Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dua pabrikan pesawat berbadan lebar, Boeing dan Airbus, menguasai pasar dunia secara duopoli sejak 1990-an. Boeing asal Amerika Serikat (AS) dan Airbus asal Eropa bersaing sengit. Sebelumnya ada McDonnell Douglas, namun pada 1997 pabrikan pesawat AS itu diakuisisi Boeing.
Di negara Paman Sam, sebelumnya juga ada Lockheed Martin dan Convair. Sementara di Eropa, sebelumnya ada British Aerospace, Dornier, dan Fokker. Tapi kini semuanya menarik diri dari industri penerbangan sipil, akibat lesunya penjualan.
Maka kini tinggal Boeing dan Airbus yang berseteru berebut pasar pesawat badan lebar. Sementara pasar pesawat penumpang sipil ukuran kecil, diperebutkan Bombardier CRJ dari Kanada dan Embraer dari Brasil.
Pengamat penerbangan Geoff Whitmore seperti dikutip dari Forbes, menyebutkan kecelakaan pesawat semata-mata bukan soal Boeing atau Airbus. “Secara umum, model pesawat generasi baru lebih andal daripada generasi terdahulu. Tingkat kerusakan untuk model yang diluncurkan pada akhir 1990-an, lebih rendah daripada versi yang dibuat pada dekade sebelumnya,” kata Founder Whitmore Travel Partners Corp itu.
ADVERTISEMENT
Jika kecelakan pesawat terbaru dialami Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air, maka Airbus terakhir kali pada Mei 2020. Saat itu Airbus A320 milik Pakistan International Airlines, jatuh dalam penerbangan dari Lahore ke Karachi. Sebanyak 97 dari total 99 penumpang dan awak, meninggal dunia.
Selain yang baru-baru ini dialami Sriwijaya Air SJ 182, kecelakaan fatal terbesar yang dialami Boeing yakni terjadi pada model pesawat 737 Max. Dua pesawat jenis itu jatuh hanya dalam rentang lima bulan. Yakni pada Oktober 2018 dialami maskapai penerbangan Lion Air dan Maret 2019 terjadi pada Ethiopian Airlines. Kecelakaan fatal yang dialami Lion Air JT 610 menewaskan 189 orang dan yang terjadi pada Ethiopian Airlines 302 menewaskan 157 orang.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, seluruh pesawat Boeing 737 Max di seantero jagat, dilarang terbang. Sejumlah kontrak pemesanan yang telah disepakati pun dibatalkan. Departemen Kehakiman AS pada Kamis (7/1) juga mengumumkan sanksi denda USD 2,5 miliar atau setara Rp 35 triliun terhadap Boeing.
Kinerja Boeing pun terperosok, apalagi diikuti oleh kelesuan industri penerbangan akibat pandemi COVID-19 di tahun 2020.
Sementara itu laman airsafe.com merilis daftar kecelakaan fatal yang dialami berbagai jenis pesawat buatan berbagai pabrikan di dunia. Boeing dan Airbus tercatat paling banyak mengalami musibah fatal. Misalnya jika dibandingkan Bombardier CRJ, ATR, Fokker, atau British Aerospace.
ADVERTISEMENT
Airsafe mendefinisikan kecelakaan fatal jika terdapat korban meninggal dunia dari kalangan penumpang, meski satu orang. Lalu dikeluarkan suatu rating, yang merupakan perbandingan atas korban meninggal dunia terhadap frekuensi penerbangan.
Sehingga jika ratingnya semakin tinggi, berarti jenis pesawat itu banyak mengalami kecelakaan fatal yang menelan korban jiwa.
Dalam perhitungan jumlah korban meninggal yang menentukan rating, airsafe.com mengesampingkan korban jiwa dari kalangan awak pesawat , pembajak dan penumpang gelap, serta korban jiwa di luar penumpang pesawat terbang .