Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
“Saya orang biasa.”
Ucapan itu berasal dari Ari Askhara , sehari setelah ia dicopot dari jabatannya sebagai Dirut Garuda. Saat itu Ari tengah berbalas pesan pendek dengan seorang reporter kumparan. Ia tak bicara banyak dan tak membalas pesan lain yang dikirimkan padanya usai itu.
“Dia jatuh, semua terbuka,” kata seorang sumber di lingkaran Garuda, mengumpamakan kondisi perusahaannya saat ini.
Seluruh cela Garuda jadi konsumsi publik, dan Ari—yang bernama lengkap I Gusti Ngurah Ari Askhara Danadiputra—jadi sasaran kebencian bersama. Sudah penyelundup, dirumorkan main perempuan, semena-mena terhadap anak buah. Kesalahannya seolah begitu komplet.
Tapi siapa sesungguhnya Ari Askhara?
“He is charming. Perawakannya bagus dan aromanya wangi. Waktu pertama kali kenal, dia kelihatan santai dan ramah. Ngobrolnya juga asyik,” kata seseorang yang pernah beberapa kali berinteraksi dengan Ari.
Edi Lesmana, Ketua Serikat Pekerja Gapura Angkasa—anak usaha Garuda, sependapat. “Kalau di muka umum, atau untuk orang yang baru pertama kali bertemu, Ari memang sosok yang hangat.”
Namun, buat beberapa orang lain yang pernah jadi anak buahnya, Ari adalah atasan bertangan besi. Tak hanya di Garuda, tapi juga di Pelindo III—BUMN jasa kepelabuhan yang pernah ia pimpin.
“Ari sentralistik. Idenya harus dijalankan. Peraturan direksi yang menghalangi programnya bakal ditabrak. Perusahaan seperti punya dia. Semua harus nurut. Kalau dia minta A, ya harus A. Tidak bisa dinego sedikit pun,” ujar salah satu mantan bawahannya.
Bahkan, imbuhnya, pekerja yang melakukan kesalahan bisa betul-betul celaka. “Dari direktur bisa jadi staf. Dari yang gajinya Rp 50 juta bisa jadi cuma Rp 10 juta,” ujarnya.
Edi lagi-lagi mengiyakan. “Memang harus kenal beberapa lama dulu, baru akan terlihat kepribadiannya yang lain. Saat kebijakannya ditentang, keluarlah sosok Ari yang diktator.”
Sumber internal Garuda mengklaim, seratusan orang telah dimutasi atau dipindahtugaskan sepanjang masa kepemimpinan Ari yang hanya satu tahun dua bulan itu. Kini, mereka secara bertahap akan dikembalikan ke posisi semula.
“Pak Ari pintar dan lihai. Kalau dikritik bisa meledak-ledak. Bicara sama dia harus hati-hati,” kata yang lain.
Alvin Lie, pengamat penerbangan yang berkawan dengan sejumlah pegawai Garuda, mendengar hal serupa. “Pak Ari ini tidak sabaran. Hari ini diputuskan, hari ini juga dilaksanakan. Demi mengejar efisiensi, manusianya diabaikan.”
Namun, imbuh Alvin, banyak pula yang cocok bekerja bersama Ari. “Bagi yang bisa menyesuaikan dengan ritme Ari, dan ketika mendapat tugas baru atau menghadapi tekanan ternyata mampu, akan mendapat reward cukup besar.”
Misi efisiensi Ari itu diamini bekas bawahan Ari.
Di Pelindo III, misalnya, kepemimpinan Ari dinilai berdampak positif pada efisiensi kerja dan kesehatan keuangan perusahaan. Ia menghemat pengeluaran dengan mengurangi honor, memangkas anggaran perjalanan dinas, mengubah sebagian perdinas menjadi video conference, dan menerapkan kebijakan paperless dalam surat-menyurat.
Lebih lanjut, Ari mengalihkan dana perdinas yang ia pangkas untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.
“Ari memang orang keuangan. Dia selalu membawa target efisiensi. Banyak melakukan perubahan untuk memangkas biaya-biaya. Namun kurang peka terhadap aspek hubungan manusia,” ujar Alvin Lie.
Ari kental dengan latar belakang perbankan. Ia pernah berkiprah di Bank Mandiri selama 11 tahun, kemudian di Deutsche Bank, Barclays Investment Bank, hingga ANZ (Australia and New Zealand Banking Group).
Setelah melanglang buana ke berbagai bank, Ari bergeser ke perusahaan non-bank. Namun ia tetap fokus pada bidang yang menjadi keahliannya—keuangan. Mei 2014, ia menjadi Direktur Keuangan Pelindo III. Sejak itu hingga lima tahun berikutnya, kariernya meroket.
Sepanjang 2014-2019, Ari menduduki lima jabatan direksi di tiga BUMN, berturut-turut ialah: Direktur Keuangan Pelindo III, Direktur Keuangan Garuda, Direktur Human Capital Wijaya Karya, Direktur Utama Pelindo III, dan Direktur Utama Garuda Indonesia sejak 2018.
“Ari Askhara waktu itu the rising star—energik, produktif, ide-idenya segar, kadang out of the box. Dalam waktu empat tahun, dia memegang jabatan di lima direksi BUMN papan atas. Artinya dia berprestasi,” kata Drajad Hari Suseno, Corporate Secretary PT Jasamarga Bali Tol yang dulu sempat sekantor dengan Ari.
“Setahu saya, Pelindo III dan Garuda Indonesia menjadi lebih sehat (keuangannya setelah dipegang Ari),” imbuhnya.
Terlepas dari pemalsuan laporan keuangan pada tahun buku 2018, Garuda mencatat untung sekitar Rp 1,7 triliun sepanjang sembilan bulan tahun ini hingga September 2019. Ini berkebalikan dengan kerugian Rp 1,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
“Ari memang cerdas. Dia orang market dan bankir yang bagus. Ia pintar mengambil keputusan. Kepemimpinannya powerful,” ujar orang dalam Garuda.
Soal banyaknya ketidaksukaan terhadap Ari Askhara, Drajad berpendapat itu wajar saja.
“Tidak ada kebijakan direksi yang bisa memuaskan semua pihak. Di satu sisi bisa menyehatkan perusahaan, di sisi lain bisa membuat karyawan tak suka. Itu biasa terjadi di perusahaan mana pun,” ujarnya sembari menekankan ini merupakan pendapat pribadinya.
Motor gede alias moge adalah hobi yang lekat pada Ari. “Waktu di Pelindo III juga sudah bermoge,” tutur Drajad.
Hobi ini pula yang mengakhiri bintang terangnya—setidaknya untuk sementara ini. Ia terbukti menyelundupkan Harley-Davidson saat menjemput pesawat baru Garuda, A330-900, dari pabrikan Airbus di Toulouse, Prancis.
“Dia sudah menyalahgunakan jabatan demi hobinya. Dia memang salah dan harus siap menerima risikonya, tapi saya tidak ingin ikut-ikutan menghakimi Pak Ari,” ujar Drajad.
Sementara bekas anak buah Ari lainnya di luar Garuda, spontan tertawa ketika pertama kali mendengar sang mantan bos tersandung kasus serius. Mereka yang berada di barisan sakit hati ini yakin, karma tengah menghampiri Ari Askhara akibat kebijakan tangan besinya.