OJK Ajak Perusahaan Asuransi Terus Manfaatkan Teknologi Digital

15 September 2021 17:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tren asuransi terus meningkat di tengah pandemi COVID-19. Untuk itu, perusahaan asuransi dituntut untuk beradaptasi dan terus berinovasi, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi atau disebut insurance technology (insurtech).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data OJK, hingga Juli 2021 tingkat penetrasi asuransi mencapai 3,11 persen. Angka ini meningkat dibandingkan akhir tahun 2020 yang mencapai 2,92 persen.
"Peningkatan ini ditandai dengan pertumbuhan premi yang dilaporkan oleh industri asuransi nasional. Kondisi ini tentu menjadi peluang bagi asuransi untuk bertransformasi ke arah digital," ujar Deputi Direktur Pengawasan Asuransi 2 OJK Kristianto Andi Handoko dalam webinar Infobank “Prioritas Kesehatan Masyarakat di Masa Pandemi, Asuransi Gencarkan InsurTech," Rabu (15/9).
OJK juga mencatat total premi asuransi umum dan jiwa yang didistribusikan melalui digital (insurtech) sudah mencapai Rp 6,0 triliun per Juli 2021. Angka ini terhitung menyumbang porsi sebesar 3,94 persen terhadap total premi asuransi umum dan jiwa nasional.
Premi insurtech tersebut disalurkan melalui beberapa jalur, yaitu melalui pemasaran langsung senilai Rp 1,8 triliun, agen asuransi senilai Rp 3,14 triliun, bancassurance Rp 0,15 triliun, BUSB (perusahaan pembiayaan) senilai Rp 0,29 triliun, BUSB (lainnya) senilai Rp 0,07 triliun, dan pialang asuransi senilai Rp 0,54 triliun
ADVERTISEMENT
Menurut Andi, distribusi premi asuransi umum dan jiwa secara digital terus mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan Mei dan Juni 2021. Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan semakin meningkat selama pandemi.
"Saya rasa ini (insurtech) akan meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan dan tentunya teman-teman di industri harus semakin memperbaiki, terutama dari sisi teknologi informasi," jelasnya.
Direktur Allianz Life Indonesia, Bianto Surodjo, menyarankan jika ingin melakukan penjualan melalui platform digital, maka perusahaan asuransi harus terlebih dahulu memulai dengan produk yang relatif lebih sederhana.
"Kalau bicara tentang produk retail memang sedikit berbeda dari general insurance. Di Allianz, kami memanfaatkan platform digital yang populer di pasaran, baik platform Allianz sendiri, maupun platform asuransi seperti PasarPolis, platform e-commerce seperti bukalapak, dan platform ride-hailing seperti Gojek," jelas Bianto.
Allianz Life Foto: Reuters/Michaela Rehle
Selain melakukan kolaborasi dengan pelaku usaha digital, selama ini Allianz juga menjangkau nasabah dengan produk-produk inovatif.
ADVERTISEMENT
"Bukan hanya channelnya, produk juga penting. Misalnya untuk driver Gojek kita luncurkan asuransi kesehatan dengan premi Rp 2.300 per hari. Ini sangat sesuai dengan income para driver tersebut. Melalui kerja sama tersebut, akses terhadap customer akan lebih luas dengan waktu yang lebih singkat," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody Dalimunthe melihat peluang dari insurtech akan semakin besar. Potensi tersebut turut didorong oleh beberapa hal, yakni pengguna internet di Indonesia yang semakin meningkat. Kemudian, masyarakat juga semakin memikirkan bagaimana cara memitigasi risiko yang lebih besar di masa pandemi.
“Hal ini (faktor pendorong) ditunjang oleh demografi masyarakat yang berusia produktif sekarang itu. Consumer behavior juga akan berubah, baik nanti pasca pandemi pun akan seperti itu. Selain itu, inklusi keuangan juga akan semakin bagus, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Insurtech Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Henky Djojosantoso menjelaskan, tren asuransi kesehatan terus membaik selama masa pandemi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah premi yang didistribusikan industri serta jumlah klaim yang makin rendah sejak 2019 hingga paruh pertama tahun 2021.
Henky memaparkan, penyaluran premi asuransi kesehatan di 2020 mencapai Rp 11,74 triliun atau meningkat 11 persen secara tahunan. Sementara itu, premi hingga Semester I 2021 sudah mencapai Rp 7,39 triliun atau lebih dari 50 persen dari tahun sebelumnya.
Total pembayaran klaim juga tercatat menurun setiap tahunnya. Pembayaran klaim asuransi kesehatan kumpulan maupun perorangan di 2020 tercatat mencapai Rp 9,88 triliun. Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan premi yang didapat dan menurun jika dibandingkan klaim tahun 2019 yang mencapai Rp 11,71 triliun. Sedangkan, total pembayaran klaim hingga pertengahan tahun 2021 mencapai Rp 5,41 triliun.
ADVERTISEMENT
"Secara industri, asuransi kesehatan semakin sehat. Preminya meningkat dan klaimnya sendiri menurun. Harapan kita tren ini akan sustainable terus, sehingga masyarakat teredukasi tetapi juga tidak melakukan abuse atau moral hazard terhadap produk asuransi kesehatan," tambahnya.