Eduardo Berizzo: Suksesor Sempurna Sampaoli di Sevilla

8 Juni 2017 16:43 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Berizzo di semifinal Liga Europa 2016/17. (Foto: Reuters/Darren Staples)
zoom-in-whitePerbesar
Berizzo di semifinal Liga Europa 2016/17. (Foto: Reuters/Darren Staples)
Pada awal hingga pertengahan musim 2016/17 lalu, bukan Real Madrid atau Barcelona tim paling sensasional di La Liga, melainkan Sevilla. Bermain di bawah arahan Jorge Sampaoli, klub asal Andalusia itu sempat mengancam duopoli Real dan Barcelona. Penampilan mereka yang atraktif, energik, dan mematikan menjadi alasan utama.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, seperti halnya lagu pop Andalusia, Macarena, yang hanya jadi one hit wonder, performa Sevilla pun demikian. Pada pertengahan paruh kedua musim, Los Blanquirrojos kehabisan bensin. Agresivitas serta daya ledak yang sebelumnya menjadi senjata mereka tiba-tiba saja menguap entah ke mana. Alhasil, mereka pun pada akhirnya tercecer di peringkat keempat klasemen akhir.
Celaka bagi Sevilla, di saat performa mereka sedang ambruk itu, Sampaoli digoda oleh Tim Nasional (Timnas) Argentina. Fokus yang terpecah itu kemudian makin membuat eks-pelatih Timnas Chile itu kesulitan mempertahankan momentum di Sevilla. Sampaoli sendiri akhirnya resmi diperkenalkan sebagai juru taktik Albiceleste pada 1 Juni 2017 lalu.
Persis sepekan setelah Sampoli resmi angkat kaki, Sevilla sudah bergerak. Hari ini (8/6) mereka akhirnya menunjuk pelatih asal Argentina lain, Eduardo Berizzo, untuk menjadi suksesor Sampaoli.
ADVERTISEMENT
Tak seperti Sampaoli yang tidak memiliki karier sebagai pemain, Eduardo Berizzo adalah pemain yang cukup berhasil. Setelah 11 tahun berkarier di negeri sendiri, pria kelahiran 47 tahun silam ini hijrah ke Eropa pada tahun 1999 untuk bergabung dengan Olympique Marseille.
Namun, seperti halnya karier kepelatihannya, sebagai pemain nama Berizzo melambung di Celta Vigo. Berizzo sendiri memperkuat Celta selama 3,5 tahun dan menjadi bagian dari skuat asuhan Victor Fernandez yang sanggup menjadi kuda hitam di La Liga.
Keberhasilan Berizzo sebagai pemain di Celta itu dia ulangi saat menjadi pelatih. Sejak ditunjuk pada musim 2014/15 lalu, sosok bertinggi 180 cm ini selalu mampu membawa Celta tampil mengesankan. Meski tidak ada satu gelar juara pun yang digondol, dia mampu membawa klub asal Galicia itu dua kali mencapai semifinal Copa del Rey dan sekali menjejak semifinal Liga Europa.
ADVERTISEMENT
Celta Vigo di Liga Europa 2016/17. (Foto: Reuters/Francois Lenoir)
zoom-in-whitePerbesar
Celta Vigo di Liga Europa 2016/17. (Foto: Reuters/Francois Lenoir)
Kepiawaian Berizzo sebagai pelatih itu tak lain dan tak bukan berasal dari bimbingan Marcelo Bielsa. Ya, seperti halnya Sampaoli, Berizzo juga merupakan penganut mazhab taktik El Loco.
Sebagai pemain, dia pernah diasuh Bielsa dua kali, yakni ketika bermain untuk Newell's Old Boys (Argentina) dan Atlas (Meksiko). Sementara itu, pada kurun waktu 2007-10, dia juga pernah mendampingi Bielsa sebagai asisten pelatih di Timnas Chile. Tak mengherankan jika filosofi bermain ala Bielsa kental sekali terasa di tim-tim asuhan Berizzo.
Sama seperti Sampaoli serta Bielsa, senjata utama Berizzo adalah pressing dan pergerakan tanpa bola. Ketika timnya kehilangan bola, para pemain terdepan (biasanya empat: satu penyerang tengah, satu gelandang serang, dan dua pemain sayap) akan langsung berusaha merebut bola kembali. Sementara, para pemain yang ada di belakang mereka akan mengorganisasi pertahanan serapat mungkin.
