Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Singapura mengalami resesi setelah pertumbuhan ekonomi negara itu mengalami kontraksi alias minus dalam dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II 2020, ekonomi Negeri Singa itu tercatat minus 41,2 persen secara kuartalan (qtq) dan minus 12,6 persen secara tahunan (yoy).
ADVERTISEMENT
Kontraksi tersebut juga jauh lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus 3,3 persen (qtq) dan minus 0,3 persen (yoy). Sementara Indonesia, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 juga diproyeksi negatif. Meskipun kontraksinya tidak sedalam yang dialami Singapura.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 akan tumbuh minus 3,5 persen hingga minus 5,1 persen. "Titik poinnya kita ada di minus 4,3 persen, jadi lebih dalam dari yang kita sampaikan minus 3,8 persen," ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan Banggar DPR RI, Rabu (15/7).
Jika pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 benar negatif, Indonesia belum terkena resesi karena masih mencatatkan raihan positif di kuartal I 2020. Saat itu, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat 2,97 persen.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan Ekonomi RI Lebih Perkasa dari Singapura
Lantas mengapa di tengah pandemi virus corona, Indonesia masih meraih pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari Singapura? Sri Mulyani menjelaskan, perekonomian Singapura sangat dominan ditopang oleh sektor perdagangan atau ekspor.
Padahal di masa pandemi seperti ini, seperti juga Singapura, negara-negara lain yang menjadi tujuan ekspor melakukan lockdown.
"Maka seluruh kegiatannya juga terhenti. Ditambah environment globalnya juga sangat lemah, maka perekonomian dari Singapura itu kan peranan dari global demand sangat besar, karena ekspornya lebih dari 100 persen. Domestic demand-nya enggak bisa substitusi," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu usai rapat Banggar DPR, Rabu (14/7).
Mengutip Singapore Business Review, produk andalan ekspor Singapura ke mancanegara adalah barang elektronik, produk kimia, serta jasa. Sementara data Macrotrends menunjukkan, kontribusi ekspor ke pertumbuhan ekonomi (PDB) Singapura tidak pernah kurang dari 200 persen. Bahkan sejak 1986, ekspor menyumbang lebih dari 300 persen PDB Singapura.
ADVERTISEMENT
Pada 2019 lalu misalnya, ekspor berkontribusi 319,15 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura. Kondisi ini jauh berbeda dengan Indonesia, yang pertumbuhan ekonominya ditopang oleh sektor konsumsi.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai 267 juta jiwa, konsumsi domestik Indonesia menopang 55 hingga 67 persen PDB. Sehingga pandemi virus corona yang berdampak besar terhadap ekonomi global, relatif tak berpengaruh besar ke Indonesia yang ekonominya banyak disokong konsumsi domestik. Sedangkan kontribusi ekspor ke PDB Indonesia, hanya di kisaran 40 persen.
Meski demikian, ekonomi Singapura diperkirakan kembali pulih di tahun depan. Pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5 persen di 2021, seiring mulai pulihnya ekonomi negara-negara mitra dagang utama Singapura.
Sementara itu Bank Dunia memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 akan pulih dan berada di posisi 4,8 persen. Dengan catatan, tak terjadi lonjakan kasus positif corona di Indonesia pada 2020 ini, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional ada di posisi 0 persen, tak sampai minus.
ADVERTISEMENT