'Kaisar' Keisuke Honda, 'Captain Tsubasa' Jepang yang Nyata

25 Juni 2018 23:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keisuke Honda rayakan golnya. (Foto: REUTERS/Marcos Brindicci)
zoom-in-whitePerbesar
Keisuke Honda rayakan golnya. (Foto: REUTERS/Marcos Brindicci)
ADVERTISEMENT
Banyak anak di seluruh dunia mengidolai Tsubasa Ozora, sosok yang berhasil megharumkan Jepang di kancah Piala Dunia. Bahkan pemain top sekelas Andres Iniesta, Fernando Torres, Alessandro Del Piero, dan Zinedine Zidane mengaku terinspirasi tokoh protagonis dari anime 'Captain Tsubasa’ tersebut.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, ikon fiktif tersebut terlalu sempurna di dunia nyata, sampai-sampai sulit untuk menemukan figur sepadan. Dan kenyataan jika Tim Nasional Jepang tak memiliki kapten yang identik dengan Tsubasa adalah fakta.
Eits, tapi jangan salah, mereka justru punya seorang yang lebih dahsyat. Seorang pemain dengan julukan emperor, yang berarti kaisar bila diterjemahkan. Keisuke Honda, namanya
Kiprah Jepang di Piala Dunia kali ini cukup menjanjikan. Mereka sukses memukul Kolombia 2-1 di matchday perdana Grup H. Kemenangan perdana wakil Asia atas utusan Amerika Selatan di Piala Dunia. Catatan impresif 'Samurai Biru' kembali berlanjut kala menahan imbang Senegal 2-2, Minggu (24/6/2018).
Kini Jepang telah mengemas 4 angka, mengungguli Senegal, Kolombia, dan Polandia sebagai juara grup sementara. Artinya, mereka hanya membutuhkan hasil seri untuk lolos ke babak 16 besar, mengulangi pencapaian terbaik yang tertoreh di edisi 2002 dan 2010.
ADVERTISEMENT
Siapa lagi jika bukan karena Honda. Hebatnya lagi, ia dua kali mengubah peruntungan Jepang saat masuk sebagai pengganti.
Dalam dua pertandingan awal, Honda tak masuk dalam starting line-up pilihan Akira Nishino. Alih-alih menurunkan mantan pemain AC Milan itu, Nishino mempercayakan pos gelandang kepada Shinji Kagawa, Genki Haraguchi, dan Takashi Inui.
Namun, seorang Kaisar tak butuh status lebih lagi untuk menunjukkan eksistensinya. Ngomong-ngomong, gelar 'Kaisar' yang memimpin sistem monarki konstitusional di Jepang bukanlah gelar yang bisa didapatkan begitu saja. Mereka dianggap sebagai keturunan dari Amaterasu, Dewi Matahari.
Pun demikian dengan titel 'Kaisar' yang tersemat kepada Honda. Tengok saja tuah yang dipancarkannya kala berhadapan dengan Kolombia. Honda hanya membutuhkan waktu tiga menit untuk mengubah jalannya pertandingan. Setelah masuk menggantikan Kagawa, ia berkontribusi langsung atas gol kemenangan Jepang yang dibuat Yuya Usako di menit 73.
ADVERTISEMENT
Kontribusinya kembali tertuang saat menyelamatkan timnya dari kekalahan dari Senegal. Skenarionya sama, ia masuk menggantikan Kagawa di menit 72 dan mencetak gol enam menit sesudahnya.
Honda di sesi latihan Jepang. (Foto: Benjamin Cremel/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Honda di sesi latihan Jepang. (Foto: Benjamin Cremel/AFP)
Bukan cuma pada periode ini saja Honda muncul sebagai penyelamat Jepang. Pada Piala Dunia 2014 lalu ia berhasil membawa timnya unggul lebih dulu dari Pantai Gading di laga pembuka. Sayang, aksinya berhasil dibalas lewat masing-masing satu gol Wilfried Bony dan Gervinho. Jepang pun takluk 1-2 di akhir pertandingan.
