Perusahaan Listrik Singapura Setop Usaha, RI Disebut Ikut Andil Jadi Penyebab

19 Oktober 2021 10:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi Negara Singapura Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi Negara Singapura Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perusahaan listrik di Singapura menyetop usaha mereka. Bukan hanya satu, namun tiga perusahaan sekaligus yang menghentikan usaha mereka. Berkurangnya pasokan gas dari Indonesia, disebut sebagai salah satu pemicunya.
ADVERTISEMENT
Sejak 2018, Singapura membuka pasar listrik mereka kepada perusahaan swasta. Ini tidak seperti di Indonesia, yang hanya dikuasai oleh PLN. Setidaknya ada 12 perusahaan listrik yang melayani pelanggan di Singapura.
Masyarakat bisa memilih untuk berlangganan listrik ke pemasok yang sesuai keinginan mereka. Di antara perusahaan listrik swasta yang ada, tiga di antaranya telah menyatakan keluar dari bisnis listrik di Singapura.
Mengutip situs resmi perusahaan, Reuters melansir Ohm Energy mengumumkan mereka telah berhenti jualan setrum kepada pelanggannya di Singapura sejak Jumat (15/10). Ohm Energy merupakan perusahaan ketiga yang menghentikan operasinya.
Dua lainnya, yakni iSwitch Energy dan SilverCloud Energy, sudah lebih dulu mengambil langkah serupa. iSwitch Energy selama ini merupakan pemasok listrik swasta terbesar di Singapura. Sedangkan SilverCloud Energy, melayani segmen pelanggan listrik di bangunan komersial, industri, dan perumahan.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi gardu listrik PLN. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Salah satu pemicu berhentinya perusahaan listrik swasta itu, adalah lonjakan harga gas yang merupakan energi primer untuk pembangkit listrik. Termasuk di antaranya gas yang dipasok Indonesia, melalui pipa West Natuna.
“Ada juga pembatasan gas alam yang dipasok dari perpipaan West Natuna dan rendahnya tekanan gas yang dipasok dari Sumatera Selatan,” kata Otoritas Pasar Energi (Energy Market Autorithy/EMA) Singapura.
Deputi Operasi SKK Migas, Julius Wiratno, mengakui sempat ada pengurangan pasokan gas karena planned shutdown di lapangan Gajah Baru. Selain itu pada Juli juga ada gangguan pasokan dari lapangan migas Anoa.
Hal ini menyebabkan produksi gas di Natuna turun 27,5 persen dari puncak sebelumnya menjadi 370 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
ADVERTISEMENT
“Tapi distribusi gas pada September sudah mulai membaik, dibandingkan Juli yang mengalami gangguan produksi. Memang belum kembali normal seperti awal tahun ini,” kata Julius Wiratno.