Pengusaha Tolak Tarif Baru Pengapalan Batu Bara di Pelabuhan Muara Berau

29 September 2023 16:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pandu Sjahrir, Founding Partner AC Ventures di Alila SCBD, Senin (28/11/2022). Foto: Nabil Jahja/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pandu Sjahrir, Founding Partner AC Ventures di Alila SCBD, Senin (28/11/2022). Foto: Nabil Jahja/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), menolak tarif baru pengapalan batu bara yang akan diberlakukan di Pelabuhan Muara Berau di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Penolakan ini berpotensi menghambat pengapalan batu bara untuk ekspor dan domestik di Muara Berau, yang mencapai 90 juta ton per tahun.
ADVERTISEMENT
Tarif baru pengapalan rencananya diberlakukan mulai 1 Oktober 2023, menyusul kebijakan Kementerian Perhubungan yang pada 24 Juli 2023 menetapkan rekomendasi tarif jasa kepelabuhanan kepada PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB). Perusahaan tersebut merupakan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang mengelola Pelabuhan Muara Berau, selama 25 tahun.
Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir, menilai dengan penetapan rekomendasi tarif baru itu maka seluruh kegiatan alih muat (ship to ship transfer/STS) di Pelabuhan Muara Berau Samarinda akan dimonopoli oleh PTB.
"APBI sangat keberatan dengan adanya monopoli dalam bisnis proses di mana proses yang berjalan saat ini akan berubah sehingga pihak shipper tidak bisa menunjuk langsung pemilik FC (floating crane) atau PBM (Perusahaan Bongkar Muat), namun harus melalui PTB," kata Pandu Sjahrir melalui keterangan resmi, Jumat (29/9).
Ilustrasi kapal tongkang yang memuat batu bara di pelabuhan. Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
"APBI menolak dengan tegas atas penetapan rekomendasi tarif jasa kepelabuhanan oleh Kemenhub ini karena ditetapkan secara sepihak oleh Kemenhub, meskipun sebelumnya masih dibahas oleh Kemenhub, Kemenko Marves, PTB dan dan APBI," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Tarif yang baru tersebut menurut pihak shipper (produsen batu bara), akan menambah beban biaya sekitar 0,82 dolar AS/Metrik Ton (MT) untuk kapal Gearless. Sedangkan untuk kapal Geared and Grabbed akan menambah biaya sekitar 0,42 dolar AS/MT.
Tarif tersebut akan diterima oleh pihak PTB, meskipun mereka tidak melakukan layanan jasa.
Pandu menambahkan, perusahaan keberatan membayar tarif karena berpegang pada prinsip umum di dunia usaha yaitu “no service no pay”. Selain itu, penambahan beban biaya tersebut berpotensi menurunkan penerimaan negara baik melalui pajak, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor energi dan sumber daya mineral.
Sebagian besar pemilik FC hingga saat ini belum melakukan registrasi untuk masuk ke dalam sistem ORBIT yang diaplikasikan oleh PTB yang menjadi prasyarat proses bisnis.
Berbagai fasilitas pelayanan jasa logistik batu bara PT RMK Energy Tbk (RMKE). Foto: RMKE
"Plt. Kepala KSOP Samarinda menegaskan kepada pemilik FC bahwa tidak akan memberikan pelayanan kepada pemilik FC jika tidak melakukan registrasi ke PTB sesuai suratnya per tanggal 26 September 2023," papar Pandu.
ADVERTISEMENT
Jika kondisi ini berlanjut hingga tarif diberlakukan per 1 Oktober 2023, maka kemungkinan proses alih muat batubara akan terhambat. Akibatnya ekspor dan maupun pasokan ke PLN dari Pelabuhan Muara Berau akan terganggu.
APBI juga keberatan tidak diakomodasi sebagai pihak yang dilibatkan dalam proses konsultasi usulan tarif jasa kepelabuhanan seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 121 Tahun 2018. Seharusnya APBI yang beranggotakan lebih dari 90 perusahaan pertambangan batu bara sebagai shipper, merupakan salah satu pihak yang sangat berkepentingan dan bahkan akan sangat dirugikan jika ada usulan penetapan tarif tanpa persetujuan dari APBI.
Pandu Sjahrir menyerukan kepada pemerintah untuk membantu mencarikan solusi baik bagi pihak shipper, perusahaan pemilik FC, maupun pihak PTB. Hal ini agar proses pengapalan batu bara dari Muara Berau bisa berjalan lancar dan negara tidak dirugikan.
ADVERTISEMENT