Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pernyataan 'kita' memang sengaja ditekankan di sini. Kita, bisa dibilang, bertanggung jawab atas bobroknya sepak bola di negeri sendiri.
Kita pengin sepak bola kita setara dengan negara-negara lain, kita berkeinginan untuk sepak bola maju dari tetangga-tetangga di kawasan Asia Tenggara, tapi kita justru lupa bahwa kita sendiri yang membikin sepak bola kita jauh dari kata setara dan maju.
Sudah tak ada sepak bola nasional selama sembilan bulan belakangan. Mulai dari level kompetisi tertinggi hingga level amatir. Mati suri. Semua kalah dengan perkara perizinan.
Untuk memutar roda kompetisi di negeri kita, perizinan memang jadi perkara paling atas--ketimbang jadwal yang sudah tersedia dan tersusun rapi. Sudah bukan perkara aneh saat jadwal dan lokasi pertandingan sudah disusun sebaik mungkin, akan dikalahkan dengan secarik kertas sakral bernama izin keramaian.
Kondisi ini yang terjadi di awal-awal Liga 1 2020 bergulir. Saat pandemi corona mulai mampir ke Indonesia sedikit-sedikit, laga Persija vs Persebaya, yang dijadwalkan manggung pada 7 Maret 2020, harus urung digelar. Perkaranya apa? Ya, perizinan.
Pihak pemerintah DKI Jakarta dan kepolisian tak mau mengambil risiko jika pertandingan yang dijadwalkan di SUGBK itu tetap dihelat. Alasan utama: Meminimalisir penyebaran COVID-19.
COVID-19 semula jadi bahan guyonan oleh pemerintah kita. Buat mereka, COVID-19 bisa saja sirna dengan 'pakai masker saja dan bisa sembuh dengan sendirinya'. Demikian penuturan seorang petinggi negeri ini yang beberapa waktu lalu sudah tak lagi mengurusi soal per-corona-an.
Namun, apa boleh buat. COVID-19 kian merajalela. Virus yang bermula dari China ini bahkan lebih sakti ketimbang perizinan.
Semula, klub-klub menerima dengan baik. Mereka juga kompak ikut menyuarakan perang terhadap corona via sepak bola.
Mulai dari tetap di rumah, memakai masker, dan rajin mencuci tangan, jadi pemberitaan di situs resmi serta media sosial klub.
Semasa rehat kompetisi, klub-klub juga diimbau agar para pemain mereka berlatih mandiri. Tujuannya menjaga kebugaran agar tak loyo. Karena, bisa saja kompetisi bergulir dalam waktu dekat, dekat setelah penyampaian penundaan oleh federasi pada 27 Maret 2020.
***
Bulan di kalender 2020 berganti sebanyak tiga kali. Kompetisi elite di Jerman mengkonfirmasi bahwa mereka jadi yang pertama yang akan segera menggulirkan kompetisi di tengah pandemi corona. Semua gaduh, semua ingin seperti Bundesliga.
Negara-negara dengan kompetisi top Eropa satu per satu mulai menggulirkan kompetisi. Mulai dari Inggris, Italia, Spanyol, hingga Prancis.
Seluruh kegiatan lengkap dengan regulasi baru. Paling nyata penerapan protokol kesehatan dan dihelat tanpa penonton. Situasi itu merambat perlahan ke pelbagai dunia, bahkan ke Asia Tenggara.
Negara tercinta kita ini sebetulnya sudah mencoba untuk berkaca pada sepak bola elite dunia. Membuat regulasi dengan menerapkan protokol kesehatan sudah dicontek. Tak tanggung-tanggung, regulasi FIFA, WHO, dan regulasi kesehatan Federasi Jerman diikuti.
Bundel regulasi sudah dikirim ke klub-klub. Senang bukan main jelas saja dirasakan. Ya, wajar, sih, karena sudah lama enggak nendang bola, sudah lama enggak nyetadion.
Terlebih, PSSI juga sudah menyambangi BNPB. Dua petinggi saling bertemu dan bersepakat kompetisi akan berlanjut dengan menerapkan protokol kesehatan.
Alih-alih terselenggara, regulasi yang sudah disebar per Juni 2020 hanya berupa kiriman paket ke pesan elektronik klub. PSSI akhirnya mengeluarkan maklumat berbeda sesuai arahan dari BNPB.