ADVERTISEMENT
Kemudian, di saat menyerang, empat pemain terdepan tadi bakal melakukan permutasi tanpa henti untuk membongkar pertahanan lawan. Meski, katakanlah John Guidetti, seharusnya bermain sebagai ujung tombak, bukan berarti penyerang Swedia itu cukup ngendon saja di kotak penalti. Sebaliknya, penyerang sayap kiri macam Nolito pernah pula menjadi pencetak gol terbanyak Celta.
Cara bermain Celta asuhan Berizzo ini pun menarik. Pasalnya, meski punya catatan penguasaan bola yang tinggi (52.2% per WhoScored), akurasi umpan mereka cukup rendah (79%). Hal ini disebabkan oleh tujuan dari umpan-umpan yang dilakukan para pemain Celta itu. Alih-alih ke belakang atau ke samping, para pemain Celta lebih sering mengumpan ke depan supaya bola cepat segera sampai di kotak penalti lawan.
ADVERTISEMENT
Untuk mewujudkan hal itu, Berizzo meminta para pemainnya untuk sesering mungkin mengokupasi area permainan lawan. Kuncinya tentu saja duo full-back, Hugo Mallo dan Jonny Castro. Kedua pemain ini selalu diminta untuk maju sampai ke depan demi mengompensasi Iago Aspas serta Pione Sisto yang lebih kerap melakukan tusukan langsung ke kotak penalti.
Aspas (kanan) amat diandalkan Berizzo di Celta. (Foto: Reuters/Darren Staples)
zoom-in-whitePerbesar
Aspas (kanan) amat diandalkan Berizzo di Celta. (Foto: Reuters/Darren Staples)
Kemudian, para pemain-pemain itu masih pula disokong oleh Pablo Hernandez yang merupakan gelandang box-to-box. Dengan keberadaan Nemanja Radoja yang berpatroli di depan duo bek tengah, Gustavo Cabral dan Andreu Fontas, para pemain ofensif Celta diharapkan mampu melakukan overload secara terus menerus di area permainan lawan.
Cara bermain ini tentu mengingatkan kita pada cara bermain ala Sampaoli. Dengan formasi andalan 4-2-3-1, perintah yang diberikan Sampaoli kepada anak-anak asuhnya kurang lebih sama dengan perintah Berizzo.
ADVERTISEMENT
Adapun, yang membedakan kedua pelatih tersebut adalah kecenderungan Sampaoli yang lebih besar untuk melakukan eksperimen. Di beberapa kesempatan musim lalu, termasuk ketika dikalahkan Barcelona 0-3 tanggal 6 April 2017 silam, Sampaoli mengubah formasinya. Pada laga tersebut, formasi 5-4-1 yang diturunkannya justru membuat Sevilla jadi bertahan terlalu dalam hingga akhirnya makin mudah diobrak-abrik.
Kemudian, keberadaan seorang pemain nomor sembilan di tim Berizzo adalah sebuah keharusan, meski nantinya, pemain itu juga bakal diminta untuk melakukan permutasi. Alasannya sederhana saja: supaya dia tidak perlu melakukan apa yang biasa dilakukan Sampaoli di saat-saat genting.
Sevilla butuh alternatif serangan. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Sevilla butuh alternatif serangan. (Foto: Reuters)
Nah, Sampaoli sendiri, ketika segala upayanya untuk mencetak gol sudah tidak berhasil, akan memasukkan pemain-pemain bertubuh tinggi untuk dimainkan di kotak penalti. Kemenangan 2-1 Sevilla atas Real Betis tanggal 25 Februari 2017 lalu diraih dengan cara seperti ini.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Sevilla tertinggal lebih dahulu sebelum akhirnya menang lewat dua gol Vicente Iborra. Iborra sendiri aslinya merupakan seorang gelandang bertahan, tetapi pada hari itu dia dimainkan sebagai target man pada babak kedua.
Aslinya, baik Sampaoli maupun Berizzo tidak menyukai umpan-umpan silang ke kotak penalti. Namun, di situasi mendesak -- Berizzo mengalaminya pada laga semifinal Liga Europa leg kedua melawan Manchester United di Old Trafford -- kedua orang ini tetap akhirnya bakal pragmatis juga.
Di Sevilla nanti, Berizzo bakal mewarisi pemain-pemain yang sebelumnya didatangkan untuk memainkan sepak bola ala Sampaoli. Secara umum, seharusnya Berizzo tidak perlu lagi melakukan banyak perubahan. Namun, tidak ada salahnya juga kalau dia segera mencari John Guidetti baru untuk tim asuhannya yang baru ini.
ADVERTISEMENT