. Foto: REUTERS/Beawiharta
Menjelang akhir masa jabatannya, angka kemiskinan turun menjadi 9,03 persen atau ada 25,22 juta orang yang masuk dalam kategori miskin.
Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga 5,4 persen dalam dua periode kepemimpinannya. SBY dilantik Oktober 2004.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2005, angka kemiskinan tercatat sebesar 16,69 persen atau ada 36,80 juta orang di Indonesia yang miskin. Angka ini turun secara signifikan selama masa pemerintahan SBY.
Di akhir masa jabatannya, SBY berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga ke level 11,25 persen setara dengan 28,28 juta penduduk. Angka ini masih jauh dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2009-2014 yang dipatok sebesar 8 persen hingga 9 persen.
Di samping itu, Imam menjelaskan rata-rata jumlah penduduk miskin berkurang 300 ribu orang per tahun. Dia mencatat angka kemiskinan 2024 merupakan angka terendah dalam satu dekade.
“Tingkat kemiskinan yang terendah dalam satu dekade ini,” katanya.
Deputi Bidang Metodologi dan informasi Statistik, Imam Machdi di Kantor Pusat BPS. Foto: BPS
Imam memaparkan garis kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp 582.932,00 per kapita per bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 433.906,00 (74,44 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 149.026,00 (25,56 persen).
ADVERTISEMENT
Pada Maret 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,78 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.786.415,00 per rumah tangga miskin per bulan.
Imam mengungkapkan garis kemiskinan di Indonesia sulit untuk turun. Pasalnya, pergerakan garis kemiskinan dipengaruhi oleh harga komoditas pokok yang terus melonjak.
Imam membeberkan beberapa komoditas pokok selama Maret 2023-Maret 2024 mengalami kenaikan. Antara lain beras mengalami kenaikan 20,07 persen, telur ayam ras 11,56 persen dan cabai merah 45,95 persen.
“Kenaikan harga beberapa komoditas pokok ini tentu mempengaruhi tingkat konsumsi dan pengeluaran masyarakat yang tercermin dari angka kemiskinan,” katanya.