Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Tanggal 20 Juni, 41 tahun silam, dunia sepak bola digegerkan oleh sebuah aksi yang tak pernah dilihat sebelumnya. Aksi itu, kebetulan merupakan sebuah aksi yang membuat Cekoslowakia memenangi gelar Piala Eropa untuk pertama dan terakhir kalinya.
ADVERTISEMENT
Jika Anda sudah mengira bahwa aksi yang dimaksud adalah tendangan penalti Antonin Panenka, Anda benar. Hari itu, di Stadion Crvena Zvezda, Yugoslavia, Cekoslowakia memenangi adu penalti dengan Jerman Barat setelah Panenka menaklukkan Sepp Maier dengan tendangan (yang kini sudah lazim disebut) Panenka.
Apa yang dilakukan Panenka itu sebenarnya sederhana. Alih-alih menghajar bola sekuat tenaga, dia lebih memilih untuk mencungkil bola untuk mengecoh kiper yang hampir dipastikan bakal melompat ke salah satu sisi gawang.
"Well, saya rasa Sepp Maier masih kesal," kata Panenka seperti dituliskan dalam situs resmi UEFA. "Sepertinya dia tidak terlalu suka mendengar nama saya."
Jika Maier kesal, itu tentu dapat dipahami. Biar bagaimana juga, dia adalah salah satu kiper terbaik dalam sejarah sepak bola, dan untuk dipermalukan seperti itu tentu siapa pun, tak terkecuali Maier, bakal kesal.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak bermaksud untuk mempermalukan dia. Saya memilih untuk melakukan penalti seperti itu karena saya pikir, itu adalah cara termudah untuk mengeksekusi penalti. Sesederhana itu," sambung Panenka.
"Setiap habis latihan, saya selalu pulang belakangan untuk berlatih tendangan penalti dengan penjaga gawang kami (Ivo Viktor --red). Waktu itu kami suka bertaruh dengan bir atau coklat."
"Karena dia (Viktor) memang kiper yang sangat bagus, kok lama-lama saya jadi sering kalah taruhan. Jadi, sebelum tidur saya selalu berpikir bagaimana caranya menaklukkan dia. Supaya tidak rugi terus," lanjutnya.
"Saya kemudian berpikir bahwa kalau saya agak menunda tendangan penalti dan mencungkil bola, kiper yang sudah telanjur bergerak bakal mati langkah. Pelan-pelan saya coba di tempat latihan."
ADVERTISEMENT
"Hanya saja, ada efek samping dari penalti tersebut karena dengan melakukan itu, saya jadi tambah gemuk karena selalu menang taruhan. Setelahnya, saya coba melakukan itu di persahabatan, di laga-laga kecil, sampai akhirnya saya mempraktikannya di final Piala Eropa," tutup pria kelahiran 2 Desember 1948 itu.
Apa yang dilakukan Antonin Panenka memang revolusioner dan setelahnya, banyak pemain yang berusaha untuk mencobanya. Yang paling mudah diingat tentu saja penalti Andrea Pirlo ke gawang Joe Hart pada Piala Eropa 2012 dan penalti Zinedine Zidane ke gawang Gianluigi Buffon pada Piala Dunia 2006.

Penalti Panenka itu, jika berhasil memang bakal terlihat sangat berkelas. Selain menunjukkan betapa tenang sang eksekutor, rasa malu yang bakal nampak di wajah sang kiper pun menjadi faktor yang berkontribusi terhadap kekerenan itu. Joe Hart, misalnya, tampak begitu terhina usai dibobol Pirlo lewat penalti Panenka. Padahal, kiper yang kini nasibnya sedang terombang-ambing itu sebelumnya sempat mencoba mengintimidasi Pirlo.
ADVERTISEMENT
Karena tingkat kekerenannya ini, penalti Panenka pun kemudian menjadi identik dengan pemain-pemain yang memang punya karisma tersendiri. Selain Pirlo dan Zidane, sosok lain yang terhitung kerap melakukan eksekusi penalti Panenka adalah Francesco Totti. Dalam khazanah sepak bola Italia, penalti Panenka ini dikenal dengan nama il cucchiaio yang secara harfiah berarti "sendok". Tidak salah memang karena untuk melakukan eksekusi ini, seorang pemain memang seperti "menyendok" bola dengan kakinya.
Penalti sendok Totti yang paling terkenal terjadi pada Piala Eropa 2000 silam pada laga semifinal melawan Belanda. Ketika itu, Italia yang bermain dengan 10 pemain berhasil menahan gempuran Belanda selama 120 menit sebelum memenangi babak tos-tosan.
Meski sudah cukup sering dilakukan oleh pemain-pemain besar di ajang-ajang besar, rasanya belum ada lagi penalti Panenka yang selevel dengan penalti aslinya kecuali penalti Alexis Sanchez di final Copa America 2015 lalu. Meski penalti Zidane dilakukan di final Piala Dunia, Prancis akhirnya kalah dari Italia pada laga tersebut.
ADVERTISEMENT
Nah, penalti Alexis ke gawang Argentina ini punya arti lebih karena dengan keberhasilan itu, Chile pun keluar sebagai kampiun Amerika Selatan. Chile yang berlaga sebagai underdog di final pada akhirnya mampu menahan Argentina dan memaksakan adu penalti. Alexis Sanchez yang bertindak sebagai eksekutor penghabisan seperti halnya Panenka dengan tenang menaklukkan Sergio Romero di bawah mistar.
Melihat contoh-contoh di atas, sah rasanya jika kita kemudian mengidentikkan penalti Panenka dengan kejayaan. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah semanis itu. Seperti sudah dituliskan sebelumnya, apabila eksekusi ini gagal, si eksekutor bakal terlihat seperti orang dungu. Kalau tidak percaya, saksikan saja contoh-contoh di video ini:
Ketika Panenka dulu pertama kali melakukannya, Maier memang belum pernah melihat hal ini dilakukan. Akan tetapi, kiper-kiper modern tentunya sudah banyak belajar. Jadi, bagaimana? Masih berminat untuk mencobanya?
ADVERTISEMENT