Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Tak Cuma Banding Lawan Sri Mulyani, Bambang Trihatmodjo Daftarkan Gugatan Baru
28 Juni 2021 20:08 WIB
·
waktu baca 1 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:43 WIB
ADVERTISEMENT
Putra presiden ke-2 Indonesia Soeharto, Bambang Trihatmodjo , mendaftarkan gugatan baru ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN ) Jakarta. Gugatan itu masih terkait dengan penyelesaian piutang negara terkait penyelenggaraan Sea Games 1997.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Bambang Trihatmodjo juga mengajukan banding, atas putusan PTUN yang menolak gugatannya ke Menteri Keuangan Sri Mulyani . Bambang menggugat pencegahan dirinya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, oleh Sri Mulyani.
Gugatan baru didaftarkan Bambang Trihatmodjo dengan registrasi perkara Nomor 153/G/2021/PTUN.JKT. Melalui kuasa hukumnya, Prisma Wardhana Sasmita, dia menggugat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I dan Kementerian Sekretariat Negara RI.
"Menyatakan dan menetapkan Sdr.Bambang Trihatmodjo secara mutlak tidak memiliki kewajiban dan atau tanggung jawab secara pribadi kepada Tergugat II, atas apa yang menjadi kewajiban dan atau tanggung jawab Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta," demikian salah satu gugatan yang dimohonkan Bambang Trihatmodjo, dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Senin (28/6).
ADVERTISEMENT
Menurut pihak Bambang Trihatmodjo, PT Tata Insani Mukti yang seharusnya menjadi Badan Hukum Pelaksana sebagai Subyek hukum yang bertanggung jawab, atas hubungan hukum utang-piutang dengan Sekretariat Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Dari penelusuran kumparan, kasus ini bermula dari penyelenggaraan Sea Games tahun 1997. Saat itu Bambang Trihatmodjo menjadi ketua konsorsium mitra penyelenggaraan Sea Games di Jakarta. Ada pun pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insansi Mukti.
Untuk kegiatan konsorsium, Presiden Soeharto saat itu mengucurkan dana bantuan Presiden (Banpres) Rp 35 miliar. Dana non budgeter itu bersumber dari pungutan reboisasi kehutanan. Belakangan, Menteri Keuangan menagih Sri Mulyani balik dana itu plus bunga sebesar 5 persen per tahun.