Pabrik Baterai Listrik Siap Dibangun, Permintaan Bijih Nikel RI Bakal Melonjak

15 Juli 2021 11:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perusahaan LG Foto: Steve Marcus/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perusahaan LG Foto: Steve Marcus/Reuters
ADVERTISEMENT
Pemerintah memastikan pabrik baterai mobil listrik siap groundbreaking atau peletakan batu pertama pada akhir bulan ini. Hal ini diproyeksi akan meningkatkan permintaan bijih nikel di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Adapun pabrik baterai listrik yang dibangun itu merupakan milik PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) dan Konsorsium LG serta CATL ini akan dibangun di Kota Deltamas, Karawang, Jawa Barat. Nilai investasinya mencapai USD 9,8 miliar atau sekitar Rp 142 triliun.
Selanjutnya, pabrik baterai tersebut diharapkan akan mulai beroperasi pada 2023. Dimana nikel dengan kadar rendah banyak dibutuhkan untuk kebutuhan campuran dengan jenis logam cobalt sebagai bahan baku untuk baterai.
"Ini untuk LG mulai groundbreaking akhir Juli ini atau paling lambat Agustus awal,” ujar Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat rapat koordinasi nasional BPP HIPMI, Sabtu (19/6).
Rencana pembangunan pabrik baterai pertama di Asia itu direspons positif PT PAM Mineral Tbk (NICL). Direktur Utama PT PAM Mineral Tbk, Ruddy Tjanaka, melihat peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Hal ini pun sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, katanya, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus mengalami peningkatan, utamanya karena adanya industri pengolahan atau smelter yang ada. Permintaan nikel dengan kadar tinggi juga cukup stabil, sementara permintaan pasar nikel berkadar rendah juga, sudah kembali mulai meningkat.
"Adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya smelter dengan teknologi hydrometalurgi akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan diserapnya nikel kadar rendah yang diproduksi perusahaan. Ini yang kita harapkan bersama," kata Ruddy.
Ia mengatakan, stabilnya industri pengolahan atau smelter, menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimis, permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat. Apalagi dengan ekspansi di smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang Perseroan.
ADVERTISEMENT
"Tentu kita optimis perkembangan ke depan itu kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7-8 juta ton per bulan," jelasnya.
Pengolahan dan pemurnian nikel dengan sistem hidrometalurgi yang merupakan bahan baku batere mobil listrik yang dibangun Harita Group di Halmahera. Foto: Harita Group
Sementara itu, dengan eksplorasi yang terus dilakukan, NICL dan anak perusahaan masih memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel. Dari angka tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi, namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah. Perusahaan saat ini telah melakukan penjualan bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada.
Untuk rencana jangka pendek, perseroan akan memenuhi target Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel. "Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kita berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kita bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," ujar Ruddy.
ADVERTISEMENT
Untuk jangka menengah dan jangka panjang, perusahaan memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui akuisisi atau maupun mencari tambang baru. Ruddy berharap, hal ini dapat mengerek kinerja perseroan dengan growth yang lebih tinggi.
Dia menjelaskan, permintaan bijih nikel semakin meningkat, terutama dari industri kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Market share untuk kendaran listrik (EV) diperkirakan akan meningkat dari 2,5 persen pada tahun 2019 menjadi 10 persen pada tahun 2025.
Market share untuk industry EV juga diprediksikan akan meningkat menjadi 28 persen di tahun 2030 dan 58 persen di tahun 2040. Adapun di tahun 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7 persen dari total konsumsi global.
Ia memperkirakan, pada tahun 2022, permintaan nikel akan melebihi pasokan atau supply yang ada. "Potensi yang besar bagi perseroan untuk bertumbuh mengingat saat ini baru sebagian kecil dari area yang sudah dieksploitasi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT