Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Sempat Booming di 2002, Bisnis Penjualan Ikan Louhan Kini Mati Suri
17 Maret 2018 11:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Misalnya di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat. Di tempat tersebut masih terdapat beberapa pedagang ikan Louhan yang menjajakan dagangannya. Mereka dengan setia menunggu calon pembeli sambil duduk-duduk atau ngobrol dengan para pedagang lainnya.
Salah satu pedagang bernama Herman (40) mengungkapkan penjualan ikan Louhan kini bak seperti mati suri dibandingkan tahun 2002 lalu. Di tahun yang disebut masa keemasan ikan Louhan tersebut, jumlah omzet (transaksi) yang dia dapat dari bisnis ikan asal Taiwan ini mencapai puluhan juta rupiah setiap bulannya. Dari bisnisnya ini, dia bahkan mampu membeli satu unit rumah di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
"Bisa beli rumah dari penjualan Louhan, harga rumah kecil sekitar Rp 50 juta tapi kan buat orang kayak saya mah lumayan daripada mikirin kontrakan dulu. Sekarang rumahnya sudah ditawar Rp 200 juta," kata dia kepada kumparan (kumparan.com) saat ditemui di kiosnya, Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta, Sabtu (17/2).
ADVERTISEMENT
Herman kembali mengenang masa jaya bisnis penjualan ikan Louhan di 2002. Dulunya dia bisa meraup keuntungan hingga Rp 7 juta sampai Rp 15 juta per bulan. Namun sayang, hal indah tersebut tak berlanjut lama sebab bisnis ikan Louhan mulai redup di tahun 2005 hingga berlanjut sekarang.
"Untuk kelas kecil seperti saya, keuntungan Rp 7 juta sebulan atau bisa Rp 15 juta lumayan. Nah sekarang turun drastis banget, sampai 75%," ucapnya sembari menengguk secangkir kopi.
Di kiosnya tempat dia berdagang, ada beberapa jenis ikan Louhan yang dijual. Misalnya jenis Kamva dan Cencu yang harga di kisaran Rp 500 ribu per ekor. Sedangkan ikan Louhan jenis Sub Red Dragon (SRD) dan Sub Red Monkey (SRM) harganya lebih tinggi yaitu bisa mencapai Rp 1,8 juta per ekor.
ADVERTISEMENT
"Sekarang yang lagi ramai jenis Kamva, sama SRD, SRM, dulu bisa kirim ke Kalimantan, Surabaya, Semarang atau luar Jawa. Kalau sekarang Jakarta doang," imbuhnya.
Saat ditanya soal pendapatan saat ini, Herman mengaku hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Omzetnya turun hingga 75%. Meski demikian dirinya mengaku tidak akan pernah keluar dari bisnis yang ditekuninya lebih dari 20 tahun itu.
"Biarin orang mau bilang Louhan sudah enggak ada harganya, saya nyari orang yang rindu sama Louhan, (pendapatan) cukuplah untuk saat ini. Alhamdulillah saya bersyukur aja, saya orangnya legowo," tutup Herman.
Penjual lainnya, Wawan (64), mengakui adanya penurunan omzet. Sebelumnya pada tahun 2002 ia mampu meraup pendapatan hingga Rp 9 juta per bulan. Namun semenjak merosotnya peminat ikan Louhan di berdampak pula pada pendapatannya yakni hanya Rp 4 juta per bulan.
ADVERTISEMENT
"Wah yang pasti turun Rp 5 jutaan lah, kalau keuntunggan enggak pernah saya hitung yang penting cukup saja," timpal Wawan.
Sedangkan penjual lainnya, Irwan (26) juga kerap mengeluh sepinya pembeli ikan Louhan. Pembeli ikan Louhan yang datang ke kiosnya bisa dihitung jari setiap bulannya.
"Kadang ramai ya ramai, sepi ya sepi, sekitar 5 (pembeli) sih masih ya" tutupnya.
Hari ini, memang suasana kios ikan di Jalan Sumenep, Menteng, sepi. Tak banyak pengunjung yang datang meski hari ini sebagian karyawan kantoran di Jakarta libur. Hanya terdengar suara-suara candaan antar penjual atau melihat penjual ikan lainnya tengah membersihkan akuarium di luar kios.