Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Rupiah Tembus Rp 16.175 per Dolar AS, Begini Dampaknya ke Perbankan RI
16 April 2024 18:10 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi tersebut, bagaimana dampaknya terhadap industri perbankan Tanah Air ?
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan dampak melemahnya rupiah akan terasa secara langsung pada bank-bank yang memiliki portofolio bisnis luar negeri yang besar, atau yang terkait dengan kegiatan treasury, trade financing, dan international banking yang berhubungan erat dengan valuta asing (valas).
"Namun channel tekanan rupiah mungkin juga bersumber bukan langsung dari bank, namun pertama dari sektor riil baru berdampak secara tidak langsung pada bank," kata Josua kepada kumparan, Selasa (16/4).
Josua bilang, tekanan rupiah juga akan terjadi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bisnis impor seperti pada sektor makanan minuman (mamin), farmasi, dan industri kimia atau juga yang memiliki utang luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Depresiasi rupiah akan meningkatkan cost bisnis mereka dan kemampuan bayar utang, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan. Kondisi ini ujungnya dapat meningkatkan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) perbankan," ungkapnya.
Data terakhir menunjukkan bahwa eksposur neto untuk valas di perbankan adalah kecil, terlihat dari rasio posisi devisa neto (PDN) yang sebesar 1,44 persen pada akhir 2023, jauh di bawah threshold 20 persen.
Sementara dampak pelemahan nilai tukar rupiah pada masyarakat luas, cenderung kecil karena masyarakat yang memiliki pendapatan dan pengeluaran dalam rupiah tidak memiliki dampak dari pelemahan rupiah.
Oleh sebab itu, masyarakat pun juga tidak perlu khawatir dengan dampak dari pelemahan rupiah terhadap daya beli masyarakat dan perekonomian domestik.
ADVERTISEMENT
"Yang perlu dipahami sekali lagi sekalipun nilai tukar Non-deliverable forward (NDF) rupiah terhadap dolar AS menembus level 16.000, namun kondisinya sangat berbeda dengan krisis tahun 1998 yang mana rupiah melemah dari level 4.000 per dolar menjadi 16.000 karena krisis mata uang yang menyebar dari pelemahan baht Thailand," jelasnya.
Sementara pada saat krisis pandemi 2020 sekalipun rupiah juga melemah hingga menembus level Rp 16.000 per dolar AS. Namun pelemahan rupiah tersebut hanya sementara.
"Jadi intinya sekalipun rupiah mendekati level 16.000 namun perlu dipahami bahwa nilai tukar rupiah pada akhir tahun 2023 yang lalu ditutup di level 15.397 per dolar, yang artinya pelemahan rupiah tidak lebih dalam pelemahan yang terjadi pada tahun 1998 karena faktor fundemantal ekonomi Indonesia saat ini juga masih solid dan kuat," katanya.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, pelemahan rupiah saat ini diperkirakan hanya akan sementara. Josua mengatakan, pergerakan rupiah ke depannya masih akan didominasi oleh arah suku bunga AS yakni Fed Fund Rate yang memang masih dipertahankan namun terdapat kemungkinan suku bunga AS dipangkas pada semester II tahun 2024.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai melemahnya Rupiah tidak berdampak signifikan terhadap industri perbankan tanah air. Ia menilai, kondisi ini akan berdampak pada sektor riil terutama untuk perusahaan yang banyak berutang dengan menggunakan USD atau perusahaan yang banyak mengimpor bahan baku dari luar negeri.
"Tentunya kalo rupiah melemah tentu harga bahan baku dalam bentuk rupiah juga jadi lebih tinggi. Karena bank-bank juga memberikan pinjaman perusahaan itu. Dari sisi kredit mungkin lebih ke policy dari masing-masing bank," ujarnya kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pelemahan rupiah masih terkendali jika dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang. Di mana, nilai tukar yen Jepang melemah 12 persen dari awal tahun ini.
Di samping itu, ia meyakini bahwa perbankan telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi risiko terhadap kondisi rupiah saat ini.
"Kita sudah mengalami saat pandemi yaa dan itu bisa kita lewati dengan baik. Periode ini sudah terjadi beberapa kali dan seharusnya bank sudah siap menghadapi kondisi ini. Bank juga selalu menganjurkan kepada nasabah untuk melakukan hedging," kata David.
"Jadi kalo dia punya exposure (jumlah penyaluran kredit) dolar baik dari sisi utang maupun import kalo nilainya besar dan mempengaruhi kinerja keuangan, kita selalu meminta untuk melakukan hedging untuk berjaga-jaga kemungkinan terburuk," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Terkait sampai kapan rupiah akan melemah, David bilang, tergantung dinamika yang terjadi di timur tengah.
"Sebenarnya sejak sebelum lebaran market sudah bergerak, rupiah sudah normal, indeks dolar dan minyak sudah menguat. Dua hari ini juga tidak banyak perubahan karena sudah diekspektasi oleh market. Yang belum diekspektasi itu bagaimana reaksi dari Israel jika melakukan serangan balik," pungkasnya.