Mundur empat tahun ke belakang lagi, Honda sukses mencetak gol semata wayang yang membawa Jepang unggul atas Kamerun. Tak berhenti sampai di situ, pemain kelahiran Osaka tersebut berhasil menjebol jala Denmark di partai pemungkas Grup E. Gol yang kemudian diikuti Yasuhito Endo dan Shinji Okazaki. Meski akhirnya langkah Jepang terhenti di babak 16 besar kala takluk dari Paraguay lewat drama adu penalti.
ADVERTISEMENT
Honda tak mendapatkan kemampuannya secara instan. Ia tak ubahnya dengan jelmaan 'Captain Tsubasa' sebelumnya, Hidetoshi Nakata dan Shunsuke Nakamura yang telah melanglang buana ke Eropa. Bahkan, Honda sudah resmi berseragam CSKA Moskow saat berusia 23 tahun --cukup muda--, hanya dua tahun setelah menimba ilmu di VVV Venlo.
Setelah berhasil menyumbangkan empat gelar untuk CSKA, Honda kemudian merapat ke AC Milan dan berhasil meraih Supercoppa Italia 2016 silam. Hingga akhirnya ia melancong ke Meksiko untuk memperkuat Pachuca.
Hingga hari ini, Honda masih dianggap sebagai salah satu gelandang tergenius yang pernah dimiliki oleh Jepang. Namun, ada langkah-langkah panjang yang diambil sebelum sampai ke tempatnya sekarang.
***
Selayaknya Tsubasa, perkenalan Honda dengan sepak bola dimulai amat dini. Jika Tsubasa diperkenalkan pada bola sepak ketika ia masih bayi, Honda diperkenalkan pada permainan tersebut ketika usianya enam tahun.
ADVERTISEMENT
Ia tidak diperkenalkan langsung dengan bola sepak, memang, melainkan pada sebuah video. Dalam pengakuannya di The Players' Tribune, Honda menyebut bahwa pada suatu hari, bapaknya memanggilnya hanya untuk memperlihatkan video Pele bermain bola.
"Aku masih ingat bunyi berdesing dari televisi itu ketika ia dinyalakan," katanya. Honda lantas mengisyaratkan bahwa gambar di televisi rumahnya begitu buruk sehingga ia sulit mengetahui apa yang terjadi di lapangan atau siapa yang tengah membawa bola.
"Lalu, aku melihatnya. Pele muncul dari sebelah kanan layar, dengan bola di kakinya, menggiring bola lebih cepat dari siapa pun yang pernah kulihat sebelumnya," ucap Honda lagi.
Honda lahir di Settsu, 12 kilometer dari pusat kota Osaka, pada 13 Juni 1986. Ketika video itu diputar di hadapannya, pada suatu hari di tahun 1992, Pele sudah lama sekali pensiun. Namun, kaki-kaki legenda asal Brasil itu bergerak melintasi waktu hingga akhirnya merasuk ke benak Honda kecil.
ADVERTISEMENT
Osaka punya dua tempat penting yang berdiri berdekatan. Yang pertama adalah Expo Commemoration Park, yang dibangun untuk memeringati Expo 1970, dan Stadion Expo Commemorative, kandang dari Gamba Osaka. Pertama kali dibuka pada 1972, stadion tersebut jadi salah satu penanda keakraban masyarakat Osaka akan sepak bola.
Di kota yang dikenal sebagai dapurnya Jepang itu --karena banyaknya restoran dan berbagai makanan enak-- Honda tumbuh. Bapaknya mengatakan padanya bahwa Pele bermain bola bukan untuk sekadar bersenang-senang, tetapi supaya bisa menghidupi keluarganya.
Honda pun mendapatkan motivasi dari sana. Ia kemudian membaca cerita-cerita tentang Pele.
