Tak Siap Pensiun, Orang Indonesia Terancam Merana di Masa Tua

10 Januari 2020 13:50 WIB
comment
20
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Zona Bisnis. Foto: Argy Pradypta/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Zona Bisnis. Foto: Argy Pradypta/kumparan
ADVERTISEMENT
Setahun sudah, Wahono (58), menjalani profesi sebagai pengemudi taksi online di Jakarta. Di usia yang semestinya digunakan untuk menikmati hidup, hingga kini dia harus habiskan untuk tetap mencari nafkah.
ADVERTISEMENT
Padahal sejak berusia 31 tahun, dia bekerja sebagai petugas administrasi di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jakarta. Pun saat pensiun pada tahun 2017, dia menerima sejumlah uang dari perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“(Uang pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan dan perusahaan) enggak cukup,” kata Wahono kepada kumparan.
Sebenarnya seusai pensiun, dia sempat pulang ke kampung halamannya di Madiun, Jawa Timur. Wahono berpikir, duit pensiun dari perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan-nya cukup sebagai modal hidup di kampung.
Namun rencana itu tak berjalan sesuai rencana. Baru beberapa bulan tinggal di kampung, anak pertamanya minta menikah. Karena anaknya laki-laki, pihaknya yang harus menanggung sebagian besar biaya pernikahan.
“Sudah kerja, tapi belum punya uang dia. Banyak habis di situ. Namanya orang tua kan,” ujar Wahono.
ADVERTISEMENT
Menengok uang pensiun makin terkikis, sementara anak keduanya masih mengenyam bangku kuliah, membuat Wahono ingin kembali ke Jakarta untuk bekerja. Dia tak memiliki uang selain dari dana pensiun perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Ilustrasi investasi masa tua. Foto: Shutter Stock
“Enggak ada tabungan pensiun. Kerja lagi biar kalau anak kedua saya butuh, saya bisa ngasih,” ucapnya.
Senada, pensiunan PT Pos Indonesia, Danang (68), tak bisa menggantungkan hidupnya dari dana pensiun. Kini, pria kelahiran Kulon Progo, Yogyakarta, itu tinggal bersama putra pertamanya agar kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi.
“Nilai pensiunnya enggak besar, enggak cukup hitungannya. Sekarang bapak tinggalnya sama saya,” kata putra pertama Danang, Edi Supriyanto.
Cerita bekal uang pada masa pensiun tak mencukupi, tak hanya dialami Wahono dan Danang. Banyak orang pensiun lain yang mengalami hal serupa.
ADVERTISEMENT
Infografik pensiun. Foto: Kiagoos Aulianshah/kumparan
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, mengungkapkan salah satu alasan mayoritas pekerja di Indonesia tak menyisihkan uang untuk dana pensiun karena tingkat literasi yang rendah.
Berdasarkan catatan OJK, jumlah peserta program dana pensiun baru mencapai 4,63 juta orang hingga akhir 2018. Angka itu merupakan peserta program Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Padahal dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2019, jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia mencapai 129,36 juta jiwa, baik di sektor formal maupun informal. Jumlah itu bertambah 2,29 juta jiwa dibanding Februari 2018.
ADVERTISEMENT
“Literasi (pemahaman soal dana pensiun) kita rendah. Penting untuk generasi milenial memperhatikan tujuan jangka panjang,” kata Tirta.
Anggota Dewan Komisioner OJK, Tirta Segara Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi, Andy Nugroho, menjelaskan mayoritas pekerja di Indonesia memang belum paham pentingnya menyiapkan dana pensiun. Tak hanya milenial, juga pekerja yang hampir pensiun masih banyak yang belum paham.
“Jangankan anak yang baru lulus kuliah, mereka mungkin yang udah umur 35 sampai 40 tahun aja kadang masih belum mikirin sampai sejauh itu. Jadi kalau dibilang literasinya kurang, kesadarannya kurang, seperti itu posisinya,” ujar Andy.
Menurut dia, negara yang tingkat literasi dana pensiunnya sudah tinggi yakni Singapura. Di negara itu sejak awal bekerja, sebagian besar masyarakatnya sudah memikirkan dana pensiun. Sebab mereka sadar biaya hidup di negara itu makin lama makin tinggi.
ADVERTISEMENT
“Sebagai contoh orang Singapura ya. Mereka sudah mulai menabung untuk masa pensiunnya itu begitu lulus kuliah.Mereka sadar di Singapura biaya hidupnya tinggi banget, masa tua mereka pikirkan,” bebernya.
Infografik pensiun. Foto: Kiagoos Aulianshah/kumparan
Andy mengakui ketika pekerja tak memikirkan dana pensiun, secara otomatis pekerja tersebut saat memasuki usia pensiun akan kembali bekerja atau bergantung kepada anak. Di samping itu terdapat risiko lain terparah, yaitu memasuki masa pensiun kemudian sakit dan anak belum kuat secara finansial.
“Kenapa saya bilang bergantung sama anak itu berisiko?. Karena kalau mereka sendiri ternyata juga kesulitan, itu kan memperparah keadaan. Kalau kebutuhannya sudah tercukupi semua dan ada lebihnya, ya dengan enak bisa membantu orang tua,” katanya.
Pensiun, adalah masa di mana seseorang purna bekerja. Dia bisa menikmati sisa hidup dengan kegiatan yang sebelumnya tak bisa dilakukan. “Misalnya berlibur dan menikmati sisa masa tua tanpa memikirkan beban biaya hidup,” kata Andy.
ADVERTISEMENT