Tahun Lalu Untung Triliunan, INDIKA Energy Kali Ini Rugi Rp 120 Miliar

31 Oktober 2019 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO INDIKA Energy Tbk, Aziz Armand. Foto: Wendiyanto/ kumparan
zoom-in-whitePerbesar
CEO INDIKA Energy Tbk, Aziz Armand. Foto: Wendiyanto/ kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perusahaan energi terintegrasi, PT INDIKA Energy Tbk (INDY), membukukan kerugian sebesar USD 8,6 juta atau sekitar Rp 120,4 miliar (Kurs Rp 14.000) pada kuartal III 2019 ini. Raihan itu berbanding terbalik dibandingkan periode sama tahun lalu, yang mencatatkan laba bersih USD 112,17 juta atau Rp 1,57 triliun.
ADVERTISEMENT
CEO INDIKA Energy, Aziz Armand, menjelaskan kerugian itu disebabkan beban amortisasi (pembayaran utang bertahap) terkait pembelian PT Kideco Jaya Agung. INDY menuntaskan pembelian Kideco pada Desember 2017 lalu dengan pembayaran sebesar total USD 517,5 jut.
“Secara pembukuan konsolidasi kita rugi USD 8,6 juta, karena memasukkan faktor amortisasi dari pembelian Kideco. Angka amortisasinya cukup besar, sampai USD 80 jutaan,” kata Aziz dalam pertemuan dengan media di Kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (31/10).
Dia menambahkan, tanpa menghitung amortisasi perusahaan sebetulnya meraih laba inti sebesar USD 61,2 juta. Selain beban amortisasi, yang menggerus kinerja keuangan perusahaan adalah rendahnya harga batu bara di sepanjang 2019 ini.
Sepanjang 2018 lalu, rata-rata harga batu bara mencapai USD 54 per metric ton. Sementara tahun ini hanya USD 45 per metric ton.
RUPST Indika Energy 2018 Foto: Dok. Indika Energy
ADVERTISEMENT
Akibatnya, hingga September 2019 pendapatan yang diraih INDIKA Energy yakni sebesar USD 2,08 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu USD 2,18 miliar.
Dia menilai, bisnis batu bara Indonesia 2019 lebih menantang dibanding 2018. Permintaan cenderung flat. Padahal produksi naik karena tidak terlalu banyak hujan. Jadi produksi nasional melebih target. Produksi batu bara global juga naik sehingga cenderung oversupply. akibatnya harga baru bara merosot.
Aziz mengakui sejak pertengahan Oktober 2019 ini harga batu bara naik sekitar USD 3 per metric ton. Salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan impor batu bara oleh China, sekitar 10 persen.
Kapal Tongkang pembawa batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Muarojambi, Jambi. Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
“Ya kita berharap harga (batu bara) akan naik. Tapi ini dampaknya enggak langsung. Karena ada lack of time. Jadi pengaruh ke keuangan perseroan mungkin di November atau Desember,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu kinerja beberapa anak perusahaan mencatatkan pertumbuhan. Perusahaan konstruksi Tripatra meraih pendapatan USD 304,1 juta naik 64,6 persen dari periode sama tahun lalu. Kontraktor batu bara Petrosea, pendapatannya juga naik 25,5 persen jadi USD 378,7 juta.
Demikian juga dengan anak perusahaan INDIKA Energy lainnya di bidang transportasi dan logistik, yakni Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS), pendapatannya naik 16,9 persen jadi USD 60,6 juta.