"Kami memang tidak semiskin dirinya, tapi kami juga tidak berkecukupan. Saya mulai memandang sepak bola dengan cara berbeda. Permainan ini menjadi jalan keluar untuk saya."
ADVERTISEMENT
***
Pemain sepak bola punya motivasi yang berbeda-beda untuk bermain. Cristiano Ronaldo menyebut, satu-satunya yang terpenting buatnya adalah kemenangan. Sementara itu, Benoit Assou-Ekotto terang-terangan mengaku bahwa ia tidak peduli dengan kemenangan; ia bermain bola hanya untuk uang.
Honda, di sisi lain, punya kedua motivasi itu. Ia ingin menang sekaligus ingin menarik keluarganya keluar dari kemiskinan.
Neneknya bilang, mereka sekeluarga tidak akan pernah keluar dari kemiskinan dan oleh karenanya harus berhemat-hemat. Neneknya membesarkan bapak Honda di sebuah apartemen sempit. Hanya ada satu ruangan dan mereka harus berdesakan dengan tempat cuci piring.
ADVERTISEMENT
Honda tidak setuju. Apa yang diucapkan neneknya hanya membikin dirinya tambah tidak sabar.
Honda menyelesaikan pendidikannya di SMU Seiryō sebelum akhirnya pindah ke Nagoya karena mendapatkan kontrak dari Grampus Eight. Durasinya tiga tahun, tapi karena sudah kadung punya mimpi dan ambisi sedari kecil, Honda tidak sabar untuk segera menyelesaikan kontrak itu dan pergi ke Eropa.
Di sekolah, yang ia pikirkan hanyalah bermain bola. Di Grampus Eight, yang ia pikirkan adalah menapak ke level yang lebih tinggi di Eropa. Di Eropa, yang ia pikirkan adalah membawa Jepang berjaya di Piala Dunia.
Dan begitulah yang terjadi di kemudian hari.
Beberapa tahun silam, jika Anda menapakkan kaki di Jepang via Bandara Narita, Anda akan disambut sebuah papan reklame tepat sebelum memasuki bagian imigrasi. Papan reklame itu memajang besar-besar wajah Honda, lengkap dengan jas rapi dan raut muka yang tajam.
ADVERTISEMENT
Sepak bola bukanlah olahraga paling populer di Jepang. Di sana, Anda masih lebih mudah mencari tiket untuk menonton pertandingan sepak bola ketimbang bisbol. Namun, hadirnya wajah Honda menyambut Anda lewat papan reklame itu menunjukkan bahwa sosok berkulit legam dan berambut pirang itu cukup penting buat Jepang.
***
Keisuke Honda. (Foto: Martin Bureau/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Keisuke Honda. (Foto: Martin Bureau/AFP)
Honda memang sudah meninggalkan segala ingar bingar sepak bola Eropa. Pada 2017, ia meninggalkan klub impiannya sedari kecil, AC Milan, dan bermain di Meksiko bersama Pachuca.
ESPNFC menyebut, pengaruh Honda untuk Pachuca memang tidak langsung kelihatan. "Perlahan-lahan, tapi pasti," tulis mereka. Penampilannya di Liga Apertura Meksiko 2017 memang tidak bikin mata terbelalak, tetapi beda cerita dengan penampilannya di Liga Clausura 2018.
ADVERTISEMENT
Per Transfermarkt, Honda sudah bermain sebanyak 25 kali bersama Pachuca sepanjang 2017/2018. Dari 25 laga itu, ia mencetak 7 gol dan 6 assist.
Usianya kini sudah tidak muda lagi, 32 tahun, tapi seperti yang terlihat pada Piala Dunia tahun ini, ia tetaplah sosok penting buat Jepang. Tak peduli meski muncul dari bangku cadangan sekali pun, sang 'Kaisar' akan tetap menancapkan otoritasnya.