Pupus sudah rencana yang telah disusun. Perizinan kembali membikin roda kompetisi yang sempat terhenti kembali kudu mati suri.
Dampaknya kian parah saja. Sejumlah peraturan baru dari PSSI mulai bermunculan. Pemangkasan gaji terhadap ofisial klub diberlakukan guna menjaga stabilitas keuangan.
Jalan ini mau tak mau ditempuh. Sebab, klub bergantung pada operator kompetisi terkait uang distribusi. Mau berupaya mandiri via ticketing dan marchedaise, kan kompetisi tidak bergulir.
Ini kian berimbas saja. Satu per satu para pemain asing pamit undur diri. Dari Sabang sampai Merauke, dari Persiraja hingga Persipura, semua bintang asing mereka pamit.
Memang tak semua. Persib, Persija, dan Bhayangkara jadi klub-klub yang mempertahankan pemain asing mereka.
Klub terus bertahan dengan ketidakpastian. PSSI yang dinilai masyarakat pecinta sepak bola dicerminkan tak berbuat apa-apa, coba memberikan angin segar Jilid II.
***
September 2020. Bulan kesembilan tahun ini, PSSI berencana akan menggulirkan kompetisi pada Oktober 2020.
Segala rencana telah disusun. Jadwal yang semula menggunakan setelan lama, diganti ke yang lebih baru. Sejumlah pihak telah diyakinkan: Sponsor dan penyedia tayangan sepak bola, ikut sibuk memperbarui layanan.
Masih ingat betul dan tak mungkin kita lupa bagaimana klub-klub kembali berlatih. Pemain asing yang sempat mudik ke negara mereka kembali dipanggil. Tujuannya: Ayo kembali, kompetisi segera bergulir.
Semua seperti akan bergulir pada bulan kesepuluh. Semua seperti yakin akan baik-baik saja. Terutama klub. Peserta kian menggebu-gebu saja menggelar latihan lengkap dengan uji tanding.
Namun, persiapan yang nyaris paripurna seketika gagal. Gagal karena perizinan dari kepolisian yang merupakan perpanjangan pemerintah.
Alasan tak menggelar kompetisi ada dua. Pertama karena masih kondisi corona. Kedua, ini yang cukup di luar ekspektasi: Karena pemilihan kepala daerah alias Pilkada pada 9 Desember 2020.
Ini jelas bikin geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa Pilkada kalah dengan fanatiknya sepak bola Indonesia? Negara yang jika bermain di level tarkam saja penontonnya nyaris membeludak bahkan tak sedikit yang rusuh.
Suara-suara miring dari warganet kemudian bertebaran di media sosial. Tak sedikit yang mencaci alih-alih berempati soal perkara ini.
Karena Pilkada, PSSI (ceritanya) mengalah. Federasi kembali menyuarakan bahwa kompetisi akan bergulir tahun depan. Di bulan kedua setelah Januari 2021.
Angin segar Jilid III sudah disebar. Regulasi baru kemudian muncul dengan meniadakan degradasi, tapi ada yang promosi. Jangan kaget dengan peraturan sepak bola di negeri kita. l
Klub-klub sepertinya sudah paham. Mereka, meski tak menyuarakan kegelisahan, mulai kompak tak mau lagi mendapat prank dari induk sepak bola sendiri.
Kini, sepak bola kita terus masih menanti kepastian kompetisi. Bagi sebagian yang tak percaya, mereka boleh saja bersikap acuh. Bagi mereka yang percaya, itu juga tak salah, dan dipersilakan menanti.
Namun, perlu dipikirkan betul-betul kalimat yang disampaikan Iriawan di paragraf kesepuluh naskah ini dibuat. Di sana, terlampir kutipan pria dengan nama panggung Iwan Bule menetapkan status kompetisi sepak bola kita sebetulnya.
Jika Anda malas untuk kembali mencari-cari, biar kami tulis di sini sebagai penutup cerita sepak bola kita yang masih begini-gini saja.
''Jika status keadaan darurat tidak diperpanjang oleh pemerintah, kompetisi akan kembali diputar pada 1 Juli 2020.
''Namun, jika keadaan darurat yang sudah ditetapkan pemerintah hingga 29 Mei diperpanjang, kompetisi 2020 akan dihentikan,'' tulis PSSI yang ditandatangani oleh Mochamad Iriawan selaku Ketua Umum, Jumat (27/3/2020).
Live Update