Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pertengahan tahun 2019 atau tepatnya 21 Juni, malam menjelang sepak mula Liga 2 2019, perwakilan PSPS Riau mendatangi kantor Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Ari Nugroho Arsadianto—Manajer 'Askar Bertuah'—membawa cek sebesar Rp500 juta untuk melunasi tunggakan gaji musim 2018.
PSMS Medan menyusul kemudian dengan melunasi utang sebesar Rp319 juta kepada 17 pemain secara tunai.
Selesainya sengketa pemain dan klub membuat BOPI bisa mengeluarkan rekomendasi Liga 2 2019.
Tahun 2020, PSPS tersandung kasus serupa. Askar Bertuah bersama empat klub lain masih menunggak gaji pemain.
BOPI akhirnya mengeluarkan rekomendasi Liga 2 2020. Anehnya, sepak mula kompetisi level kedua Indonesia itu tetap bisa dilangsungkan pada 14 Maret lalu di Balikpapan.
Yang bikin dahi berkerenyit, PSPS tetap diizinkan bermain meski sudah ada sanksi dari NDRC (National Dispute Resolution Chamber) berupa larangan mendaftarkan pemain selama tiga periode (satu setengah tahun).
“Iya bisa dicabut kalau ada kesepakatan mencicil. Kalau memang disepakati saat negosiasi tinggal lapor ke NDRC dan PSSI. Hukuman langsung dicabut. Persoalannya, sampai sekarang tidak ada kesepakatan. Pemain maunya dibayar sekaligus,” tutur Riza Hufaida, kuasa hukum APPI (Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia).
Kenyataannya, PSPS bersurat ke PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk mengambil dana subsidi Liga 2 2020 (Rp1,150 miliar) untuk melunasi utangnya. Padahal, dana subsidi bisa cair dengan tujuh termin, tidak bisa sekaligus.
“Langsung dari klub kepada pemain, tidak ada perantara PT LIB. Pemain itu sudah dikuasakan ke APPI. Secara etika, harus hubungi APPI. Sampai saat ini, APPI masih kepada sikap bayar sekaligus,” kata Riza.
Riza lebih lanjut menuturkan bahwa skema bayar utang dengan mencicil membuat klub bakal tuman. Menggampangkan atau meremehkan persoalan utang karena ada dana subsidi.
“Itu utang dari tahun kapan. Jaminannya juga apa, tidak ada. Kalau utang-utang itu bisa dicicil, percayalah tahun depan bakal banyak yang jauh bermasalah. Konsepnya itu ada kesepakatan antara klub dan pemain. Dalam putusan (NDRC) harus dibayar tunai,” ujar Riza.
Padahal, seharusnya PSSI menjadi palang pintu terakhir yang menjalankan putusan NDRC. Dengan kata lain, federasi memblokir atau melarang PSPS tampil di Liga 2 2020.
“Tanyakan itu ke Pak Cucu (Direktur PT LIB),” kata Iriawan.
“Kami sudah mau membayarkan. Tinggal pemainnya datang dan tanda tangan. Sudah diberikan surat juga kepada pemain,” ujar Cucu.
Well, kalau misalnya PT LIB melunasi utang PSPS dengan dana subsidi maka tetap menyalahi putusan NDRC. Kecuali, operator bisa membayar tunai.
Rasanya kecil kemungkinan bisa tunai. Soalnya, sampai saat ini PT LIB masih punya utang subsidi beberapa musim ke belakang kepada klub.